Precedence: bulk


[DIREITO, No. 2/27 Juni '99]

DITUDUH CNRT, RAKYAT DIPERAS

(DAERAH). Di Ermera, rakyat jadi korban pemerasan. Mereka dituduh terlibat
CNRT dan Falintil, lalu dipaksa membayar uang, menyerahkan hasil bumi dan
ternaknya.

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Ungkapan itu cocok untuk menggambarkan
penderitaan penduduk kecamatan Hatolia dan Railaco, Kabupaten Ermera. Ketika
aksi kekerasan merebak di dua kecamatan penghasil kopi ini, prajurit TNI dan
anggota milisi memanfaatkan kesempatan memeras warga. Beberapa warga yang
berhasil lari ke Dili menuturkan bahwa sejak April 1999, sejumlah prajurit
BTT 143 dan Koramil setempat, bersama anggota milisi pro-integrasi melakukan
tindak kekerasan dan pemerasan. "Setiap hari kami wajib menyediakan satu
sampai lima kilogram kopi, baik bubuk maupun yang baru dipetik, untuk
diserahkan ke pos tentara dan milisi. Setiap saat milisi yang dikawal
tentara datang mengecek apakah kami sudah menyerahkan kopi atau belum,"
ungkap salah seorang korban dari Railaco kepada Direito. 

Warga tidak punya pilihan. "Kalau menolak, kami ditangkap lalu disiksa dan
dituduh mendukung Falintil," ujarnya. Salah seorang temannya diculik dan
sampai sekarang belum kembali. Menurut anggota BTT kopi itu harus diserahkan
sebagai ganti atas kegiatan mendukung Falintil atau gerakan pro-kemerdekaan.
Tapi nyatanya setelah menyerahkan kopi pun mereka tetap menjadi sasaran
teror dan intimidasi. Berulangkali mereka diingatkan agar memilih otonomi,
dan jika tidak maka akan dibunuh. "PBB tidak tahu karena setelah jajak
pendapat nanti PBB sudah tidak ada lagi di Timor Timur," katanya menirukan
ucapan anggota TNI. 

Dapat dibayangkan betapa menderitanya penduduk sipil di wilayah itu. Kopi
sebagai satu-satunya komoditi dan sumber penghidupan rakyat kecil malah
dijarah dan diperas habis. Rasanya belum cukup dengan tunjangan-tunjangan
untuk Timor Timur. Diduga kopi hasil rampasan dari penduduk kecil itulah
telah dijual. Sebagian hasilnya dipakai untuk beli rokok. 

Selain pemerasan kopi hasil usaha rakyat, penjarahan juga terjadi dalam
bentuk-bentuk lain. Tapi yang jelas dan benar terjadi adalah tentara dan
milisi setiap hari jika tidak mengintimidasi rakyat ya merampas kekayaan
milik penduduk kecil yang tidak berdaya. Itu belum terhitung dengan misalnya
saat dilakukan operasi. Biasanya tentara mengatakan operasi untuk mencari
Falintil yang disembunyikan warga. Setiap rumah penduduk digeledah dan
diperiksa. Ada saja barang milik warga yang dibawa pergi, seperti televisi,
radio, tape atau apa saja yang dapat dijual. Oleh karena itu, saat ini kami
yang memiliki barang-barang seperti itu mencoba memindahkannya ke tempat
aman di keluarga yang lain. Dari pada diambil orang lebih baik diamankan dulu. 

Salah satu pengurus CNRT Cabang Ermera yang mendatangi dapur redaksi Direito
menuturkan bahwa mereka yang diketahui menjadi anggota CNRT diwajibkan untuk
menebusnya dengan menyediakan uang minimal setiap orang sebesar Rp 750.000.
Paling berat adalah para pengurusnya, selain itu mereka juga harus
menyediakan satu ekor kerbau dan kambing untuk diserahkan kepada Pos BTT.
Kerbau dan kambing itu kemudian dipotong oleh milis-milisi untuk berpesta
ria bersama-sama di pos BTT dan dianggap sebagai pesta kemenangan. Dalam
acara makan itu anak gadis desa secara paksa diangkut untuk berdansa
sekaligus menjadi pacar para tentara dan milisi, dan sesekali  digauli jika
menolak akan ditebus dengan nyawa. Di Desa Samalete, Kecamatan Railaco
seorang anak gadis diperkosa secara paksa oleh Bimpolda Desa Samalete.

Peristiwa biadab itu menyimpa korban saat tentara dan milisi mengadakan
pesta sehabis kampanye Golkar di Desa Railaco Leten. Sebagian warga yang tak
tahan dengan semua peritiwa itu hanya diam seribu basa. Dan sebagai usaha
penyelematan dirinya, mereka melarikan diri ke Dili melalui hutan belantara.
Membawa serta keluarga dan ada yang terpaksa meninggalkan keluarga mereka di
sana. Yang tidak ke Dili dengan terpaksa harus merelakan diri untuk
bergabung dengan milisi pro Integrasi. Tentu saja ada yang terpaksa
bergabung dengan milisi karena tidak ada pilihan lain kecuali harus
melakukan semua perintah anggoa BTT dan milisi-milisi. Disuruh bunuh orang,
harus bunuh, karena tidak mau dibunuh. 

Suatu pilihan yang sangat sulit untuk memecahkan persoalan pemerasan kopi
dan uang sebagai tebusan dosa-dosa rakyat karena dituduh berhubungan dengan
Falintil. Dan segala bentuk kekerasan kriminal dari anggota BTT dan milisi
pro Integrasi di Ermera, khususnya di kecamatan Hatulia dan Railaco,
saksi-saksi itu mengharapkan agar PBB atau pihak mana saja harus segera
menekan para pelaku untuk segera menhentikan aksi mereka. Jika tidak
dilakukan maka tak lama lagi warga dua kecamatan itu akan mengalami bencana
kemanusiaan yang tragis. "Tentara dan milisi di sana sama sekali tak
berperikemanusiaan. Mereka itu akan berbuat apa saja sesuai keinginan
mereka". Karena itu adalah pilihan terakhir. Otonomi luas mentah-mentah
ditolak oleh rakyat secara  militan. ***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to