Precedence: bulk Jurnal Penentuan Pendapat [01]: Ami Lian [Suara Kami] PROPAGANDA PEMERINTAH INDONESIA TAK AKAN MENGUBAH PIKIRAN RAKYAT Sudah dua puluh empat tahun kita berperang melawan ABRI. Musuh kita bukan Besi Merah Putih atau Aitarak atau kelompok milisi yang lain. Musuh kita juga bukan rakyat Indonesia. Musuh kita jelas: rezim penindas Indonesia dengan alat penindasnya, ABRI. Walaupun rakyat ditindas setiap hari, tapi mereka tahu apa yang menjadi pilihannya saat jajak pendapat nanti. Rakyat mengerti segala bentuk rekayasa yang dilakukan selama ini. Namun untuk selamat dari penindasan yang brutal ini, rakyat terpaksa menjadi anggota milisi. Kita lihat nanti ketika kampanye dimulai. Bila saatnya tiba, rakyat yang selama ini dipaksa menjadi anggota milisi akan bangkit dan bergabung dengan massa rakyat pro-kemerdekaan. Dan saat itu hanya ada dua pilihan bagi kelompok pro-otonomi. Mengaku dosa dan bergabung dengan kelompok pro-kemerdekaan atau tetap nekat berjuang serta siap menerima "sanksi" apa pun dari "majikannya", Indonesia. Sangat ironis, ketika sebagian rakyat Indonesia pun bangkit dan melawan penindasan pemerintah terhadap Timor Leste, justru sebagian kecil rakyat Timor Leste sendiri masih mau dimanipulasi oleh rezim penindas ini. Saat ini sudah lampu kuning bagi kelompok pro-otonomi. Sebentar lagi lampu merah buat mereka. Apa yang dilakukan oleh Sico Lopes saat ini adalah upaya putus asa dari kelompok pro-otonomi. Sico Lopes dan kawan-kawannya tahu bahwa jika rakyat menolak otonomi, maka akan tiba giliran bagi dia dan kawan-kawannya untuk "dihabisi" oleh ABRI. ABRI tidak merasa berkepentingan lagi untuk "memelihara" mereka. Rakyat sadar bahwa perang selama ini terjadi antara lain karena ulah orang oportunis seperti Sico Lopes dan kawan-kawannya itu. Belajar dari pengalaman masa lalu, maka kami tidak ingin terjebak lagi dalam permainan kotor mereka. Dua puluh empat tahun berjuang melawan penindasan Indonesia telah memberikan pelajaran berharga kepada kami. Kami siap memenangkan kemerdekaan Timor Leste lewat referendum mendatang. Indonesia tidak ingin menyebutnya referendum, tapi pada kenyataannya itu adalah sebuah referendum. Jika referendum ini bisa berjalan lancar dan demokratis, maka kami yakin bendera Timor Leste akan berkibar selamanya di puncak Gunung Ramelau. Tapi jika referendum berjalan kotor akibat manipulasi Indonesia dan dunia internasional tidak menghiraukannya, maka kami siap berperang dua puluh tiga tahun lagi. Kami merasa lebih siap jika harus meneruskan perjuangan ini dibanding pada saat invasi Indonesia, 1975. Tapi kami yakin setelah dua puluh empat tahun berjuang melawan penindasan Indonesia, masyarakat dunia semakin mengerti akan makna perjuangan kami. Karena itu, dunia tidak akan menutup mata kali ini jika terjadi kecurangan dalam referendum mendatang. Sebagai seorang pejabat pemerintah dan seorang ketua RT, saya tahu kehidupan rakyat sehari-hari. Rakyat mengalami banyak tekanan akibat siksaan ABRI, baik siksaan batin maupun fisik. Propaganda pemerintah mengenai pembangunan dengan cerita tentang jembatan-jembatan, gedung-gedung tinggi, jalan raya beraspal, dan cerita-cerita manis lainnya tidak akan pernah mengubah pikiran rakyat. Pada saatnya nanti, rakyat akan meneriakkan: Ukun Rasik An. (Tio Antonio) *** Seorang pedagang sayur yang keliling dari rumah ke rumah setiap hari. Ketika ditemui reporter Jurnal Penentuan Pendapat Rakyat Timor Timur mengenai proses jajak pendapat, dengan senang hati ia menjawab, "Jangan hanya para pimpinan saja yang didengar pendapatnya. Tapi, orang seperti saya yang hanya mampu berdagang sayur juga harus didengarkan," kata Pedro (sebut saja begitu). Kami kutipkan wawancara tersebut. Tanya: Apa tangapan Bapak sebagai penjual sayur tentang jajak pendapat yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus nanti ? Jawab: Kami hanya berpikir jual sayur dan yang penting sayur kami habis terjual. Kami tidak berpikir yang lain lagi. Karena mati atau hidup kami tetap berjualan sayur. Otonomi atau Merdeka kami akan tetap berjualan sayur. Tanya: Menurut Bapak apa pilihan yang terbaik bagi masyarakat Timor Timur? Jawab: Saya ingin memilih yang terbaik, karena masyarakat Timor Timur sudah menderita selama 24 tahun. Selama ini sudah banyak korban yang tewas, maka kami ingin hidup bebas. Maksud saya, kami bisa bebas pergi ke kampung atau ke mana saja. Jangan seperti sekarang ini. Kita lari ke sana dan ke mari dan hidup kami tidak tenang. Tanya: Apa yang Bapak harapan dari para pimpinan politik baik yang pro-integrasi dan pro-kemerdekaan? Jawab: Sebagai penjual sayur kami ingin hidup bebas dan aman. Kami tidak mau orang lain datang untuk mengganggu ketenangan hidup kami. Para pimpinan itu harus memikirkan hidup masyarakat, bukan memikirkan jabatan dan kekuasaan saja. Jangan melupakan kami, rakyat kecil yang tertindas. Saya tidak ingin ada bangsa lain yang menjajah kami terus-menerus.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html