pantes...
yg subur dibawah...xixixixi...kabuuuur

  ----- Original Message ----- 
  From: Eko Hadi 
  To: silatindonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 26, 2007 5:12 PM
  Subject: Re: [silatindonesia] Izinkan aku bertutur


  Makasih mas Amal ... pojok renungan yang menentramkan dan menyuburkan kembali 
hati yang kering ....

  Eko Hadi S
  Corporate Legal & Compliance
  PT. TEMPO INTI MEDIA Tbk
  Telp: 021-3916160, Ext.212 

  ----- Original Message ----- 
  From: Amal Ihsan 
  To: silatindonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 26, 2007 4:55 PM
  Subject: Re: [silatindonesia] Izinkan aku bertutur

  Pengalaman pribadinya Neno Warisman
  Semoga bermanfaat

  Amal
  ----------------------------------------------------------

  Izinkan aku bertutur...

  Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya,

  Lalu kubilang pada ayahnya,

  "Subhanallah,dia benar-benar mirip denganmu Yah !."

  Suamiku menjawab, "bukankah sesuai keinginanmu ?,

  kau yang bilang kalau anak lelaki ingin seperti aku."

  Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja seperti biasa.

  Ketika bayi kecilku berulang tahun pertama

  aku mengusulkan perayaannya dengan mengkhatamkan Al-Quran dirumah.

  Lalu kubilang pada suamiku,

  "Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya Yah".

  Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata, "Oh ya, ide bagus itu".

  Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad,

  mengikuti panggilan Rasulnya.

  Tidak berapa lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua,

  Ammaa. Apppaa. Lalu ia menunjuk pada dirinya

  seraya berkata, Ammat !. Maksudnya ia Ahmad.

  Kami berdua sangat bahagia dengan kehadirannya.

  Ahmad tumbuh jadi anak cerdas,

  persis seperti papanya.

  Pelajaran matematika sederhana sangat mudah dikuasainya.

  Ah, papanya memang jago matematika.

  Ia kebanggaan keluarganya.

  Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.

  Ketika Ahmad ulang tahun kelima,

  kami mengundang keluarga.

  Berdandan rapi kami semua.

  Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak mengesalkan.

  Tiba-tiba ia minta naik ke punggung papanya.

  Entah apa yang menyebabkan papanya begitu berang,

  mungkin menganggap Ahmad sudah sekolah,

  sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan,

  atau lantaran banyak tamu dan ia kelelahan.

  Badan Ahmad terhempas ditolak papanya,

  wajahnya merah,

  tangisnya pecah.

  Muhammad terluka hatinya,

  di hari ulang tahunnya kelima.

  Sejak hari itu,

  Ahmad jadi pendiam.

  Murung ke sekolah,

  menyendiri di rumah.

  Ia tak lagi suka bertanya,

  dan ia menjadi amat mudah marah.

  Aku coba mendekati suamiku,

  dan menyampaikan alasanku.

  Ia sedang menyelesaikan papernya

  dan tak mau diganggu oleh urusan seremeh itu, katanya.

  Tahun demi tahun berlalu.

  Tak terasa Ahmad telah selesai S1.

  Pemuda gagah, pandai dan pendiam

  telah membawakan aku seorang mantu dan seorang cucu.

  Ketika lahir cucuku itu,

  istrinya berseru sambil tertawa-tawa lucu,

  "Subhanallah !, kulitnya gelap Mas, persis seperti kulitmu !"

  Ahmad menoleh dengan kaku,

  tampak ia tersinggung dan merasa malu.

  "Salahmu. Kamu yang ingin sendiri kan. Kalau lelaki ingin seperti aku !"

  Di tanganku,

  terajut ruang dan waktu.

  Terasa ada yang pedih di hatiku.

  Ada yang mencemaskan aku.

  Cucuku pulang ke rumah,

  bulan berlalu.

  Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu.

  Ahmad kecil sedang digendong ayahnya.

  Menangis ia.

  Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah

  sambil berteriak menghentak,

  "Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers anak ini !".

  Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.

  Suamiku membaca korannya,

  tak tergerak oleh suasana.

  Ahmad, papa bayi ini,

  segera membersihkan dirinya di kamar mandi.

  Aku, wanita tua,

  ruang dan waktu kurajut

  dalam pedih duka seorang istri dan seorang ibu.

  Aku tak sanggup lagi menahan gelora di dada ini.

  Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya.

  Aku rebut koran di tangan suamiku dan kukatakan padanya,

  "Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu !.

  Ulang tahun ke lima, kau ingat ?.

  Kau tolak ia merangkak di punggungmu !.

  Dan ketika aku minta kau perbaiki,

  Kau bilang kau sibuk sekali !.

  Kau dengar ?, Kau dengar anakmu tadi ??

  Dia tidak suka dipipisi.

  Dia asing dengan anaknya sendiri !!".

  Allahumma Shali ala Muhammad.

  Allahumma Shalli alaihi wassalaam.

  Aku ingin anakku menirumu, wahai Nabi !!!.

  Engkau membopong cucu-cucumu dipunggungmu.

  Engkau bermain berkejaran dengan mereka.

  Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati.

  Dan engkau pula yang berkata

  ketika seorang ibu merenggut bayinya dari gendonganmu,

  "Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi

  apakah kau bisa menggantikan saraf halus yang putus di kepalanya ???"

  Aku memandang suamiku yang terpaku.

  Aku memandang anakku yang tegak diam bagai karang tajam.

  Kupandangi keduanya, berlinangan air mata.

  Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?

  Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku,

  kubimbing ia mendekat kepada Ahmad.

  Kubawa tangannya menyisir kepala anaknya,

  yang berpuluh tahun tak merasakan

  sentuhan tangan seorang ayah yang didamba.

  Dada Ahmad berguncang menerima belaian.

  Kukatakan di hadapan mereka berdua,

  "Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan dijemput ajal

  yang tak mampu mewariskan apa-apa kecuali CINTA.

  Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir

  dan menurunkan keturunan demi keturunan.

  Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah tangga kita !!,

  Juga di permukaan dunia.

  Tak akan pernah ada perdamaian

  selama anak laki-laki tak diajarkan rasa kasih dan sayang,

  ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian dari sang ayah,

  bukan hanya pelajaran untuk menjadi jantan seperti yang kalian pahami.

  Kegagahan tanpa perasaan.

  Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka.

  Dua laki-laki dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya.

  Memang tak mudah untuk berubah.

  Tapi harus dimulai.

  Aku serahkan bayi Ahmad ke pelukan suamiku.

  Aku bilang, "Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang."

  Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali.

  Menggendong bersama, bergantian menggantikan popok bayi Ahmad,

  pura-pura merancang hari depan si bayi sambil tertawa-tawa berdua,

  membuka kisah-kisah lama mereka yang penuh kabut rahasia,

  dan menemukan betapa sesungguhnya di antara keduanya

  Allah menitipkan perasaan saling membutuhkan

  yang tak pernah terungkapkan dengan kata atau sentuhan.

  Kini tawa mereka memenuhi rongga dadaku yang sesak oleh bahagia,

  syukur pada-Mu Ya Allah!,

  Engkaulah penolong satu-satunya ketika semua jalan tampak buntu.

  Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.

  Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di tangan-Mu.

  Kelak, ya Allah, jika aku boleh bertemu dengan Nabiku,

  aku ingin sekali berkata,

  Ya, Nabi, aku telah mencoba sepenuh daya tenaga

  untuk mengajak mereka semua menirumu !

  Amin, alhamdulillah.

  Quote from : NENO WARISMAN

  ----------------------------------------------------------

  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.476 / Virus Database: 269.9.8/869 - Release Date: 6/25/2007 5:32 
PM

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke