Precedence: bulk HABIBIE PUTRA TERBAIK UNTUK MENYELAMATKAN SOEHARTO Oleh: Alam Tulus Kompas (12/7) memberitakan bahwa kendati tidak dalam bentuk keputusan formal, Rakornas ICMI yang berakhir Minggu (11/7) malam di Bandung, secara implisit menyatakan dukungan terhadap pencalonan Habibie sebagai presiden periode 1999-2004. Senada dengan chairman note (catatan Ketua ICMI) seluruh peserta Rakornas berpendapat bahwa Habibie merupakan calon terbaik, demi kesimbangungan reformasi dan kemaslahatan umat. Pernyataan tersebut dikemukakan Achmad Tirtosudiro, Ketua Pelaksana ICMI. Benarkah Habibie calon terbaik demi kesinambungan reformasi? Atau Habibie calon terbaik untuk menjegal reformasi secara total? Apakah bukan calon terbaik untuk menyelamatkan Soeharto dari tuntutan pengadilan? Tak Mungkin Reformasi Pisahkan Diri dari Status Quo? Presiden Habibie ketika memperingati hari Kebangkitan Nasional 20 Mei lalu mengatakan, "Dalam perspektif kesejarahan, orang yang mengaku reformis tidaklah mungkin memisahkan diri dari status quo. Sebaliknya dalam situasi perubahan cepat yang dialami sekarang ini, status quo seseungguhnya adalah suatu kemustahilan." Sebagai reaksi terhadap pidato Habibie, Ketua PKB, Matori Abdul Jalil di Yogyakarta mengatakan, pernyataan Habibie itu sekaligus bukti pemerintah melakukan pembodohan politik dan disinformasi yang menyesatkan untuk membenarkan praktek-praktek kekuasaan yang sangat jauh dari cita-cita reformasi. Bagi PKB, kata Matori, garis antara kekuatan reformasi dan pro status quo sangat jelas dan tegas. Yaitu terletak pada konsistensi dan komitmennya pada reformasi itu sendiri, serta sikap, semangat dan budaya politik yang dikembangkannya. Karena itu PKB mengajak seluruh warga bangsa untuk mewaspadai kekuatan status quo saat ini dalam mempertahankan kekuasaannya melalui praktek pembodohan politik yang dikembangkannya. Karena itu PKB mengajak seluruh warga bangsa untuk mewaspadai kekuatan status quo saat ini dalam mempertahankan kekuasaannya melalui praktek pembodohan politik. Jadi, apa yang dikatakan Habibie bahwa tak mungkin reformis pisahkan diri dari status quo itu, adalah akal-akalan Habibie, supaya menjadi kabur garis pemisahnya. Dengan kaburnya garis pemisah itu, Habibie lebih mudah bermain atas nama reformasi menjegal tuntutan reformasi total dari mahasiswa. Suharto Award bagi Habibie Bahwa Habibie, pro-status quo dan bukan kaum reformasi, dapat pula diketahui dari berita yang dimuat Rakyat Merdeda (2/6/1999). Menurut Rakyat Merdeka, Habibie, Andi Ghalib dan Wiranto dinobatkan sebagai penerima Suharto Award oleh Badan Eksekutif Mahasiswa UI. Selain memberikan Suharto Award, para mahasiswa juga meminta ketiganya kembali ke jalan yang benar, karena selama ini mereka dianggap sebagai orang-orang pro status quo. Ketiga tokoh itu saya nilai tidak memenuhi enam keriteria yang terdapat pada prasasti Salemba, atau dengan kata lain mereka masih sebagai orang-orang pro status quo. Enam prasasti Salemba itu: (1) Segera diakhirinya Dwifungsi ABRI, karena telah menghasilkan sistem kekuasaan tirani; (2) Mengedepankan supremasi hukum di segala bidang; (3) Ditandai dengan perubahan UUD 45 ke arah yang sesuai dengan kebutuhan zaman; (4) Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya; (5) Dikembangkan budaya demokrasi yang rasional dan egaliter; (6) Pertanggungjawaban seluruh perangkat kekuatan Orde Baru dan para pendukungnya. Salah satu saja dari enam visi itu tak bisa dipenuhi, maka seorang tokoh pasti tidak refromis. Karena Habibie, Andi Ghalib dan Wiranto tidak memenuhi kriteria tersebut, maka mereka diberi Suharto Award. Gorbachev Award Bagi Habibie Beberapa waktu sebelum Habibie, Andi Ghalib dan Wiranto dianugerahi Suharto Award, Habibie juga telah direncanakannya FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta) melalui sebauh unjuk rasa unik. Tetapi karena rombongan mahasiswa yang akan menyampaikan Gorbachev Award itu tidak diperkenankan memasuki Sekretariat Negara, maka penyerahannya tidak jadi berlangsung. FKSMJ menilai Habibie sukses menciptakan kerusuhan di beberapa wilayah Indonesia, karena itulah dianugerahinya gelar: Bapak Disintegrasi Bangsa. Habibie Soal Suharto Saiful Rahim melalui AKSI (No 147) mengakhiri tulisannya dengan: "Saya cuma merasa heran dan tidak habis pikir bagaimana mungkin seseorang bisa tahu orang lain tidak pernah bohong. Kecuali orang itu berbohong dengan pernyataannya." Kesimpulan Saiful ini dinyatakan, setelah ia mengetahui bahwa Presiden Habibie melalui siaran televisi di CNN, mengatakan "mantan Presiden Suharto tidak pernah bohong". Padahal menurut pengakuan Suharto sendiri dalam otobiografinya "Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya", ia pernah membohongi Mayor Jendral Sudarsono. Pertama dengan mengatakan kepada Sudarsono bahwa ada informasi laskar pejuang yang belum jelas, akan menculiknya. Padahal yang sesungguhnya ada perintah Presiden Sukarno untuk menangkap Sudarsono, yang merencanakan surat-surat untuk ditandatangai Presiden Sukarno 3 Juli 1946, yang isinya membubarkan Kabinet Sjahrir. Surat-surat itu disiapkan Sudarsono di Markas Resimen Suharto, di Wijoro. Rencana Sudarsono itu dilaporkannya secara diam-diam ke Istana Presiden. Dipersilakannya suapa Istana menangkapnya sendiri. Jadi, Sudarsono dikhianatinya. Habibie tidak berbohong dengan mengatakan Suharto tidak pernah bohong, ia juga berbohong ketika mengatakan kepada Rachmawati Sukarno bahwa dirinya murid Sukarno dan pengagum Sukarno. Dahlan Ranuwiharjo mengatakan kalau Habibie murid atau pengagum Bung Karno, tentu ia memahami ajaran dan pemikirannya. Dahlan belum melihat ada indikasi seperti itu. Apa yang dilakukan Habibie belum sesuai dengan ajaran dan pemikiran Bung Karno. Jelasnya, menurut Dahlan, habibie berbohong, kalau ia mengatakan demikian, dalam perbuatan lain yang dilakukannya. Itulah ciri orang munafik. Lain yang dikatakan, lain yang dilakukan. Seseungguhnya apa yang hendak dituju Habibie dengan berbohong mengatakan mantan Presiden Suharto tidak pernah berbohong? Kolusi Habibie-Ghalib Berdasarkan pengalaman selama ini ia menjadi presiden, mudah diketahui bahwa tujuannya mengatakan "mantan Presiden Soeharto Tidak Pernah Berbohong," agar tidak ada alasan hukum untuk menuntut Suharto ke depan pengadilan. Dengan kata lain Habibie hendak mengatakan selama Suharto berkuasa 32 tahun, ia tidak pernah bohong baik dalam melakukan KKN untuk anak dan cucu-cucunya serta kroni-kroninya, juga dalam melakukan tindakan-tindakan yang inskonstitusional sebagai kosntitusional. Untuk menyelamatkan Suharto dari tuntutan pengadilan, maka ia mengadakan pembicaraan telepond engan Ghalib yang menghebohkan itu. Kesimpulan Jelas kiranya apa yang dikatakan Achmad Tirtosudiro bahwa Habibie calon terbaik untuk adanya kesinambungan reformasi, sesungguhnya adalah untuk menyembunyikan tujuan Habibie menjegal reformasi total atas nama reformasi, supaya Suharto terhindar dari tuntutan pengadilan. Habibie adalah calon atau "putra terbaik" untuk selamatnya Suharto dari tuntutan pengadilan, atas dosa-dosa yang diperbuatnya selama 32 tahun berkuasa. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html