Senin, 22 Desember 2008 | 00:06 WIB Padang, Kompas - Lebih dari 50 persen kelompok silat tradisi Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat belum tersentuh Ikatan Pencak Silat Indonesia. Kelompok silat tradisi umumnya mengutamakan nilai luhur dalam silat ketimbang mencari poin nilai atau menjatuhkan lawan.
Edi Utama, Ketua Bidang Khusus GSB IPSI Sumatera Barat, Minggu (21/12) di sela-sela Pertemuan 50 Perguruan Silat Tradisi Minangkabau yang diadakan Bidang Khusus Gelanggang Silih Berganti Ikatan Pencak Silat Indonesia (GSB IPSI) Pengprov Sumatera Barat, mengatakan, kelompok silat tradisi yang tersentuh oleh IPSI baru sebatas kelompok yang ada di pusat kota. Kelompok-kelompok silat tradisi lain umumnya tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan IPSI. "Akibatnya, nilai-nilai luhur dalam silat sering kali terabaikan. Gaya silat tradisi juga banyak yang hilang, seperti lirikan dan pembukaan langkah," kata Edi. Dia menambahkan, sejumlah gerakan dalam silat mempunyai makna dan kearifan. Namun, makna dan kearifan ini meluntur karena IPSI lebih banyak mengembangkan silat untuk kebutuhan olahraga dan pertandingan. Sementara itu, silat tradisi mempunyai penilaian yang berbeda untuk karakter yang sangat lokal di tiap daerah. Selain itu, silat tradisi menolak pemakaian silat untuk sekadar sebuah sistem laga semata. Untuk IPSI Padang, misalnya, tergabung 60 perguruan silat dari berbagai aliran. Kelompok silat tradisi yang ada, menurut Edi, lebih dari jumlah itu. Di Kabupaten Tanah Datar diperkirakan tidak lebih dari sepertiga kelompok silat tradisi yang sudah terangkul IPSI. Ninik Mamak Nagari Sunur Kurai Taji, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Ali Safar Rajo Luanso mengatakan, silat di Sunur Kurai Taji belum tersentuh oleh IPSI. Padahal, persentuhan dengan IPSI diperlukan untuk mengangkat silat tradisi ke permukaan. Silat tradisi di nagari itu dikenal dengan silek limbago. "Kami belum pernah sekali pun diundang oleh IPSI. Sebenarnya kami berharap IPSI bisa merangkul silat tradisi agar silat ini bisa semakin sering diadakan. Pelaksanaan silek limbago harus dihadiri oleh seluruh ninik mamak sehingga silaturahim di antara ninik mamak semakin erat," tutur Ali Safar. Sebagai silat tradisi, silek limbago hanya bisa dilaksanakan atas izin para ninik mamak. Silat dikenal masyarakat setempat tidak hanya sebagai olahraga bela diri secara fisik, tetapi juga bela diri spiritual karena pesilat juga harus mengenal adat dan agama. Sekretaris GSB IPSI Sumbar Musra Dahrizal mengatakan, sebagian guru silat saat ini memahami silat sebagai olahraga, sementara falsafah yang terkandung dalam silat tidak sepenuhnya dipahami pesilat. Silat dalam budaya Minangkabau mengandung makna hidup. Karena itu, silat tidak sekadar persoalan menjatuhkan lawan saja. (ART) [Non-text portions of this message have been removed]