Precedence: bulk PROFIL PEMBOBOL BANK BALI JAKARTA (SiaR, 6/8/99), Nama Setya Novanto tiba-tiba menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia karena merupakan satu-satunya dan yang pertama kali sebagai penerima upah paling besar dalam dunia jasa penagihan utang. Lepas untuk kepentingan pribadi atau untuk Tim Sukses Habibie, yang jelas perusahaannya, PT Era Giat Prima telah mendapatkan upah Rp 550 milyar dari sekitar Rp 904 milyar piutang Bank Bali yang berhasil ia uangkan dari sejumlah bank renanannya. Nama Setya Novanto sebenarnya bukan orang baru di dunia bisnis. Di jaman Soeharto masih jaya, ia dikenal dekat dengan kroni Soeharto, Sudwikatmono dan Tutu Hardiyanti Indra Lesmana. Novanto perlahan-lahan dipercaya memegang sejumlah perusahaan milik Sudwikatmono dan Mbak Tutut. Bersama Tanri Abeng dan Riant Nugroho (wartawan Jakarta-Jakarta), ia menyusun buku "Manajemen Presiden Soeharto" yang merupakan kumpulan pemikiran para menteri dan pengusaha. Ia juga yang menjadi ketua Yayasan Bina Generasi Bangsa, penerbit buku tersebut. Maksudnya, apalagi kalau bukan untuk membangun "jalan tol" bagi akses ke keluarga Cendana. Tidak heran bila Novanto tercatat sebagai konglomerat baru dengan mengendalikan lebih dari 14 perusahaan -- dari resor, real estate, kafe, hingga kawasan industri -- yang masih ada hubungannya dengan keluarga Cendana. Dan, yang paling membuat ia menjadi sukses saat memegang PT Citra Permatasakti Persada (CPP) milik Mbak Tutut. Dengan PT CPP yang mengelola surat izin mengemudi (SIM) swasta di Polri ini ia banyak mendapat untung. Sebab dari biaya sebesar Rp 52.500 untuk membuat SIM, perusahaannya mendapat Rp 48 ribu. Sementara sisanya Rp 4.500 untuk Polri. CPP hanya bermodal komputer sedangkan fasilitas lainnya milik Polri. Dan mendirikan PT Selulindo Mitra Sejati menggarap komputerisasi KTP dan data kependudukan secara on line dengan investasi sebesar Rp 96 milyar. Di panggung politik, Setya merupakan kader Hayono Isman di Kosgoro. Dan konon, dalam mengenal politik pun karena Hayono. Bahkan dalam setiap pertemuan dengan wartawan, Novanto tidak pernah malu untuk mengakui bahwa ia dulunya adalah tukang cuci mobilnya Hayono Isman. Tapi setelah keluarga Mas Isman membawanya dari Surabaya dan memindahkan sekolahnya dari Universitas Petra Surabaya ke Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta nasib Setya Novanto menjadi lebih baik. Belakangan hubungan Novanto dengan Hayono Isman mulai retak. Konfliknya mulai ketika Novanto menjabat Ketua Umum Bamuhas Kosgoro menentang keras kebijakan dari Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro dan tidak lagi mendukung Golkar. Novanto menuduh Hayono Isman berada di balik kebijakan agar Kosgoro berpisah dari Golkar itu. Hayono akhirnya mendesak Novanto mundur dan memecat Anton Lesiangi, penasihat politik Novanto. Belakangan, diketahui Anton bersama-sama Setya Novanto mendirikan EGP dan membobol Bank Bali. Ketika pembentukan Kabinet pembangunan VI, Setya Novanto sempat disebut-sebut sebagai calon menteri. Selain dekat dengan anak sulung Soeharto, ia juga dianggap bisa mewakili Kosgoro. Tapi sejarah menentukan lain. Setya tak jadi menteri. Namun berkat loyalitasnya terhadap Golkar, ia kini sebagai wakil Bendahara Golkar sekaligus Ketua Korwil IV yang membawahi Timor Timur. Selain itu ia juga menjabat Bendahara Umum KONI Pusat. Pengusaha kelahiran 12 November 1955 ini juga menjadi caleg nomor jadi dari Timor Timur. Buku "Manajemen Presiden Soeharto" yang ditulis sejumlah menteri pendukung "berat" Soeharto dan sejumlah tokoh masyarakat itu tak lebih cuma puja-puji pada keberhasilan Soeharto dalam mempertahankan status quo dan tak ada argumentasi secuil pun yang menyangkut praktek manajemen modern. Para penulis buku tersebut, yang merupakan alumni penerima beasiswa Supersemar, mencuat namanya berkat tayangan diskusi bersambung di stasiun tv milik Mbak Tutut, TPI. Buku tersebut kemudian dijadikan bacaan wajib beli bagi seluruh jajaran pemda dan sekolah.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html