Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 01/III/2 - 8 Januari 2000 ------------------------------ JURUS BERKELIT WIRANTO (PERISTIWA): KPP HAM dan PBB temukan bukti para panglima TNI terlibat pembumihangusan Timtim pasca jajak pendapat. Tapi, Wiranto lempar tanggungjawab ke bawahannya. Sejumlah "kuburan massal" kembali ditemukan unit hak asasi UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor). Yaitu 18 kuburan berisi 54 mayat di Oekusi, 24 kuburan di Liquica. Total seluruhnya, seperti data yang dilansir UNTAET, sudah ditemukan sekitar 200 mayat. Dan masih ada tiga ratusan lokasi yang dilaporkan warga dan belum diselidiki. Diharapkan, laporan investigasi CIET (Commission of Inquiry on East Timor) akan rampung akhir tahun ini karena harus sudah diterima Sekretaris Jenderal PBB pada 31 Desember ini. Rekomendasinya? Dewan Keamanan diharap untuk menggelar Mahkamah Penjahat Perang! Artinya, Wiranto dan kawan-kawan akan segera diadili mahkamah internasional. Kesungguhan masyarakat Internasional, lewat PBB ini tampaknya juga tidak akan terpengaruh dengan jurus nebis in idem (seseorang tak bisa diadili dua kali untuk tindak pidana yang sama) yang sedang diusahakan pemerintahan Gus Dur dengan membentuk KPP-HAM dan rencana pengadilan koneksitas. Apalagi jika prosesnya melenceng dari prinsip pengadilan HAM internasional, maka tidak ada ampun: hasil peradilan di Indonesia akan diabaikan begitu saja, dan pengadilan internasional yang berbicara. Sementara itu Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM yang dibentuk Komnas HAM Indonesia setelah melakukan penelitian di sejumlah tempat di Timtim menemukan seabrek bukti dan kesaksian tentang keterlibatan TNI dalam pembumihangusan bumi Loro Sae. Bahkan setelah melakukan sejumlah klarifikasi terhadap para "tersangkanya", yaitu para jenderal tersebut beberapa waktu lalu, KPP HAM semakin yakin dengan dugaannya. Sebuah dokumen yang berisi langkah (baca: perintah) pembumihangusan Timtim, jika yang menang pro kemerdekaan, telah diakui si penandatangannya, yaitu Jenderal Garnadi. Kepada KPP HAM, di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Selasa (28/12) Garnadi mengaku bahwa tandatangannya di dokumen tersebut benar miliknya, hanya saja ia menyangkal isinya telah dimanipulasikan. Sebaliknya kuasa hukum Garnadi, Ian Juanda SH mengatakan bahwa dokumen tersebut memang tidak mungkin otentik. "Sebab tidak ada garis komando antara kebijakan yang dibuat Menko Polkam dengan TNI. Jadi tidak mungkin dokumen itu benar," ujar kuasa hukum yang termasuk dalam tim advokasi HAM para perwira TNI pimpinan Adnan Buyung Nasution tersebut. Alasan penasehat hukum ini memang terkesan dicari-cari, dan memang itu jurus yang mereka punya Sebab Garnadi sendiri pun secara kelakar ingin mengalihkan perhatian dengan mengatakan bahwa dokumen itu mungkin buatan pesaingnya yang ingin merebut kedudukan di P3TT. "Tempat itu (P3TT) memang menarik. Kesempatan 'kan banyak," ujarnya. Namun Munir, anggota KPP HAM merasa yakin bahwa dokumen Granadi itu memang produk Cilangkap. "Jadi agak janggal penolakan Ganardi. Apalagi dia mengatakan tidak mengenal staf dan tidak tahu timnya sendiri. Ada yang aneh," ujar Munir, salah seorang yang ikut memeriksa Garnadi. Perlu diketahui, pemeriksaan anggota Satgas P3TT, Garnadi ini dimaksudkan untuk melakukan konfirmasi atas surat edaran yang dibuatnya dan terhadap pengakuan Kepala Satgas Panitia Penentuan Pendapat Timtim (P3TT), Dino Patti Djalal. Dino mengungkapkan bahwa ada Tim P4OKP yang dibentuk oleh Menko Polkam untuk Timtim, dan Garnadi sebagai sekretarisnya. Sementara itu sejumlah jenderal yang diduga terlibat pelanggaran HAM di Timtim pasca jajak pendapat telah dipanggil, termasuk, Panglima Milisi PPI (Pasukan Pejuang Integrasi) Joao Tavares. Pemeriksaan terhadap Tavares ini memang tidak mendapat banyak informasi tambahan, kecuali hanya menambah panjang daftar koor: pergolakan Timtim karena konflik internal masyarakat yang kalah dan yang menang dalam jajak pendapat. Tapi yang jelas, Tavares juga mengakui adanya kedekatan antara PII dengan TNI dan Pemerintah walaupun menolak sinyalemen bahwa pihaknya mendapat pasokan dana dan senjata dari TNI. "Untuk sekedar cari makan," katanya. Kini, kata Tavares PPI yang mengklaim anggotanya berjumlah 50 ribu itu telah dibubarkan pada 13 Desember lalu. Dan yang paling menarik, Tavares merasa ditinggalkan pemerintah dan TNI pada saat-saat akhir. Sementara itu pemeriksaan terhadap jenderal Wiranto sempat "memanas", lantaran sang jenderal tampil dengan emosi yang cukup tinggi. Hampir semua pernyataan maupun pertanyaan dari tim KPP HAM selalu dibantahnya. Bahkan, saking emosinya, sesekali Wiranto memberikan jawaban tidak sesuai konteks. Misanya saja ketika ditanya tentang isi sebuah dokumen dari Cilangkap (Mabes TNI), Wiranto serta merta menolaknya karena ia menganggap dokumen yang dibacakan tersebut merupakan laporan wartawan asing. "Jangan percaya tulisan wartawan Australia!" sergahnya emosi. Namun akhirnya ketika diterangkan bahwa dokumen itu terbitan Cilangkap, Wiranto segera mengakuinya. "Ooh, kalau itu, sih, bisa saya kirim satu truk. Saya sendiri belum dapat," kata Wiranto tidak bisa menendalikan diri. Dokumen yang dikonfirmasikan ke Wiranto tersebut berisi tentang pengakuan bahwa TNI tidak bisa mengendalikan situasi Timtim. "TNI juga mengakui, aparat keamanan di lapangan tidak dapat mengendalikan anggota Wanra, yang secara hierarkis di bawah pembinaan Komando Teritorial TNI, ikut terlibat dalam kerusuhan." Pada kesempatan itu Tim KPP HAM memberondong dengan pertanyaan-pertanyaan perihal tanggungjawabnya terhadap kondisi Timtim usai jajak pendapat. Karena sesuai Perjanjian New York antara Indonesia-Portugal dan PBB, pemerintah Indonesia diberi tanggung jawab dalam mengamankan TimTim pasca jajak pendapat. Oleh sebab itu, Tim pimpinan Albert Hasibuan ini sangat berkepentingan menelusuri komandan pengamanan Timtim, sebab ternyata Indonesia tidak mampu diserahi tanggung jawab yang diberikan: Pertikaian bahkan bumi hangus terjadi setelah jajak pendapat. Namun, berkali-kali Wiranto mengelak dengan menekankan bahwa ia hanya memegang tongkat komando tertinggi, hanya sebatas kebijakan. "Urusan saya selaku Panglima adalah policy, bukan urusan kecil-kecil seperti itu." Sedangkan urusan lapangan, termasuk yang bertanggungjawab atas tindak tanduk milisi menurutnya adalah sepenuhnya tanggungjawab penanggung jawab operasional di lapangan Pangdam IX/Udayana, Mayjen Adam Damiri. Juga Kapolda Dili, Kol. Pol. Timbul Silaen, dan Danrem 164/Wiradharma Dili, Kolonel Tono Suratman. Lalu dimana tanggungjawabmu Wiranto? Atau jangan-jangan Wiranto ingin membuat doktrin baru tentara bahwa Jenderal selalu benar, maka jika anak buah bersalah itu menjadi tanggung jawabnya sendiri. Lho, kok enak banget! (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html