03 November 2008
Eko Ramaditya, Berdamai dengan Kegelapan
 

Pernah mendengar jagoan beladiri Si Buta dari Goa Hantu? Pendekar sakti 
mandraguna yang selalu membawa tongkat dan ditemani monyet yang sangat setia. 
Walau buta kemampuan beladirinya luar biasa dan mampu mengguncangkan dunia 
persilatan, ditakuti lawan dan disegani kawan.

Kisah Badra Mandrawata dari pelosok Banten ini sungguh terkenal, dan mampu 
menjadi inspiring story bagi para tuna netra, bahwa keterbatasan indra 
penglihatan tidak menjadi penghalang utama untuk menjadi pendekar yang tangguh. 
Badra si Buta mampu meningkatkan kepekaan indra pendengaran dan perasaan untuk 
mengetahui gerak dan langkah lawan.

Itu kan cerita atau dongeng. Bukankah yang biasa kita temui adalah si buta yang 
menjadi pengemis atau paling hebat adalah tukang pijat? Skeptis, kalau anggapan 
kita terhadap tuna netra hanya seperti itu. Kita mungkin pernah mendengar ulama 
hadits Imam Tarmidzi, beliau dalam beberapa tahun juga sebagai tuna netra, 
Syeikh Ahmad Yasin, walau buta tetapi beliau sebagai pimpinan perjuangan Islam 
yang membuat ciut nyali Israel. Stevie Wonder, musisi kenamaan yang tidak mau 
menyerah dengan keterbatan. Eko Ramaditya, pemuda hebat dari Jakarta yang mampu 
menaklukan dunia teknologi, jurnalis dan juga dunia persilatan.

Nama yang disebut terakhir diatas biasa disapa dengan Rama, dialah pengarang 
buku Blind Power, Berdamai dengan Kegelapan. Sederet prestasi telah dicapainya, 
aktif sebagai jurnalis di detikINET.com. Kegiatan menulis khususnya di bidang 
teknologi yang mengagumkan. Bahkan sebelumnya Rama pernah bekerja selama 2 
tahun di Jepang, dikontrak oleh pihak Nitendo untuk mengaransemen musik game 
yang dibuat Nitendo. Kemana-mana selalu membawa laptop, mengetik 10 jari 
mungkin lebih cepat dari kecepatan seorang sekretaris. Membuat dan meng-update 
web serta blognya sendiri, menerima servis komputer, chatting dan bermain game 
seperti layaknya orang yang tidak tuna netra. Itulah Rama.


Kekaguman pada Rama tidak berhenti hanya disitu saja. Dalam kegiatan bersama di 
Balikpapan, Kaltim, baru diketahui selain menekuni dunia jurnalistik, teknologi 
dan musik, ternyata Rama juga mendalami dunia BELADIRI.Enam tahun dihabiskan 
Rama untuk mempelajari beladiri, hasilnya luar biasa. Dia mampu bertarung 
dengan teman yang tidak tuna netra. Diceritakan dalam bukunya maupun secara 
lisan, dia berlatih seperti rekan latihan yang lain. Lari berkeliling lapangan 
bola sebanyak 10 putaran. Berlatih keras dalam hujan lebat, teriakan dan ujian 
mental yang sama dari para pelatih. Hasilnya Rama menjadi pribadi yang tangguh, 
baik secara fisik, pemikiran maupun spiritual.

Berdamai dengan Kegelapan, konsep hidup yang penuh rasa syukur dan pantang 
menyerah dari Rama. Tidak menyerah dengan keterbatasan, berkarya dalam 
kegelapan, menapak dalam gulita melahirkan karya gemilang. Mengukir pada batu 
cadas meninggalkan pesan yang menggugah kepada siapa saja yang mau berubah dan 
mencari hikmah. Rama, suatu saat akan lebih hebat dari yang sekarang, demikian 
yang dituturkan banyak orang yang mengenalnya. Termasuk kehebatan sebagai 
seorang pesilat. Suatu saat akan muncul Rama seorang pendekar, pengejawantahan 
dari Badra si Buta dari Gua Hantu. Si Badra yang setia di temani tongkat dan 
kera, maka Rama akan selalu setia ditemani oleh tongkat dan Laptop. (hb)

www.thifanpokhan.blogspot.com


      

Kirim email ke