Precedence: bulk


[DIREITO, No. 2/27 Juni '99]

BERATNYA TUGAS MENGUNGKAP FAKTA

(DIREITO UTAMA). Semenjak kedatangan UNAMET di Timor Timur, mereka telah
melakukan berbagai upaya dan pendekatan untuk mempersiapkan jajak pendapat.
Menurut mereka, situasi keamanan merupakan persoalan utama yang harus
dihadapi. Kerap kali, para anggota polisi UNAMET terjun langsung bersama
Polisi Indonesia untuk menangani masalah-masalah keamanan di lapangan.

Keaktifan UNANET ikut mengurusi masalah keamanan ternyata membuat pihak pro
integrasi tidak puas. Kenetralan mereka mulai dipermasalahkan. Protes-protes
keras pun dialamatkan ke UNAMET. Dalam pernyataan persnya tanggal 20 Juni
1999, FPDK menuduh para petugas UNAMET telah melakukan penggeledahan
terhadap rumah Lolomeli (54) di Kampung Vila, Desa Vaviquina, Kecamatan
Maubara, Liquica. Dalam pernyataan pers tersebut, FPDK mengatakan bahwa tim
UNAMET telah menggeledah rumah Nyonya Lolomei secara tidak beradab,
memporak-porandakan seisi rumah dan membuang bahan makanan ke lantai.

FPDK juga mengatakan bahwa semenjak kehadiran UNAMET di Timor Timur, tindak
kekerasan terhadap kelompok pro Integrasi meningkat. Pernyataan ini merujuk
pada penghancuran kaca mobil dua pemimpin pro-Integrasi, Chico Lopes dan
Abilio Soares seusai upacara pengibaran Bendera UNAMET di Gedung BPG, Dili.
UNAMET juga telah dituduh memihak pro kemerdekaan karena tindakannya
memprotes tindak kekerasan yang dilakukan oleh ABRI dan milisi pro integrasi.

Namun penyataan tersebut dibantah keras oleh UNAMET, dengan mengatakan bahwa
tuduhan-tuduhan itu tidak benar. Dalam pernyataaqn pers yang dikeluarkan
tanggal 22 Juni, UNAMET menyatakan FPDK dan KPS telah menyebarkan informasi
yang palsu tentang kejadian penggeledahan di rumah nyonya Lolomei di
Vaviquina, Liqui 19 Juni 1999. Menurut penjelasan UNAMET, operasi
penggeledahan tersebut telah dilakukan bersama oleh polisi Indonesia dan
Polisi UNAMET. 

UNAMET juga membantah pernyataan FPDK bahwa penggeledahan itu dilakukan oleh
5 orang polisi UNAMET yang terdiri dari 3 perempuan dan 2 laki-laki. Dalam
pernyataan persnya UNAMET menjelaskan bahwa penggeledahan itu dilakukan oleh
seorang polisi UNAMET bersama lebih dari 6 anggota polisi Indonesia.
Penggeledahan itu juga dilakukan sesudah mendapatkan izin dari pemilik
rumah. Bukan tanpa ijin sebagaimana dituduhkan oleh FPDK.

Menyusul aksi tuduh-menuduh dengan UNAMET, tanggal 22 Juni FPDK melakukan
teror terhadap Aniceto Guterres, direktur Yayasan HAK. Dalam pembicaraan
telepon dengan Aniceto, salah seorang anggota FPDK yang juga PR II UNTIM,
Natalino Monteiro menuduh Yayasan HAK telah memfitnahnya. Menurut Natalino,
berita Kompas menyangkut dirinya yang dikutip dari Yayasan HAK adalah tidak
benar, dan hanya merupakan fitnah belaka. 

Setelah dikonfirmasi, ternyata berita Kompas (22/6) hanya memuat pernyataan
pers Yayasan HAK sehari sebelumnya menyangkut situasi HAM terakhir di Timor
Timur. Sedangkan nama Natalino sama sekali tidak disebutkan. Menyusul
pembicaraan telepon tersebut, seorang staf Yayasan HAK juga menerima telepon
dari FPDK yang meminta Aniceto melapor ke FPDK. "Suruh bapak Aniceto melapor
ke FPDK. Kalau tidak dia akan dijemput," gertak si penelepon itu.

Menanggapi tuduhan dan teror tersebut, Aniceto mengatakan, "Jika ada yang
merasa dirugikan dengan laporan-laporan Yayasan HAK, silakan saja
dipersoalkan. Tetapi harus lewat cara-cara yang legal. Silakan ajukan
Yayasan HAK ke Pengadilan. Yayasan HAK siap mempertanggungjawabkan validitas
data-data yang dimuat dalam laporannya. Masyarakat akan bersaksi terhadap
kebenaran data-data itu". Yayasan HAK dapat mengajukan saksi-saksi untuk
membuktikan kebenaran data-data tersebut. "Asalkan saksi-saksi tersebut
dijamin keamanannya, bukan malah dihabisi", lanjut Aniceto.

Teror dan intimidasi memang bukan merupakan hal baru bagi Yayasan HAK dan
Aniceto Guterres. Sejak mulai dibentuk milisi di Timor Timur, rumah Aniceto
telah beberapa kali ditangi oleh orang-orang bersenjata tak dikenal pada
malam hari. Yayasan HAK juga beberapa kali menerima telepon dari orang tak
dikenal, yang mengancam akan menyerang. "Kami siap menyerahkan kepala kami
untuk dipenggal demi membela hak-hak azasi manusia, tanpa diskriminasi,"
kata salah seorang staf Yayasan HAK. ***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to