Precedence: bulk RAPAT-RAPAT DIDUGA DI RUMAH AHMAD SUMARGONO JAKARTA, (SiaR, 23/12/99). Dengan pertimbangan kompleksitas permasalahan, maka Polda Metro Jaya belum bisa menampilkan para tersangka kasus penyerbuan Wisma Doulos di Cipayung, demikian penegasan Kapolda Metro Jaya Mayjen (Pol) Noegroho Djadjoesman seusai menerima kunjungan silaturahmi pengurus Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Selasa (21/12) kemarin. Kehadiran pengurus KISDI yang dipimpin Ketua KISDI H Husein Umar memang terkesan mendadak, dan tidak biasanya. Salah seorang perwira Ditserse Polda yang diminta konfirmasinya oleh SiaR, Rabu (22/12) ini membenarkan adanya indikasi keterlibatan tokoh KISDI, Ahmad Sumargono dalam kasus penyerbuan Wisma Doulos pekan lalu yang disertai dengan pembakaran, dan tindak kekerasan itu. Berdasarkan keterangan sejumlah tokoh masyarakat di sekitar lokasi kejadian, rapat-rapat persiapan rencana penyerbuan dan pembumi-hangusan wisma tersebut dilakukan di rumah kediaman Ahmad Sumargono yang juga berada di kawasan Cipayung. Sebagaimana diberitakan dan dikutip dari salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu, Ahmad Sumargono yang kini merupakan anggota DPR-RI saat diminta komentarnya tentang kasus Doulos oleh para wartawan berujar: "Sebenarnya Islam tak membenarkan tindakan seperti itu. Tapi nggak tahu ya tiap orang itu kan berbeda-beda...," katanya. Dalam pertemuan itu sendiri, pihak KISDI mendesak agar pihak Polda Metro Jaya dalam upaya mengungkap kasus tersebut memperhatikan latar-belakang yang menjadi pemicu terjadinya peristiwa. Sebelum ini, berkali-kali, pihak Pemda DKI, dalam hal ini Gubernur Sutiyoso maupun pejabat kepolisian menuturkan, adanya penyalahgunaan izin peribadatan, dan penggunaan bangunan oleh pihak Yayasan Doulos. Hal ini tampaknya yang menjadi argumen KISDI dengan mendesak Polda untuk melihat latar-belakang masalah. Berbeda dengan Presiden KH Abdurrahman Wahid, dan Ketua DPR Akbar Tanjung yang mensinyalir kasus Doulos itu bernuansa politis, dan meminta aparat penegak hukum untuk mengungkap hingga ke aktor intelektual dibaliknya, maka Kapolda Noegroho menjawab KISDI malah tidak melihat adanya unsur politis dibalik peristiwa tersebut. "Saya melihat kasus ini sebagai kriminalitas biasa, perusakan, pembakaran, dan pembunuhan," ujarnya. Sementara itu, Guru Besar FH Unair, Prof Dr JE Sahetapy yang diminta pendapatnya tentang argumen penyalahgunaan izin itu menyatakan, bahwa hal tersebut bukan berarti menjadi alat pembenar untuk melakukan tindakan anarkis dan pelanggaran hak asasi manusia. "Lagipula politik perizinan itu kan peninggalan rezim otoriter Soeharto. Mengapa itu masih dipertahankan. Apalagi kalau menyangkut kebebasan untuk beribadah menurut agama masing-masing. Bukanlah itu berarti malah mengebiri hak tiap warganegara untuk beribadah?" kata Sahetapy yang juga anggota DPR dari F-PDI P itu. Meskipun mesti hati-hati mengungkapnya, Sahetapy mendengar adanya teori yang berkembang di kalangan anggota dewan, kalau-kalau berbagi tindakan anarkis akhir-akhir ini, termasuk pembakaran rumah ibadah, sebagai konspirasi kelompok tertentu untuk membusukkan pemerintahan Gus Dur-Mega. Peristiwa yang terjadi dengan Yayasan Doulos ini merupakan kejadian yang kesekian kalinya pada tahun 1999 ini, dimana rumah ibadah dibakar atau dirusak dengan alasan telah melanggar atau tidak memiliki izin dari Pemda. Sebelumnya, GPIB Syalom di Depok, serta Gereja Katolik, dan HKBP di Bekasi dibakar dan dirusak massa dengan alasan yang sama. Menurut Sahetapy, soal izin untuk mendirikan bangunan bagi kegiatan ibadah baiknya ditiadakan, karena bertentangan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Ia mencontohkan, pembakaran GPIB Syalom terjadi setelah pengurus gereja tersebut mengajukan izin sejak lima tahun lalu tapi tidak pernah dikeluarkan Pemda. Padahal, sesuai perkembangan zaman, jemaah gereja terus bertambah, sehingga mereka butuh tempat yang representatif untuk beribadah. Menurut catatan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), di masa rezim Soeharto berkuasa ada sebanyak 455 gereja yang dibakar/dirusak, selama satu tahun pemerintahan Habibie ada sekitar 150 gereja yang dibakar/dirusak, dan hal ini terus terjadi di masa pemerintahan duet Gus Dur-Mega.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html