Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 27/II/8-14 Agustus 99
------------------------------

PEMBANGKANGAN

(LUGAS): Aceh bagaikan mati. Nyaris tak ada denyut kehidupan di hampir semua
sudut Serambi Ma'kah itu. Tak ada angkutan umum yang lalu lalang, tak ada
kegiatan bisnis, tak ada kehidupan normal di Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie
dan Lhokseumawe. Yang ada hanya kebisuan.

Sama sekali ini bukan bentuk ketakutan atas teror yang setiap hari
menghantui mereka. Justru ini adalah sikap paling berani yang dimiliki
sebuah masyarakat beradab. Sebuah penolakan terhadap kekerasan dengan jalan
anti-kekerasan. Sebuah bahasa universal yang pernah mewarnai perjuangan
bersejarah di berbagai belahan dunia. Sebuah "pembangkangan sipil" (civil
disobedience).

Tak ada yang mengada-ada dari tuntutan rakyat Aceh, yang disampaikan lewat
27 organisasi mahasiswa, pelajar dan LSM Aceh, pertengahan Juli lalu:
Dibatalkannya pembentukan Kodam Aceh; Penarikan pasukan non-organik dan;
Penarikan Pasukan Pengendali Rusuh Massa (PPRM) dari bumi Aceh. Tuntutan
minimal yang disampaikan karena sudah muak dengan penangkapan secara
sewenang-wenang, penembakan misterius yang merajalela, pembakaran fasilitas
umum dan upaya provokasi. Rakyat selalu jadi korban.

Apa yang didapatkan rakyat Aceh bukanlah jawaban penyelesaian masalah.
Protes rakyat justru ditanggapi dengan penambahan 7.000 anggota PPRM -dari
25.000 yang sudah ada-, rencana pembentukan Kodam baru dan janji-janji
politik dari pemerintah yang telah bertumpuk-tumpuk dan membosankan.
Kekhawatiran (baca: ketakutan) berlebihan pemerintah pusat terhadap situasi
keamanan, justru membuat situasi menjadi bertambah buruk. Penderitaan rakyat
menjadi makin besar justru ketika militer datang ke Aceh dalam jumlah lebih
besar.

Dengan nurani dan pikiran yang membatu, bagaimana mungkin mengharapkan good
will dan political will pemerintah pusat untuk selesaikan persoalan Aceh
dengan cara beradab? 

Padahal, sikap tak mau mengakui keberadaan semua pihak yang terlibat di Aceh
-termasuk GAM-, adalah sebuah ketololan. Sebab, itu berarti menutup pintu
bagi sebuah dialog yang jujur, yang tidak memaksakan terus-menerus persepsi
pusat dalam melihat persoalan daerah. Selama kepongahan dan ketololan ini
masih terus dipelihara, protes damai dijawab dengan penambahan tentara,
silakan menunggu buah berikut dari bibit-bibit perlawanan rakyat. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke