Precedence: bulk Yayasan HAK KOMITE UNTUK JAJAK PENDAPAT YANG BEBAS DAN JUJUR Jl Gov Serpa Rosa T-095 Farol, Dili Barat TIMOR LOROSAE Tel (0390) 323-213 Facs (0390) 323-214 [EMAIL PROTECTED] LAPORAN KOMITE NO. 2 PELANGGARAN TERHADAP PROSES PENDAFTARAN JAJAK PENDAPAT 26 JULI 1999 Proses pendaftaran jajak pendapat telah dimulai pada tanggal 16 Juli 1999. Puluhan ribu orang dikabarkan telah mendaftar di 200 tempat pendaftaran yang tersebar di seluruh Timor Lorosae. Pihak UNAMET sejauh ini menilai proses pendaftaran berlangsung dengan baik dan lancar. Bagaimanapun, Komite mencatat berbagai pelanggaran serius, yang dapat menghalangi berlangsungnya jajak pendapat yang bebas dan jujur pada bulan Agustus mendatang. Laporan ini merupakan evaluasi terhadap sepuluh hari pertama proses pendaftaran (16-26 Juli 1999), berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh jaringan pemantauan Komite di 13 kabupaten dan pertemuan dengan staf UNAMET serta perwakilan organisasi non-pemerintah dan lembaga pemantauan lainnya di Timor Lorosae. Dalam laporan ini terlihat bahwa salah satu masalah terbesar adalah kehadiran milisi pro-otonomi yang seringkali mengganggu kelancaran proses pendaftaran, baik dengan cara menghalangi masyarakat yang hendak mendaftar, memberi informasi yang keliru, atau menghalangi pembukaan pos pendaftaran. Teror dan intimidasi juga terus berlanjut yang membuat masyarakat tetap hidup dalam kondisi terancam dan ketakutan. Pengamatan di lapangan juga memperlihatkan bahwa di berbagai tempat ada pihak yang tidak menginginkan jajak pendapat berlangsung atau dengan kata lain menentang kesepakatan New York tanggal 5 Mei 1999 antara pemerintah Indonesia dan Portugal. Pendaftaran Ilegal dan Paksa Menurut kesepakatan 5 Mei 1999, seluruh proses persiapan dan pelaksanaan jajak pendapat, termasuk pendaftaran yang dimulai tanggal 16 Juli 1999, dilakukan oleh UNAMET. Namun, di beberapa tempat terjadi pendaftaran ilegal oleh aparat TNI dan milisi. Di Bobonaro anggota Kodim 1636 Serda Domingos dos Santos (45 tahun) dan anggota milisi Dadarus Merah Putih Paulus Pereira dan Domingos Soares, melakukan pencatatan nama warga di setiap rumah sambil mengancam agar penduduk memilih otonomi luas. Mereka yang menolak didaftar dituduh pendukung kemerdekaan dan diancam akan ditangkap lalu dibunuh. Hal serupa terjadi desa Beikala dan Leolima, Kecamatan Hatu-Udo, Ainaro. Pada tanggal 10 Juni 1999, milisi Mahidi pimpinan Cancio Lopes de Carvalho melakukan pendaftaran semua penduduk sebagai calon pemilih otonomi luas. Di desa Leolima, pendaftaran ilegal itu dilakukan oleh Cesario Tilman, seorang anggota TNI yang juga menjabat sebagai kepala desa setempat. Penduduk yang sudah 'didaftar' itu kemudian dilarang mendaftar jika UNAMET membuka pos pendaftaran resmi. Di kabupaten Dili, pendaftaran gelap ini juga dilakukan langsung oleh aparat pemerintah. Pada tanggal 27-28 Juni 1999, Kepala Desa Comoro Victorino dos Santos membagikan 'formulir' kepada ketua RT dan RK, untuk mendaftar penduduk. Mereka yang telah didaftar kemudian dianggap sebagai pendukung otonomi luas. Manipulasi Informasi Di beberapa tempat ditemukan bukti-bukti bahwa para pejabat pemerintah daerah memberikan informasi yang keliru terhadap penduduk, yang berakibat terganggunya proses pendaftaran. Di kecamatan Balibo, Bupati Bobonaro Guilherme dos Santos memerintahkan Camat, Komandan Koramil, Kapolsek dan pimpinan milisi setempat agar memaksa penduduk melakukan pendaftaran hanya dengan membawa KTP saja. Penduduk diminta tidak menunjukkan dokumen lain. Dan jika petugas UNAMET menolaknya, maka penduduk diminta untuk pulang ke rumah dan tidak mendaftar. Sementara itu di Suai, Bobonaro dan Ermera, jaringan pemantau komite berulangkali mendengar ceramah dari pejabat setempat yang mengatakan bahwa jajak pendapat tidak perlu karena kesepakatan 5 Mei 1999 pada dasarnya sudah mensahkan otonomi luas. Di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh arus informasi, manipulasi ini berakibat salah paham yang sangat mengganggu kelancaran proses jajak pendapat. Penduduk Dihalangi untuk Mendaftar Dari sekian jenis pelanggaran, yang paling mencolok adalah upaya pejabat pemerintah daerah, TNI dan milisi untuk menghalangi warga yang hendak mendaftar. Tanggal 16 Juli 1999, di desa Beikala, kecamatan Hatu-Udo, Ainaro, kepala desa Jesito Neves mengusir penduduk desa tersebut yang hendak mendaftar. Mereka yang akan mendaftar juga diancam akan ditangkap kemudian dibunuh oleh kepala desa. Di Same Kota, kabupaten Manufahi, sejak hari pertama pendaftaran, milisi ABLAI (Aku Berjuang Lestarikan Amanat Integrasi) pimpinan Nazario Vital Cortereal melakukan penjagaan di sudut-sudut jalan menuju tempat pendaftaran. Penduduk yang datang mendaftarkan diri diancam akan ditangkap dan dibunuh setelah UNAMET pergi dari Timor Lorosae. Di samping ancaman terhadap penduduk, ada juga upaya untuk menghalangi masyarakat melengkapi syarat-syarat pendaftaran yang ditetapkan oleh UNAMET. Di depan pasar Debos, Suai, tanggal 17 Juli 1999, dua orang anggota milisi Laksaur Merah Putih pimpinan Egidio Manek dan Hendrikus Mali melarang penduduk ke gereja untuk mengambil cedula, certidao batismo dan certidao casamento. Anggota milisi mengatakan KTP adalah satu-satunya syarat yang diperlukan untuk mendaftar. Seperti di tempat-tempat lainnya, masyarakat yang telah mendaftar pada UNAMET diancam akan diculik pada malam harinya untuk disiksa dan kemudian dibunuh. Pada tanggal 18 Juli 1999, lima orang warga Rukun Kampung Urletoho/Poetete, di kabupaten Ermera, dihadang oleh anggota milisi ketika pulang dari tempat pendaftaran. Kartu pendaftaran yang baru saja mereka peroleh yang harus mereka bawa pada saat pemungutan suara nanti, dirobek oleh milisi. Penggalangan Calon Pemilih Gelap Ketentuan tentang siapa saja yang memiliki hak pilih sesungguhnya membuka peluang terjadinya manipulasi. Sejak akhir bulan Juni telah beredar berita bahwa di beberapa daerah akan dilakukan penggalangan calon pemilih gelap yang didatangkan dari NTT. Di beberapa tempat, jaringan pemantau Komite menemukan sejumlah calon pemilih gelap yang berhasil dihalau oleh UNAMET. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa penggalangan calon pemilih gelap ini bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari upaya yang sistematis untuk mengacaukan proses jajak pendapat. Pada tanggal 22 Juli 1999, pukul 10.00-11.00 Pemda Tingkat II Bobonaro mengadakan rapat yang dihadiri oleh Bupati Bobonaro Guilherme dos Santos, para pejabat Pemda Tingkat II lainnya, serta semua Camat serta Kepala Desa di kabupaten tersebut. Menurut laporan, rapat itu membahas usaha untuk menggalang sekitar 10.000 warga Belu (yang bukan berasal dari Timor Lorosae) untuk dibawa ke perbatasan, khususnya Batugade, Balibo dan Memo, guna mengikuti jajak pendapat mendatang. Untuk keperluan itu Pemda juga akan menyiapkan dokumen identitas seperti KTP dan menyiapkan transportasi pada saat pemungutan suara nanti. Rencana ini akan dilaksanakan pada akhir bulan Juli 1999. Rencana seperti ini sudah mulai disusun jauh sebelum jajak pendapat dimulai, bahkan sebelum keputusan 5 Mei 1999 dibuat. Pada tanggal 20 April 1999, milisi Sakunar (Kalajengking) pimpinan Simão Lopes mengadakan rapat di desa Cunha, kecamatan Pante-Macassar, kabupaten Ambeno. Rapat itu membahas rencana membawa orang-orang dari kabupaten SoE, NTT, ke Oe-Cusse untuk mengikuti jajak pendapat. Alasannya pada tahun 1942 ada sejumlah besar orang Timor Lorosae yang mengungsi ke NTT, dan sekarang anak cucunya harus kembali ke Oe-Cusse untuk mengikuti jajak pendapat. Menurut rencana, warga NTT ini akan didaftarkan di kecamatan Nitibe, Passabe, Oesilo dan Pante-Macassar. Situasi Keamanan Masalah keamanan sampai saat ini masih memprihatinkan. Keadaan di Dili, dan beberapa kota besar lainnya di wilayah Timur memang relatif membaik, tapi di daerah pedesaan yang terpencil teror dan intimidasi masih terus mengiringi kehidupan masyarakat. Teror dan intimidasi yang dilakukan oleh TNI, Polri, milisi pro-otonomi dan pejabat pemerintah daerah, memaksa puluhan ribu orang meninggalkan tempat tinggalnya. Di desa Fahi Soi, kecamatan Lequidoe, kabupaten Aileu, 97 orang penduduk terpaksa mengungsi ke Dili sejak tanggal 9 Juli 1999, karena teror dan intimidasi dari unsur FPDK Aileu, Koramil Lequidoe, Polsek Lequidoe, Pos BTT 301 Aileu, Pam Swakarsa. Walau disebut relatif lebih aman, kabupaten Dili tidak luput dari aksi teror dan intimidasi. Pada tanggal 20 Juli 1999, penduduk kampung Naularan, desa Fatuhada, kecamatan Dili Barat melaporkan bahwa sekitar pukul 23.00, ada 11 orang bersenjata melakukan teror di kampung tersebut. Seorang warga mendengar letusan senjata api dari arah perumahan BTN Fatuhada. Menurut laporan warga yang lain, gerombolan bersenjata yang berpakaian preman (bercelana pendek) itu mencari seorang pemuda berambut panjang di daerah tersebut. Sementara itu pada tanggal 22 Juli 1999, sekitar pukul 08.30 terjadi penangkapan terhadap Alexandro Soares Martins oleh milisi Aitarak di Mercado Lama, Dili. Korban dibawa ke sebuah bangunan tua dan selanjutnya dipukul serta dicaci-maki di bawah todongan senjata api dan senjata tajam. Sebelum dibebaskan, korban diancam agar tidak melaporkan penyiksaan itu kepada CNRT, UNAMET maupun pihak lainnya. Masalah Pengungsi Internal dan Tahanan Saat ini diperkirakan ada sekitar 30.000 sampai 50.000 pengungsi internal di seluruh Timor Lorosae, akibat teror dan intimidasi yang berlangsung sejak bulan Januari 1999. Ada beberapa masalah serius yang berkaitan dengan proses pendaftaran jajak pendapat ini. Diperkirakan sejumlah besar orang kehilangan kartu identitas atau bukti-bukti lainnya karena tempat tinggal mereka dibakar. Bagi mereka yang sempat membawa kartu identitas ada kesulitan untuk mendaftar di tempat penampungan karena situasi yang tidak aman sehingga tidak dapat memilih dengan bebas. Jaringan pemantau yang berkunjung ke tempat-tempat penampungan juga melaporkan keinginan masyarakat untuk memilih di tempat asalnya bersama-sama warga yang lain. Warga kecamatan Alas misalnya yang telah mengungsi ke Dili sejak bulan November tahun lalu memberitahu jaringan pemantau bahwa mereka tidak akan kembali ke tempat asal sebelum ada jaminan keamanan dan warga yang mengungsi ke tempat lain telah kembali ke tempat asalnya. Kondisi di tempat pengungsian juga sangat memprihatinkan. Komite sering mendapat laporan tentang warga yang meninggal dunia akibat kondisi kesehatan yang makin memburuk. Di beberapa wilayah, masyarakat yang mengalami teror dan intimidasi melarikan diri ke hutan dan daerah pegunungan yang jauh letaknya dari pos-pos pendaftaran, dan dikhawatirkan bahwa mereka tidak dapat menggunakan hak pilihnya seandainya tidak mendapat perhatian khusus dari UNAMET. Sementara itu kesulitan juga dihadapi oleh para tahanan dan narapidana, baik karena kasus politik maupun kriminal. Sampai sekarang tidak ada kejelasan tentang mekanisme pendaftaran untuk mereka. Menurut penyelidikan Komite, jumlah mereka keseluruhan mencapai 300 orang, yang tersebar di dalam maupun luar Timor Lorosae. Kesimpulan dan Rekomendasi Fakta-fakta di atas memperlihatkan masih adanya usaha berbagai pihak untuk menggagalkan proses jajak pendapat, atau setidaknya mempersulit pelaksanaan jajak pendapat yang bebas dan jujur. Melihat banyaknya kasus pelanggaran di berbagai daerah yang berlainan, maka patut diduga bahwa kasus-kasus itu bukanlah insiden, melainkan bagian dari upaya yang direncanakan dan berlangsung secara sistematis. Upaya ini jelas bertentangan dengan kesepakatan 5 Mei 1999 di New York antara pemerintah Indonesia dan Portugal, dan sudah sepatutnya semua pihak yang berwenang mengambil tindakan untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran tersebut. Komite juga menyesalkan bahwa Komisi Perdamaian dan Stabilitas (KPS) serta P3TT, yang seharusnya dapat membantu melancarkan pelaksanaan jajak pendapat ini, belum mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi berbagai persoalan yang disebutkan di atas. Khusus mengenai proses pendaftaran, Komite mengusulkan agar: · UNAMET memperkuat pengamanan di pos-pos pendaftaran, bukan hanya bagi staf UNAMET tapi juga bagi warga yang melakukan pendaftaran. Untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau dan situasi keamanannya masih sangat buruk, seperti daerah-daerah terpencil atau tempat penampungan pengungsi, UNAMET sebaiknya membuat pos pendaftaran keliling. · UNAMET agar memastikan bahwa semua calon pemilih yang memenuhi syarat dan berniat mendaftarkan diri dapat melaksanakannya tanpa gangguan. Khusus untuk pengungsi internal dan para tahanan serta narapidana, UNAMET hendaknya menciptakan mekanisme agar mereka dapat menggunakan hak pilihnya. · UNAMET memperkuat penyaluran informasi kepada masyarakat Timor Lorosae, khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil dan tempat penampungan pengungsi. Penyaluran informasi ini hendaknya mempertimbangkan bahwa selama ini berbagai pihak telah melakukan manipulasi yang membingungkan masyarakat. · Komisi Pemilihan (Electoral Commission) yang ditunjuk oleh Sekjen PBB agar sungguh-sungguh memperhatikan berbagai wilayah khususnya di bagian barat Timor Lorosae, di mana banyak terjadi pelanggaran, manipulasi dan kecurangan. · Sekjen PBB agar melaksanakan butir resolusi kepada Dewan Keamanan PBB, yang mengatakan akan menindak tegas semua pelaku pelanggaran tanpa terkecuali. Dili, 26 Juli 1999 Aderito de Jesus Soares Aniceto Guterres Lopes Juru Bicara Direktur Yayasan HAK ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html