memang kita tidak bisa melihat apa yang ada dibawah permukaan. Seperti
silat kita, kita gak akan pernah tau seperti apa silat itu sebelum
kita benar2 terlibat di dalamnya dan merasakannya sendiri.

Atas nama administrator, dengan ini topik ini kita tutuik... eh
tutup... toh judulnya OOT...

--- In silatindonesia@yahoogroups.com, "M. Choirul Amri (MCA)"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> rekans,
> ada story yang dipublish di media umum, ada yang undercover.
> Kebetulan beberapa rekan saya adalah anggota detasemen 88 yang
> melakukan penangkapan.
> 
> Sayang sekali story undercover/ off the record tidak bisa dibuka
> eksplisit ke media massa, karena akan menyulitkan langkah penyelidikan
> selanjutnya.
> 
> FYI, jaringan kelompok militan memang sangat rapi, bahkan sampai
> anak/istri pun nggak tahu apa yang sebenarnya dilakukan si suami di
> luar sana.
> 
> Jangan bayangkan anggota det 88 adalah orang-orang biadab, mereka juga
> manusia seperti kita. Meninggalkan anak-istri berbulan-bulan untuk
> membuntuti tersangka. Hidup nomaden dari satu kota ke kota lain,
> dengan resiko taruhan nyawa. Bahkan anak/istri merekapun tidak tahu
> sedang berada dimana bapaknya.
> 
> rgds
> MCA
> 
> On 6/21/07, iwan setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > emang polisi alat ya? setahu saya dia orang.....emang dengan dalih
alat dia boleh berbuat gak pake otak?
> >
> > Herman B <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Polisi itu hanya alat dari
sekian banyak alat pemerintah, kebetulan yang mengurus teroris adalah
polisi sehingga kelihatan yang salah adalah polisi. Kalau penanganan
ini diserahkan ke AD maka akan saja karena mereka semua hanyalah alat.
Mereka hanya patuh pada perintah dari yang mengendalikan mereka. Jadi
menurut saya untuk hal ini bukan polisinya tapi pemegang alatnya, tapi
memang ironis karena pemegang alatnya juga dimainkan oleh dalang yang
lebih kuat powenya. Jadi yang dikasihani itu adalah negara kita dan
tentunya yang menjadi korban yaitu rakyatnya.
> >
>


Kirim email ke