Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 46/II/19-25 Desember 99 ------------------------------ KRONI CENDANA TERLIBAT DI AMBON (POLITIK): Keterlibatan kroni Soeharto di kerusuhan Maluku, makin terkuak. Selain warga lokal, nama Yorries dan Prajogo Pangestu disebut-sebut. Saatnya, Gus Dur bertindak. Konflik di Ambon dan sekitarnya makin tak terkendali. Eskalasi konflik maupun kualitas konflik makin meningkat. Kalau pada awal-awal konflik, orang-orang yang bertikai hanya menggunakan senjata tajam, kini mereka mulai menggunakan senjata api, baik rakitan maupun senjata organik. Konflik yang panjang, hampir setahun dan memakan korban banyak, tampaknya tak akan segera usai. Para provokator masih berkeliaran. Salah satunya Buce Sarpara, mantan guru SD Busori, Ternate yang punya kisah menarik. Ia diketahui beroperasi sebagai tukang kompor di Maluku Utara, di Halmahera, Ternate dan Tidore pada awal konflik di Maluku. Sebelum geger Ambon, ia keluar dari pekerjaannya sebagai guru dan pindah ke Jayapura, bekerja di sebuah kantor pemerintah. Tiba-tiba, Buce muncul di Maluku Utara. Lalu, ia kompor sana, kompor sini. Bakar sana bakar sini. Topik komporannya, tak lain soal kembencian terhadap warga pendatang Sulawesi Selatan yang beragama Islam dan banyak mengambil keuntungan di sektor-sektor ekonomi. Dan, di mobil Buce, ada stiker bertulisan "Laskar Kristus". Mobil itu di bawanya ke mana-mana agar setiap orang bisa membacanya. Nah, cara ini tampaknya efektif, karena masyarat Islam di Maluku Utara, mulai waspada karena menganggap masyarakat Kristen Maluku Utara sudah mendirikan Pasukan Perang Gereja. Orang yang namanya Buce ini juga royal. Uangnya banyak. Ini yang mengherankan karena sebagai pegawai negeri rendahan, dan mantan guru SD, Buce tidaklah sekaya itu. Usut punya usut, Buce ini dekat dengan Yorries Raweyai, Ketua Harian Pemuda Pancasila yang merupakan salah satu kroni setia Soeharto. Nah, pengusutan lainnya, Buce menerima uang ratusan juta, lebih dari Rp400 juta dari seorang kroni Soeharto lainnya, yakni Kapitan Prayogo Pangestu, bos Barito Grup. Prayogo Pangestu rupanya juga punya hubungan dengan Sultan Ternate, Mudaffar Syah, yang juga Ketua DPRD Maluku Utara. Sultan inilah yang kemudian memicu konflik lebih luas di Maluku Utara, bukan antara Kristen-Islam, melainkan Islam-Islam, yakni pertikaian antara para pendukung Sultan Tidore dan Sultan Ternate. Motifnya: rebutan jabatan Gubernur Maluku Utara. Propinsi ini baru berdiri karena tuntutan pemekaran propinsi Maluku. Nah, Mudaffar Syah ini tampaknya juga salah satu tukang kompornya Soeharto. Ia belakangan aktif datang ke Jakarta, membuat kegiatan yang tidak jelas bentuknya. Orang lainnya yang diduga tukang kompor Cendana adalah Dicky Wattimena, mantan Walikota Ambon, kompor-kompornya dilakukan di Ambon. Banyak informasi yang memberatkan Dicky, namun hingga kini ia masih bebas. Untuk mengisolasi persoalan Ambon ini, tampaknya pemerintah harus membersihkan para provokator ini. Yorries, yang belakangan tingkah laku politiknya agak aneh, misalnya dengan memimpin pemuda Papua Barat untuk meminta merdeka, harus diusut. Tampaknya, ia punya motifasi yang kuat untuk melakukan semuanya ini: mengacau Ambon dan Papua Barat. Semestinya intelijen kita sudah bisa menyimpulkan bahwa setelah kasus pembantaian orang-orang Ambon di Ketapang, Jakarta Pusat, 28 November 1998, dan masuknya para preman Ambon Jakarta pimpinan Yorries ke Ambon sebulan sebelum pecah konflik di Terminal Batu Merah Ambon, Yorries punya peran yang cukup kuat. Tapi, ia dibiarkan saja bebas berkeliaran. Seperti ada simbiosis antara badan-badan intelijen dengan kelompok Yorries. Orang ini memang bukan bekerja untuk dirinya, ia hanya centeng keluarga Soeharto yang punya motif kuat membuat negeri ini kacau agar pemerintah kerepotan dan tak bisa berkonsentrasi mengusut Soeharto dan anak-anaknya. Dan itu berhasil. Soeharto punya modal untuk mengancam, "Kalau saya diadili, negeri ini bakal kacau." Sumber-sumber intelijen Xpos mengatakan, Soeharto bagaimanapun masih punya banyak operator militer yang masih aktif yang jika dikumpulkan bisa membentuk batalion pengacau yang kuat dan sulit ditandingi. Apalagi, ia masih punya uang yang banyak. "Tak sulit membentuk batalion siluman macam ini," ujar sumber tadi. Langkah pertama sebaiknya ya itu tadi, usut Yorries dan preman-premannya, usut Buce dan Sultan Ternate. Dengan kualitas intelijen yang buruk sekalipun, aktifitas Yorries yang cukup terbuka bisa dilacak. Tapi, tampaknya intelijen tidak melakukannya hingga Presiden Gus Dur tak punya bahan-bahan intelijen yang cukup. Sekarang, tanpa provokasi pun Ambon akan terus bergolak. Mereka tak butuh provokator lagi seperti preman-preman binaan Yorries atau dana dari Prayogo Pangestu. Bahkan, antar kesatuan aparat pun sudah terjadi pemihakkan. Misalnya, Brigade Mobil (Brimob) dari Polri memihak warga Kristen dan Kostrad dari TNI memihak warga Islam. Dua kesatuan ini malah sering melakukan kontak senjata. Ini yang gawat. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html