Sudah Kecil, Diserobot Pula: Nasib Radio Komunitas 

Frekuensi radio komunitas tersingkir oleh stasiun radio Polda. Selain itu, 
birokrasi perizinan masih menjadi lorong panjang permasalahan.

Cobalah Anda menyalakan radio dan memutar saluran 107,8 FM. Anda akan disuguhi 
suara renyah si pemandu acara yang sedang siaran di Gedung Polda Metro Jaya. 
Isi siarannya cukup menarik dan informatif. Ada laporan situasi lalu lintas 
jalan raya, juga ada debat publik yang mengupas permasalahan masyarakat kota.

Nah, yang menjadi masalah, frekuensi tempat radio Polda itu bernaung, ternyata 
jatah milik radio komunitas. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 
Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Komunitas, kanal mengudaranya radio 
komunitas berada di frekuensi 107,7 hingga 107,9 FM.

"Kami menemukan kasus ini di Jakarta, Jawa Barat, serta Jawa Tengah," teriak 
Ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) Bowo Usodo. Bowo mengaku, 
kondisi ini tak adil. Sesuai dengan PP 51 Tahun 2005, daya (effective radiated 
power-ERP) radio komunitas hanya dibatasi hingga 50 watt -Pasal 5 ayat (1). 
Sedangkan power radio Polda tersebut ditengarai jauh lebih besar -sekitar 10 
ribu watt. "Siarannya menutup siaran radio komunitas lain," sambungnya geram.

Bedanya, radio yang mengudara di Jawa Barat adalah milik Pemda. "Dulu namanya 
RSPD. Sekarang namanya Radio Sonata, milik Walikota Bandung," lanjut Bowo.

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Andrik Purwasito menjelaskan, 
nongkrongnya radio Polda ini bermula pada 2004. Kala itu, siaran radio yang 
disponsori pihak kepolisian daerah ini mengganggu RRI dan sejumlah radio 
lainnya. Mengadulah RRI dan kawan-kawan atas gangguan tersebut.

Masih menurut Andrik, akhirnya Ditjen Postel Depkominfo memutuskan, frekuensi 
radio Polda harus diturunkan -senyampang Ditjen Postel mencarikan frekuensi 
lowong yang pas. Ditjen Postel pun meminta radio Polda tersebut mengajukan 
pendaftaran untuk mendapatkan jatah frekuensi. Untuk sementara, radio Polda 
ngepos di frekuensi 107,8 FM tersebut.

Andrik mengaku hingga kini radio seragam coklat itu belum mengajukan izin 
siaran ke KPI. "Sesuai dengan peraturan KPI, jika ingin terus bersiaran, mereka 
harus melayangkan izin. Jika tidak, maka ada konsekuensi logis. Bisa jadi akan 
ditutup," sambung Andrik. Sayang, Andrik belum bisa memastikan kapan akan 
melakukan operasi penutupan radio kepolisian tersebut.

Anggota KPI Ade Armando menyatakan, praktek semacam itu merupakan tindak 
diskriminasi yang dilakukan oleh Depkominfo. "Selama kewenangan perizinan di 
tangan Depkominfo, birokrasi tidak transparan. Biaya perizinan satu stasiun 
radio di Jakarta mencapai Rp11-15 miliar," serunya.

Ade melanjutkan, praktek perizinan dan penutupan stasiun radio tebang pilih. 
"Ada 6 stasiun di Sorong yang terancam di-sweeping oleh Dinas Kominfo 
setempat," sambung Ade.

Terpisah, Bowo menambahkan, dari 6 stasiun itu, 4 stasiun di antaranya adalah 
radio komunitas. "Bukannya tidak berizin. Keempat radio komunitas itu sedang 
mengajukan proses ke KPI tapi buru-buru mau ditutup Ditjen Postel," tutur Bowo, 
yang mendirikan Radio Rakita Bandung.

Pengamat media FX Rudi Gunawan menyayangkan aksi sweeping semacam itu. 
"Harusnya Pemerintah membantu membereskan mekanisme perizinannya. Banyak radio 
komunitas yang sudah eksis lama dan mempekerjakan cukup banyak tenaga kerja," 
sergahnya.

Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonusa Esa Unggul Teguh Imawan 
menyayangkan pembatasan ruang gerak radio komunitas hanya berdasarkan batas 
geografis. Menurut Teguh, radio komunitas juga harus dilihat dari segi 
psikografis-kultural. "Misalnya komunitas Nahdatul Ulama (NU) yang banyak 
tersebar di Indonesia," ujar Teguh.

Anggota JRKI Budhi Supriatna menimpali, jumlah radio komunitas tak akan 
berkembang. "Sesuai PP 51/2005 tersebut, setiap kecamatan hanya maksimal boleh 
diisi 2 stasiun radio komunitas. Mana bisa nambah?" ujarnya dengan nada Tanya.

Dari berbagai masalah nan centang perenang itu, Bowo dan kawan-kawan hanya 
punya keinginan sederhana. "Berikan wewenang perizinan hanya ke KPI dan cabut 
PP 51/2005 yang menghambat perkembangan radio komunitas," pungkasnya.

sumber Hukumonline 
  ----- Original Message ----- 
  From: dm_shadaa 
  To: silatindonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, April 14, 2009 3:24 PM
  Subject: [silatindonesia] Re: pagee





  TOP dah laporannnya....

  --- In silatindonesia@yahoogroups.com, "SilatIndonesia" <silatindone...@...> 
wrote:
  >
  > Eh MAs Alam apa kabar, saya tunggu2 kemarin di belanda kok nggak nonggol2 
  > juga, ya udah akhirnya kami dan mas Ezra berangkat ke sono dech, berikut 
  > laporannya.
  > 
  > 
  > Ratusan pendekar dari 15 perguruan dan aliran Pencak Silat (PS) di Belanda 
  > unjuk kekuatan dan kemampuan dalam Festival Pencak Silat Indonesia 2009 
yang 
  > berlangsung tanggal 4 April 2009, di Poeldijk, Belanda. Para pengunjung 
yang 
  > memenuhi gedung festival berkapasitas 500 orang tersebut tampak terkesima 
  > melihat berbagai jurus dan kembangan yang dikeluarkan oleh para pesilat, 
  > serta tidak beranjak dari festival ini hingga akhir acara yang berlangsung 
  > hampir 7 jam tersebut.
  > Festival yang digelar atas kerjasama KBRI Den Haag dengan Stichting Asli, 
  > sebuah yayasan yang beranggotakan tokoh-tokoh PS Belanda, antara lain 
  > bertujuan untuk mempromosikan seni bela diri PS sebagai salah satu warisan 
  > budaya bangsa yang berkembang di manca negara. Sebagai penyelenggara utama, 
  > KBRI Den Haag menyediakan sebuah trophy bergilir yang dapat diperebutkan 
  > di tahun-tahun mendatang.
  > 
  > Festival yang mendemonstrasikan jurus-jurus pencak silat ini (bukan 
bersifat 
  > pertarungan) dibagi dalam tiga kategori, yaitu: Solo (dengan atau tanpa 
  > senjata); Duo/Trio (dengan atau tanpa senjata); dan Group (dengan atau 
tanpa 
  > senjata). Keluar sebagai juara umum adalah perguruan Pencak Silat "Mande 
  > Muda Mawar Suci" dari kota Apeldorn.
  > Festival ini dibuka secara resmi oleh Dubes RI untuk Kerajaan Belanda Bapak 
  > JE Habibie dan dihadiri oleh sejumlah tamu undangan dari perwakilan 
beberapa 
  > negara sahabat, pejabat Pemerintah Belanda, Walikota Zouterwoude, dan Dubes 
  > Indonesia untuk Kerajaan Belgia, Lexemburg, dan EU Bapak Nadjib Riphat 
  > Kesoema.
  > 
  > Dalam sambutannya, Dubes RI Den Haag pada intinya menyampaikan dukungan 
  > atas pelaksanaan festival yang diharapkan dapat dilakukan secara 
  > berkesinambungan dan dapat dimanfatkan sebagai ajang promosi sosial budaya 
  > Indonesia dengan memanfaatkan sekitar 1,6 juta masyarakat Belanda yang 
  > memiliki hubungan darah dengan Indonesia. Selain itu Dubes Habibie juga 
  > mengajak para atlit dan masyarakat pecinta PS agar lebih memahami filosofi 
  > yang terkandung didalam seni bela diri tersebut, diantaranya tentang ajaran 
  > moral, kedisiplinan, kesabaran, dan kejujuran yang harus diimplementasikan 
  > oleh setiap pesilat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Pesilat 
  > adalah juga duta-duta Indonesia yang seyogyanya dapat turut mempromosikan 
  > citra positif Indonesia di luar negeri.
  > 
  > Festival Pencak Silat ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat 
  > Belanda dan juga diliput oleh beberapa media masa lokal cetak dan 
elektronik 
  > .
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > Tutup Jendela
  > ----- Original Message ----- 
  > From: alamsyah sk
  > To: silat indonesia
  > Sent: Tuesday, April 14, 2009 8:36 AM
  > Subject: [silatindonesia] pagee
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > pagee para pendekar yang menawan hati..
  >



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke