Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 01/III/2 - 8 Januari 2000
------------------------------

ANGKATAN DARAT VS GUS DUR
Oleh: Anwar Ibrahim

(OPINI): Apakah penolakan Presiden RI sebagai Panglima Tertinggi oleh TNI
Mayjen TNI Sudrajad, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, merupakan sikap
Mabes TNI, Mabes Angkatan Darat atau sikap klik Jendral TNI Wiranto?
Sudrajad berbicara sebagai Kapuspen TNI, artinya, sikapnya adalah sikap TNI.
Tapi TNI yang mana? Di Mabes TNI kini ada dua komando. Pertama, komando
Panglima TNI, Laksamana TNI Widodo A.S. (Angkatan Laut), dan komando
"bayangan" di bawah Wakil Panglima TNI Jendral TNI Fachrul Razi (Angkatan
Darat). Tampaknya, komando dari Angkatan Darat yang kini dominan di
Cilangkap. Widodo, sebagai seorang jendral dari Angkatan Laut yang selama
ini berada di bawah bayang-bayang Angkatan Darat, sama sekali tak berkutik
terhadap perilako komando bayangan tadi yang sebenarnya merupakan para
personil di bawah komandonya. Klik Angkatan Darat di Mabes TNI adalah para
pembantu Widodo, yakni Fachrul sendiri, Sudrajad, dan para jendral Angkatan
Darat lainnya (minus Letjen TNI Agus Widjaja, Kaster TNI) yang menguasai
Mabes. Bos besar klik ini adalah Menko Polkam, Jendral TNI Wiranto.

Komando bayangan inilah kini menguasai Cilangkap. Coba, simak frekuensi
munculnya Sudrajad di televisi atau media massa, dan bandingkan dengan
frekuensi munculnya Widodo di depan umum. Sudrajad punya frekuensi muncul di
depan publik lebih banyak ketimbang panglimanya. Ini terbalik dibanding
ketika para jendral Angkatan Darat dulu menjadi Panglima ABRI/TNI. Lalu,
simak isi pernyataan keduaanya. Pernyataan Widodo lebih banyak pernyataan
tentang pertahan dan keamanan. Lalu, isi pernyataan Soedrajad lebih banyak
berisi pernyataan sikap politik sebuah klik dalam Angkatan Darat, bukan
sikap politik Angkatan Darat, atau TNI pada umumnya. Misalnya, pernyataannya
bahwa Gus Dur, sebagai Presiden RI bukanlah Panglima Tinggi TNI, apakah
sikap ini merupakan sikap TNI pada umumnya?  Sikap ini bertentangan dengan
Pasal 10 UUD 45 yang menyebutkan Presiden memegang kekuasaan tertinggi
terhadap AD, AL, dan AU. 

Pernyataan Sudrajad, kalau ia mewakili Angkatan Darat, atau bahkan sebuah
klik dalam Angkatan Darat, tampaknya, tak bisa dielak, merupakan
pembangkangan Angkatan Darat, atau sebuah klik dalam Angkatan Darat terhadap
pemerintahan Gus Dur. Masalahnya, apakah Gus Dur berani mendindak para
jendral pembangkang ini? Angkatan Darat, sebagaimana angkatan-angkatan
lainnya, bagaimanapun menurut kosntitusi bukanlah partai politik yang bisa
menjadi kelompok oposisi, yang apapaun sikap politiknya, sepanjang tidak
kriminal, sulit ditindak. Namun, Angkatan Darat dan TNI adalah organ
pemerintahan. Lembaga ini harus tunduk kepada pemerintahan, yang dalam hal
ini adalah pemerintahan sipil Gus Dur.

Ketidakberdayaan Gus Dur menghadapi manuver-manuver klik Angkatan Darat ini,
tampaknya karena ketidaktahuan Gus Dur terhadap peta kekuatan di Angkatan
Darat. Kesalahan Gus Dur adalah ketika ia mengangkat Laksamana Widodo jadi
Panglima TNI, karena Widodo ternyata tak mampu mengatur klik para jendral
angkatan darat ini. Jika dulu Gus Dur tak mau tunduk dengan desakan Wiranto
agar tak mengangkat Letjen TNI Agum Gumelar jadi Panglima TNI, keadaannya
mungkin akan lain. Agum, seorang jendral Angkatan Darat yang disegani akan
mampu melibas klik Wiranto. Widodo, tampaknya ragu-ragu, atau "pekewuh" atau
tak enak hati "merecoki" persoalan internal para jendral Angkatan Darat.

Hubungan Gus Dur dengan klik Angkatan Darat pimpinan Wiranto memang telanjur
menegang. Apalagi, ia menyetujui dibentuknya Komisi Penyelidikan Pelanggaran
HAM (KPP HAM) untuk kasus Timor Timur. KPP HAM memang bertindak cukup jauh,
memeriksa para jendral klik Wiranto tak ubahnya seperti pesakitan. Ini yang
membuat klik Wiranto marah luar biasa. Letjen TNI Djadja Suparman
(Pangkostrad, salah satu pengikut klik Wiranto) jauh-jauh hari mengancam,
para prajurit akan mengamuk jika para jendralnya diperiksa. Itu juga
diulang-ulang lagi oleh Soedrajad. 

Gus Dur, bukannya tak sadar dengan ancaman klik Wiranto ini. Akhir Desember
lalu, Xpos menulis tentang isu kudeta dari klik Wiranto dari informasi
seorang letnan jendral Angkatan darat, kendati kemudian dibantah Sudrajat.
Namun, isu itu, bagi Gus Dur adalah hal yang realistis. Maka, ia menyiapkan
jurus. Merombak kabinet dengan alasan efisiensi, termasuk menggusur Wiranto
dari kedudukan strategisnya sebagai Menko Polkam. Permainan catur Gus Dur
ini sudah dimulai ketika ia menarik Mayjen TNI Ryamizard Ryachudu, salah
satu pendukungnya, jadi Pangdam Jaya. Juga ketika ia mengangkat Jendral TNI
Tyasno, jendral pendukung Megawati jadi KSAD. Lalu, Gus Dur juga mengganti
Jendral Pol Roesmanhadi (Kapolri) dan berikutnya Mayjen Pol Noegroho
Djajusman (Kapolda Metro Jaya) karena kedua jendral ini adalah anggota klik
Wiranto yang diberi tugas mengorganisir kelompok-kelompok Islam garis keras
yang dipimpin para habib, sebagai milisi pendukung klik mereka. Kalau
Wiranto berhasil digusur, para pengikutnya tinggal dilucuti. 
Ketegangan antara Gus Dur versus klik Wiranto bisa diakhiri.

(*) Pemerhati militer, tinggal di Purwokerto

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke