Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 43/II/28 Nopember-4 Desember 99
------------------------------

RAYAP CENDANA DI BUMN

(POLITIK): Akumulasi utang BUMN telah mencapai 500 triliun rupiah. Kroni
Soeharto mempunyai andil besar dalam merontokkan BUMN dengan menunggak
kredit triliunan rupiah di Bank-bank BUMN.

Menteri Negara Pendayagunaan BUMN (PBUMN) Laksamana Sukardi kepada DPR
(24/11) menjelaskan, beban utang yang dialami 133 BUMN saat ini mencapai
Rp500 triliun. Dengan nilai kapitalisasi pasar BUMN hanya mencapai Rp205
triliun, sedangkan penerimaan dari deviden 3,5 triliun rupiah dengan yield
3,8%. Utang BUMN 

Sementara itu, Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), pada akhir pekan lalu
melansir temuannyanya yang cukup mengejutkan. Mereka membeberkan data
temuannya tentang 1.668 debitor yang memiliki kredit macet di Bank BUMN
dengan nilai utang mencapai Rp155,37 triliun. Lebih mengagetkan lagi adalah,
ternyata dari sejumlah pengutang tersebut keluarga Soeharto mempunyai andil
sangat besar. 

Dalam data yang dirilis PDBI dan juga dimuat oleh Republika itu, terlihat
total utang kroni Soeharto yang terdistribusi ke dalam 51 anak perusahaan
yang dikelola anak-anaknya saja, telah mencapai Rp12,19 triliun. Atau 7,8
persen dari total kredit macet di Bank BUMN yang ditangani BPPN sebesar
Rp155,37 triliun. Ini belum termasuk kredit macet kerabat dekatnya, seperti
Sudwikatmono, Probosutedjo, Bob Hasan, dan Soedono Salim!

Data itu menyebutkan Grup Humpuss dengan 16 anak perusahaannya ternyata
menjadi debitur macet terbesar di Bank BUMN dengan total utang Rp6,76
triliun. Kelompok bisnis milik putra kesayangan Soeharto, "Tommy" Hutomo
Mandala Putra ini menempati ranking tertinggi pengutang -dari kerajaan
bisnis keluarga Soeharto, diikuti Bambang Trihatmodjo dan yang lain-lainnya.
Melalui grup Bimantara dan Apac-Bhakti Karya yang melibatkan 23 anak
perusahaan, Bambang berutang sebesar Rp4,36 triliun.

Selain penggerogotan BUMN lewat utang-utang anak-anaknya yang belum dibayar
hingga saat ini, Soeharto juga berutang melalui yayasannya, Hanurata.
Melalui yayasan ini, keluarga Soeharto memiliki utang Rp354,8 miliar yang
diperoleh dari Bank BUMN lewat PT Widya Duta Informindo.

Jumlah pengutang yang termuat dalam data PDBI ini memang berbeda dengan
debitor versi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang diumumkan
Juni. Menurut BPPN, ada 1.689 debitor yang memiliki kredit macet di Bank
BUMN sementara data PDBI menyebutkan sebanyak 1.668 debitur.

Selain itu, data tersebut juga memperlihatkan adanya 22 perusahaan dengan
utang di atas Rp1 triliun yang totalnya mencapai Rp43,4 triliun atau 27,9
persen dari total utang sebesar Rp155,37 triliun. Mantrust menempati posisi
kedua terbesar dalam daftar kredit macet setelah Grup Humpuss, dengan nilai
mencapai Rp6,75 triliun. 

Mantrust memperoleh utang dari Bank BUMN sebesar Rp 4,2 triliun melalui anak
perusahaannya PT Gerak Maju yang bergerak di bidang pembudidayaan jamur.
Selain PT Gerak Maju, ada empat anak perusahaan Mantrust yang kreditnya
macet, yakni PT Tuwuh Agung dengan total utang Rp1,34 triliun, PT Bali Raya
(Rp1,17 triliun), PT Pengambengan Raya (Rp16,8 triliun), dan PT Banjarnegara
Agung (Rp8,2 miliar). Bob Hasan melalui Kalimanis dan Nusamba dengan 17 anak
perusahaannya memiliki utang Rp4,7 triliun, sedang Soedono Salim dengan 11
anak perusahaannya memiliki utang sebanyak Rp1,33 triliun.

Keluarga dekat Soeharto, yakni Sudwikatmono melalui Jababeka, Dwi
Investindo, dan Dwi Golden Graha serta Probosutedjo melalui Mercu Buana
masing-masing memiliki utang sebesar Rp668,8 miliar dan Rp227,26 miliar.

Sementara itu, BUMN melalui 53 anak perusahaannya juga memiliki utang
sebesar Rp10,08 triliun di Bank BUMN. Dari ke-53 BUMN itu, 23 di antaranya
memiliki utang Rp5,02 triliun, diikuti empat anak perusahaan PT Bahana
Pembina Usaha Indonesia dengan total utang Rp1,9 triliun.

Nilai utang yang cukup besar juga dilakukan oleh 61 perusahaan yang
berdomisili di luar Indonesia dengan nilai Rp5,3 triliun yang belum semua
bisa diidentifikasi, tapi ada 19 perusahaan di antaranya yang
teridentifikasi dengan 12 kelompok usaha dengan utang Rp3,2 triliun. Dengan
terlibatnya 266 kelompok usaha dalam kredit macet, berarti lebih dari 2/3
konglomerat yang masuk dalam daftar 300 konglomerat Indonesia telah
menyerahkan asetnya ke BPPN.

Fakta yang diungkap PDBI ini mengingatkan peristiwa yang terjadi pada awal
pembentukan kabinet Gus Dur, beberapa bulan silam. Dimana Fuad Bawazier
ngotot untuk masuk dalam kabinet Gus Dur melalui Amien Rais menjadi masuk
akal lantaran untuk menyelamatkan muka sang kroni, Soeharto. Termasuk
kengototan Fuad ketika akan menggusur Glenn Yusuf dengan memaksakan
penggantinya, Rini Suwandi, sahabat karib Fuad yang juga buruh dari salah
satu grup perusahaan kroni Soeharto. Apa lagi kalau bukan untuk mengambil
langkah penyelamatan. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke