Precedence: bulk WARGA TIONGHOA MINTA KPP HAM PRIOK TIDAK DISKRIMINATIF JAKARTA, (SiaR, 3/3/2000). Warga keturunan Tionghoa korban Peristiwa Tanjungpriok September 1984, meminta Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM untuk kasus Tanjungpriok yang dibentuk Komnas HAM, Selasa (29/2) kemarin, untuk tidak berlaku diskriminatif dengan memperhatikan juga nasib para keluarga keturunan Tionghoa yang menjadi korban peristiwa pada enam belas tahun lalu. Hingga kini, peristiwa Tanjungpriok masih menyimpan kontroversi soal jumlah korban sesungguhnya. Pemerintahan Soeharto melalui Panglima ABRI Jenderal TNI LB Moerdani menyebutkan jumlah korban tewas ada 19 orang. Namun, sumber-sumber lainnya mengatakan ratusan orang tewas dalam pembantaian itu. Korban-korban tewas itu selain berasal dari kalangan massa demonstran pengikut tokoh Tanjungpriok --yang juga tewas pada malam itu--, Amir Biki, juga berasal dari para keluarga keturunan Tionghoa yang menjadi korban amuk massa. Salah seorang keluarga keturunan Tionghoa yang menjadi korban, Ny. H yang dijumpai SiaR, Rabu (1/3) menyatakan, dirinya masih mengalami trauma berkepanjangan akibat kejadian itu. Pada malam 12 September 1984 itu, tuturnya, seluruh anggota keluarganya --ayah, ibu, kakak, dan adik-adiknya, tewas terbakar karena terkurung api yang melalap seluruh isi rumah dan toko obat "Tanjung" di Jalan Deli, Koja, Tanjungpriok. Ia sendiri sekarang ini hidup bersama suaminya, dan untuk menyambung hidupnya membuka toko obat kecil-kecilan di lingkungan Priok. Menurut dia, selama ini opini yang berkembang di media massa tentang peristiwa Priok mengabaikan para korban yang berasal dari keturunan Tionghoa. Ia tak bisa memastikan seberapa banyak jumlah korban tewas dari warga keturunan, tapi dari keluarganya sendiri ada tujuh orang termasuk pembantu rumah tangga. Kepada SiaR, Ny H belum bisa menyembunyikan perasaan traumanya, dan tampak berkali-kali menyeka air matanya jika menceritakan peristiwa tersebut. Ia juga menegaskan tak akan mengungkit-ungkit kembali peristiwa itu. "Untuk apa? Apa pemerintah mau peduli dengan nasib warga keturunan seperti kami ini?" katanya. Ketika kepadanya, SiaR menyebutkan, sekarang ini sudah banyak berdiri LSM-LSM yang memperjuangkan nasib warga keturunan Tionghoa yang menjadi korban kekerasan dari politik diskriminasi, dan apakah dirinya berniat jika LSM-LSM itu mengadvokasinya, Ny H menyatakan penolakannya. "Jangan. Saya masih trauma...," ucapnya lirih. Seperti diketahui, beberapa LSM seperti Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), Solidaritas Pemuda-Pemudi Tionghoa untuk Keadilan (Simpatik), dan INTI aktif memperjuangkan persamaan hak warganegara, dan menentang tindakan anti diskriminasi, serta juga mengadvokasi beberapa peristiwa kerusuhan yang memakan korban warga keturunan seperti kerusuhan Mei 1998. Tapi hingga kini belum ada advokasi serupa untuk para korban peristiwa Tanjungpriok dari warga keturunan Tionghoa. Bambang Widjojanto, Ketua YLBHI yang ditemui menyatakan, memang sebaiknya KPP HAM Tanjungpriok tidak hanya mengarahkan prioritas kerjanya hanya kepada para demonstran jemaah Amir Biki yang menjadi korban kekerasan aparat keamanan, tapi juga kepada warga keturunan Tionghoa yang menjadi korban amuk massa. "Meskipun siapa sesungguhnya yang membakar dan membunuhi warga keturunan pada saat itu pun ada berbagai versi. Ada yang bilang dari massa jemaah pengikutnya Amir Biki yang marah, ada yang bilang dari massa tak jelas atau aparat berpakaian sipil," ujarnya. *** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html