Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 43/II/28 Nopember-4 Desember 99
------------------------------

MENGUJI TARING KOMISI HAM

(POLITIK): Komisi Penyelidik Pelanggran HAM (KPP-HAM) bentukan Komnas Ham
telah menemukan sejumlah bukti keterlibatan tentara dalam pembumihangusan
Timtim. Beranikah Gus Dur menolak kopromi tentara?

Sebuah dokumen intelijen Australia baru-baru ini beredar di Canbera. Dokumen
ini bukanlah sembarangan dokumen. Tapi dokumen yang mengungkapkan
keterlibatan TNI dalam menyusun aksi teror terhadap masyarakat sipil di
Timor Timur. "Militer Indonesia dan Polisi hanya menonton saat milisi
membunuh 45 orang dalam tragedi yang dikenal dengan sebutan Pembantaian
Liquica," tulis dokumen itu.

Dokumen itu juga menyebutkan bahwa pada pasca jajak pendapat, TNI semakin
meningkatkan aksi kekerasannya. Dokumen tertanggal 1 Oktober itu juga
memparkan adanya kecemasan di antara para perwira tinggi TNI terhadap
penyelidikan oleh komisi penyelidik PBB. Karena, bisa-bisa sejumlah perwira
senior mereka termasuk mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto termasuk yang
akan diadili. Karenanya lah, maka sejumlah pihak mencurigai bahwa
pembentukan dan kerja Komisi Penyelidik Pelanggran HAM (KPP-HAM) bentukan
Komnas HAM  hanya akan  mempersalahkan para perwira di tingkat bawah seperti
Pangdam Udayana Mayjen Adam Damiri atau mantan Danrem Timtim Brigjen Tono
Suratman, yang saat ini menjabat Wakil Kapuspen TNI. Atau bahkan para
prajurit di bawahnya lagi. Dokumen tersebut sempat menggoncangkan
pemerintahan PM John Howard. Pihak oposisi menuding Howard telah mengabaikan
laporan dan saran intelijen Australia sehingga mengakibatkan banyak korban
berjatuhan di Timtim. 

Sebelumnya telah diberitakan, Timtim KPP HAM berkesimpulan bahwa TNI
terlibat dalam aksi kekerasan bersama milisi pro-integrasi hingga
menyebabkan Timtim hangus dan porak poranda.

Bahkan, beberapa saksi mata menyaksikan Mayjen Sjafrie Sjamsoedin berada di
lapangan saat milisi dan TNI menghancurkan kediaman Uskup Belo. Kesimpulan
KPPHAM yang dikemukakan anggotanya Albert Hasibuan dan Todung Mulya Lubis
itu juga menyatakan akibat bumi hangus itu, 90% kota Dili hancur, kota Suai
menjadi kota mati karena ditinggalkan penduduknya.

Sejumlah kesaksian saksi mata semakin memperkuat keterlibatan militer. KPP
HAM memperoleh informasi bahwa pada 6 September 1999, di Suai telah terjadi
pembunuhan yang mengakibatkan setidaknya 200 orang tewas. Pelakunya menurut
saksi mata adalah para milisi Laksaur bersama pasukan TNI. pada peristiwa
itu juga tewas tiga orang Pastor. Mereka adalah Pastor Fransisco, Pastor
Hilario, dan  Pastor Dewanto. Mayat-mayat tersebut dibawa menggunakan truk
militer dan sebagian ada yang dibakar di lokasi.

Namun penemuan KPP tersebut dibantah keras pihak TNI. Kapuspen TNI Mayjen
TNI Sudrajat berkali-kali membantah keabsahan keterangan saksi, yang ia
tuding semua berasal dari pro-kemerdekaan. "Selama ini TNI tak punya
kebijakan untuk menghancurkan Timor Timur," tegas Sudrajat.

Hal senada juga dikemukakan Panglima TNI Laksamana Widodo dalam rapat kerja
dengan DPR di Jakarta beberapa waktu lalu. Widodo mengatakan laporan KPP-HAM
yang menyebutkan keterlibatan TNI dalam aksi kekerasan sangat bias. Widodo
juga menandaskan, sangat tidak adil bila saksi mata hanya dari kubu
pro-kemerdekaan.

Namun bantahan Mabes TNI tersebut tidak membuat KPP bergeming dari
kesimpulannya. "Komisi tak akan mempercayai keterangan saksi begitu saja.
Untuk itu akan dipilah-pilah," kata Todung Mulya Lubis. Yang jelas, kata
Mulya, dari fakta yang ada membuktikan milisi tidak bekerja sendirian dalam
membumihanguskan Timtim tanpa dukungan dari TNI/Polri.

Adapun dugaan keterlibatan Sjafrie adalah akibat dari kehadiran alumnus
Akabri 1973 ini  di Timtim, akhir Agustus 1999. Kedatangannya ke Timtim ini
memperkuat squad perwira tinggi yang sebelumnya memang di tugaskan di
Timtim. Selain Sjafrie, perwira tinggi yang diduga terlibat adalah Mayjen
Zacky Anwar Makarim, Mayjen Kiki Syahnakrie, Mayjen Mahruf, dan Brigjen Glen
Kahuripan. Namun pihak KPP sendiri masih akan mengkonfirmasikan ulang
temuannya dengan para jenderal tersebut, menunggu jaminan Gus Dur. Proses
hukum terhadap para pelaku itu sangat tergantung pada komitmen pemerintahan
Gus Dur, apakah ingin menegakkan HAM dan hukum serta tak membiarkan impunity
(kejahatan tanpa hukuman -red) terjadi. 

"Saya ingin bertemu dengan Gus Dur dan minta jaminan Gus Dur. Kalau ini
(pengadilan HAM terhadap kasus pelanggaran HAM di Timtim) berakhir sama
dengan pengadilan kasus penculikan, banyak diantara kita tak ingin jadi
anggota komisi seperti ini," kata Mulya Lubis. 

Yang ingin dikatakan Mulya Lubis adalah, bahwa pengadilan terhadap pelaku
yang diduga melakukan pelanggaran HAM di Timtim itu sangat tergantung pada
komitmen pemerintahan Gus Dur apakah mau menegakkan HAM dan hukum, serta tak
membiarkan impunity terjadi. Masalah pelanggaran HAM, termasuk di Timtim,
sebenarnya bukan persoalan sederhana. Masalah itu akan menjadi beban hukum
dan sejarah yang sangat panjang. Menurut Sekretaris sekaligus anggota KPP
HAM Asmara Nababan, KPP HAM direncanakan akan bertemu Gus Dur pada Sabtu
(27/11) atau Minggu (28/11). Tapi kalau sudah ketemu, lalu mau apa? Solusi
terbaik tampaknya tak akan beranjak dari sekedar kompromi dengan tentara.
Bukankah Gus Dur paling suka berkompromi, apalagi dengan tentara? (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke