Precedence: bulk


GOLKAR TERANCAM DISKUALIFIKASI

        JAKARTA, (SiaR, 4/8/99). Terungkapnya skandal Bank Bali membuat
Partai Golongan Karya (Golkar)  terancam didiskualifikasi dari proses Pemilu
1999. Sebab hasil persengkongkolan di Bank Bali dipakai untuk dana politik
Golkar dalam pemenangan Pemilu maupun tim sukses pencalonan Habibie.

        "Dalam praktek yang wajar, tidak pernah ada fee untuk penagihan
utang sebesar 550 milyar. Itu jelas dipakai untuk kegiatan Golkar," kata
seorang pengamat ekonomi.

        Desakan kuat untuk segera mendiskualifikasi Golkar tersebut datang
dari sejumlah kalangan di masyarakat. Bahkan Sekjen PAN Faisal Basri,
menuntut Habibie mengundurkan diri karena bertanggung jawab atas skandal
money politics Golkar tersebut.

        "Setelah di BTO (bank take over) oleh pemerintah, maka Bank  Bali di
bawah pengawasan BPPN. Dan BPPN itu ada tiga bosnya, yakni Menkeu, Menko
Ekkuin, dan Presiden," kata Faisal dalam Diskusi ekonomi di CSIS, Selasa
(3/8/1999).                                    

        Seperti dalam pemberitaan SiaR sebelumnya, skandal Bank Bali ini muncul
lantaran ada dugaan praktek money politics yang dilakukan Golkar melalui
keterlibatan pengurus Golkar di dalamnya. Ceritanya, Bank Bali memiliki dana
(pinjaman antarbank) Rp 3 trilyun yang tersangkut di bank-bank terlikuidasi
seperti  Bank Bira, BDNI, dan BUN. Namun meski dilikuidasi, Bank Bali masih
berhak atas dana itu karena dijamin oleh Bank Indonesia. Konon waktu itu
Satya Novanto, wakil bendahara Partai Golkar yang mengaku sebagai Direktur
dan Candra menawarkan kepada Bank Bali menawarkan jasa untuk mencairkan dana
itu. Satya Novanto dan Joko Candra kemudian mendekati Pande Lubis anggota
BPPN yang memang antara lain bertugas mengurusi penjaminan bank. Pande
memang dikenal dekat dengan Menneg PBUMN Tanri Abeng.

        Hasilnya, tanggal 2 Juni 1999, Bank Bali menerima dana sekitar Rp
900 milyar. Tapi hari berikutnya (3/6) terjadi transkasi uang keluar dari
Bank Bali sebesar Rp 550 milyar, yang disetorkan ke Satya dan Candra melalui
Bank BNI dengan nilai Rp 120 milyar, sisanya sebesar Rp 430 berupa tiga
lembar cek melalui bank lain. Konon setoran itu sebagai fee atas jasa
pencairan. 

        "Pasti ada intervensi. Kalau memang oknum BPPN yang terlibat,
apalagi untuk money politics, harus dijelaskan. Habibie sebagai
penanggungjawab harus mundur," kata Faisal Basri.

        Belakangan diketahu, EGP perusahaan penagih utang yang disebut Setya
Novanto sebagai Investmen Company, ternyata akal-akalan. Sebab ketika
ditanya mengenai dimana dan nomor telepon kantornya, Satya gelagapan
menjawabnya. "Saya lupa persisnya. Nanti, nanti saja soal itu," katanya
ketika Jumpa pers di Hotel Mulia, Selasa (3/8).***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to