Sahabat silat,
   
  mari kita kenali lebih dekat reog ponorogo, kesenian bangsa kita...
   
  berikut tulisan dari kompas tertanggal 5 desember 
2007..(http://www.kompas.co.id/)
   
   
   
  ==
   
  Reog, Pesona Singa Barong dari Tanah Ponorogo 



  Boleh jadi, Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian tradisional yang cepat 
beradaptasi dan cepat pula digemari. Dari sisi penampilan, kesenian ini memang 
menjanjikan kemegahan. Dua dadak merak yang menjadi ikon kesenian ini, adalah 
jaminan mutu penonton terpesona. Konon, berat dadak merak ini sekira 50 kg. 
"Itu kalau dalam keadaan tidak ada angin. Kalau ada angin, bisa mencapai 75 kg 
atau bahkan lebih," ungkap Sunardi, seniman Reog menjelang Festival Reog di 
Jakarta, September lalu.
   
  Dari sisi bunyi, kesenian reog jelas menawarkan keriuhan. Para pengiring yang 
menabuh berbagai alat musik tradisi seperti terompet, gendang, kempul, saron, 
dan lain-lain ini bisa mencapai 20 orang.
   
  Dua faktor inilah yang mungkin telah menghipnotis masyarakat di mana 
paguyuban reog itu berada. Sehingga, menurut HT Yulianto yang bertindak sebagai 
Ketua Paguyuban Reog Ponorogo wilayah Jabodetabek, grup-grup reog di Jakarta 
dan sekitarnya kini memiliki anggota dari berbagai etnis.
   
  Maka janganlah heran, jika kesenian yang dibawa para "pengembara" dari tanah 
Jawa ke berbagai belahan dunia ini di negeri Jiran kesenian tersebut juga cepat 
berkembang. Cuma sayang disayang, entah karena gelap mata atau kepingin 
"menggoda" sentimen kebangsaan kita, Malaysia secara sepihak mengklaim bahwa 
reog berasal dari Malaysia.
  Kontroversi ini bermula saat tarian Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia 
dinamakan Tari Barongan. Deskripsi akan tarian ini ditampilkan dalam situs 
resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Tarian ini juga 
menggunakan topeng dadak merak, topeng berkepala harimau yang di atasnya 
terdapat bulu-bulu merak, yang merupakan asli buatan pengrajin Ponorogo. 
   
  Permasalahan lainnya yang timbul adalah ketika ditarikan, pada reog ini 
ditempelkan tulisan "Malaysia" dan diaku sebagai warisan Melayu dari Batu Pahat 
Johor dan Selangor Malaysia.  Hal ini memicu protes dari berbagai pihak di 
Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang berkata bahwa hak cipta 
kesenian Reog dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan 
diketahui langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
   
  Buntutnya, sekitar 2.000 warga masyarakat, tokoh dan artis reog Ponorogo 
menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kedubes Malaysia, Jakarta Selatan, 
Kamis (29/11) pagi.
  Mereka menggelar spanduk yang mengecam Malaysia, seperti "Malaysia Plagiat 
Reog Ponorogo" atau "Stop Penjiplakan". Mereka juga menggelar aksi 50 reog 
Ponorogo yang memenuhi ruas Jalan Rasuna Said atau di depan Kedubes Malaysia, 
dengan diiringi irama gamelan yang nyaring. 
   
  "Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan kami atas sikap Malaysia yang telah 
menjiplak reog Ponorogo," kata Ketua Paguyuban Reog Ponorogo Indonesia, Begug 
Poernomosidi. Sikap senada juga disuarakan oleh Tritomo, pengurus Paguyuban 
Reog Indonesia DKI Jakarta, menyesalkan sikap pemerintah Malaysia yang telah 
menjiplak kesenian Ponorogo.
  Dalam acara itu juga, tiga perwakilan pengunjuk rasa diterima oleh Kedubes 
Malaysia untuk menyampaikan kesenian Reog Ponorogo merupakan kesenian asli 
Indonesia. "Tapi syukurlah, melalui duta besar Malaysia di Jakarta, pihak 
Malaysia sudah mafhum tentang asal-usul reog. Mereka telah mengakui bahwa reog 
berasal dari tanah Jawa," ujar Yulianto.
   
  Keriuhan dan kemegahan itu memang nyata adanya. Ini bisa kita saksikan saban 
ada festival reog. Seperti pada festival September lalu, grup Gembong Gati 
pimpinan Suharno S Pd yang beralamat di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, itu 
disambut meriah oleh para pendukungnya yang rata-rata berbadan atletis dan 
berambut cepak.
  Suara terompet terus menjerit-jerit memekakkan gendang telinga, tapi 
lengkingan terompet itu justru kian membuat para penonton antusias memberikan 
tepukan yang panjang untuk kelompok Gembong Jati.
   
  Lalu muncul enam warok muda dan dua warok tua. Mereka berdoa sejenak di 
tengah panggung, dilanjutkan dengan menari ala ksatria yang saling memamerkan 
kedigdayaan mereka dalam olah kanuragan.
   
  Tak  lama kemudian, muncul para penari jathil yang dibawakan oleh enam penari 
wanita yang menunggang kuda (lumping). Mereka segera menari di panggung turut 
memeriahkan suasana, disusul selanjutnya oleh pemunculan Bujangganong dan 
Klono. Pemunculan terakhir ditutup oleh sepasang dadak merak.
  * * *
   
   
  Secara sederhana, ada lima fragmen tarian disajikan dalam penampilan kelompok 
reog:
1. Tari warok (prajurit sakti).
2. Tari jathil (penggambaran prajurit berkuda)
3. Bujangganong (patih buruk rupa yang jujur).
4. Tari Klana (Raja Klana Sewandono).
5. Dadak Merak (burung mjerak yang naik di atas harimau).
   
  Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat 
tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal 
adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada 
masa Bra Kertabumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. 
   
  Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari rekan raja yang beretnis Cina  
dalam pemerintahan dan perilaku raja yang korup. Ia pun melihat bahwa kekuasaan 
Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan 
perguruan yang mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu 
kesempurnaan kepada anak-anak muda, dengan harapan bahwa anak-anak muda ini 
akan menjadi bibit dari kebangkitan kembali Kerajaan Majapahit kelak. Sadar 
bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan 
politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan 
"sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi 
cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan 
kepopuleran Reog.
   
  Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal 
sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan di 
atasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang 
menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala 
gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang 
menunggang kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang 
menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng 
badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang 
berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan 
menggunakan giginya. 
   
  Kepopuler Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil 
tindakan dan menyerang perguruannya. Pemberontakan oleh warok dengan cepat 
diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun 
murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun 
begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena 
sudah menjadi pertunjukan populer, namun jalan ceritanya memiliki alur baru 
dengan ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono 
Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
   
  Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja 
Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah 
perjalanan ia dicegat oleh 
  Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan 
singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya 
Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), 
dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian 
perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam 
antara keduanya, para penari dalam keadaan ’kerasukan’ saat mementaskan 
tariannya.
   
  Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan 
leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya 
Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran 
kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun 
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya 
tanpa adanya garis keturunan yang jelas. Mereka menganut garis keturunan 
parental dan hukum adat yang masih berlaku.
   
  Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, 
khitanan dan hari-hari besar nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari 2 sampai 
3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah 
berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari 
ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang 
dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisional, penari ini 
biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini 
dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu 
tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian 
oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
   
  Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya 
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan 
pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan 
khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
   
  Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. 
Di sini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin 
rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang 
sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. 
Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan 
kepada penontonnya.
   
  Adegan terakhir adalah singa barong, di mana pelaku memakai topeng berbentuk 
kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng 
ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan 
gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan 
yang berat, juga dipercaya diperoleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan 
tapa.

  
Penulis: jodhi yudono
   
   

       
---------------------------------
Be a better sports nut! Let your teams follow you with Yahoo Mobile. Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke