Ok-kalau gitu dari hasil penelitian Mas Oong dengan bahan2 literatur dari luar, 
bagaimana sebenarnya Sosok Si Pitung tersebut. (he he he....)

Tetap Semangat

Eko Hadi Sulistia

  ----- Original Message ----- 
  From: O'ong Maryono 
  To: silatindonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, June 08, 2009 12:25 PM
  Subject: Re: [silatindonesia] Jawara rawabelong yang ngetop di Marunda





  Mas koran itu mengggunakan bahasa Melajoe koeno dan Belanda colonial sulit 
dimengerti.  

  --- On Mon, 6/8/09, Ekohadi <h...@mail.tempo.co.id> wrote:

  From: Ekohadi <h...@mail.tempo.co.id>
  Subject: Re: [silatindonesia] Jawara rawabelong yang ngetop di Marunda
  To: silatindonesia@yahoogroups.com
  Date: Monday, June 8, 2009, 12:22 PM

  Mas-kalau dari versi koran locomotif... mungkin bisa disharing disini, kan 
tidak semua beli buku mas Oong dan bisa bahasa belanda he he he....untuk 
pengetahuan dan nambah wawasan..

  Tetap Semangat

  Eko Hadi Sulistia

  ----- Original Message ----- 
  From: O'ong Maryono 
  To: silatindonesia@ yahoogroups. com 
  Sent: Monday, June 08, 2009 12:17 PM
  Subject: Re: [silatindonesia] Jawara rawabelong yang ngetop di Marunda

  Mas Eko 

  Ceritera Si Pitung versi Belanda yg saat itu juga dilaporlkan didalam koran 
Locomotif di Batavia sudah saya tulis dalam bukiu saya. Kalau ada versi lokal 
yg beranggapan Si Pitung adalah Robinhood Betawi silahkan, bagus bagus saja. 

  --- On Mon, 6/8/09, Ekohadi <h...@mail.tempo. co.id> wrote:

  From: Ekohadi <h...@mail.tempo. co.id>
  Subject: Re: [silatindonesia] Jawara rawabelong yang ngetop di Marunda
  To: silatindonesia@ yahoogroups. com
  Date: Monday, June 8, 2009, 11:07 AM

  Sahabat Silat....

  Mas Oong mungkin bisa Sharing versi dari Pihak Belanda, tentang sejarah Si 
Pitung sehingga bisa mendapat gambaran yang lengkap...

  Tetap Semangat 

  Eko Hadi Sulistia

  ----- Original Message ----- 
  From: Ian Samsudin 
  To: silatindonesia@ yahoogroups. com 
  Sent: Monday, June 08, 2009 10:58 AM
  Subject: [silatindonesia] Jawara rawabelong yang ngetop di Marunda

  Sahabat silat :)

  berikut ada tulisan yang diambil dari kompas.com yaitu :
  http://www.kompas. com/readkotatua/ xml/2009/ 06/06/15062886/ Jawara.Rawa. 
Belong.yang. Beken.di. Marunda

  Sabtu, 6 Juni 2009 | 15:06 WIB

  BEBERAPA waktu lalu Pemprov DKI Jakarta menyatakan akan membangun Kawasan 
Ekonomi Khusus (KEK) di Marunda, Jakarta Utara. Pembangunan KEK dimaksudkan 
untuk meningkatkan Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Tujuannya tak lain untuk 
memenuhi keperluan dalam negeri – selain juga untuk eskpor – dalam beberapa 
bidang seperti alat telekomunikasi dan elektronik. Pelabuhan Internasional Ali 
Sadikin pun akan segera dibangun untuk memudahkan bongkar muat.

  Dari website KBN, kawasan Marunda adalah seluas 413,8 ha terletak di tepi 
pantai Utara Jakarta, sekitar 3 km dari Pelabuhan Tanjungpriuk, terdiri dari 
118,0 ha berstatus berikat dan 287,2 ha berstatus non berikat, serta 8,6 ha 
berupa lahan Sarang Bango.

  Menyebut Marunda, teringat kampung-kampung nelayan yang tersisa yaitu Kampung 
Marunda Pulo dan Marunda Besar, teringat pula rumah si Pitung. Mengingat rumah 
si Pitung tentu teringat pula kondisi rumah penduduk di sana, teringat kondisi 
kawasan secara keseluruhan – sebuah kawasan wisata sejarah yang bisa lebih 
ditingkatkan. Akses menuju kawasan ini pun masih terbilang rumit dan sulit.

  Kisah “Robin Hood” Betawi ini saja, bisa jadi hal menarik tersendiri sebelum 
akhirnya orang penasaran untuk melihat bangunan yang diyakini sebagai rumah si 
Pitung di Marunda. Jawara Betawi ini hidup dari abad 19 dan punya ilmu yang 
tinggi yang membuat ia bisa menghilang. Si pitung juga digambarkan sebagai 
sosok yang tinggi besar. Tapi penuturan Tanu Trh dalam “Si Pitung, Jagoan yang 
Bisa Menghilang” merontokkan gambaran itu.

  Menurut Tanu, almarhumah ibunya pernah bercerita tentang Pitung bahwa 
perawakan sang jawara itu kecil dan tidak tinggi. Tampang si Pitung juga sama 
sekali tidak menarik perhatian orang, demikian pula sikapnya tak menunjukkan 
bahwa ia jagoan. Ciri khas yang betul adanya adalah sepasang cambang panjang 
dan tipis dengan ujung melingkar ke depan. Sang ibu bisa bercerita lantaran 
Pitung sering berkunjung ke rumah kakek dan nenek Tanu, tentu ketika si ibu 
masih belia.

  Dalam tulisan yang diterbitkan Intisari itu Tanu juga mengutip ibunya yang 
melihat sendiri bagaimana Pitung “menghilang” saat Schout van Hinne (polisi 
Belanda yang ditugaskan menangkap Pitung) tiba-tiba mendatangi rumah kakek 
nenek Tanu. Meski sudah menggeledah hingga ke dapur dan ke seluruh penjuru 
rumah, Pitung tak ditemukan. Begitu Hinne pergi, Pitung muncul dari arah dapur 
dan pamit pulang.

  Sementara itu Alwi Shahab, penulis buku Robin Hood Betawi mengatakan, salah 
satu ilmu kesaktian yang dipelajari Pitung disebut Rawa Rontek yaitu gabungan 
antara tarekat Islam dan jampi-jampi Betawi. Ilmu itulah, konon, yang membuat 
Pitung bisa menghilang atau tak terlihat oleh lawannya. Pitung akhirnya tewas 
oleh pelor panas kumpeni pada Oktober 1893. Bahkan bukan pelor biasa, konon 
Pitung tewas ditembak peluru emas van Hinne. Warga pun berkabung kehilangan 
jawara kelahiran Rawa Belong ini. Makamnya pun dirahasiakan oleh Belanda. Konon 
makam Bang Pitung ada di Pal Tujuh, Palmerah.

  Di Marunda juga terdapat masjid tua Al Alam. Masjid ini juga sering dikaitkan 
dengan Pitung. Ada yang menyebut masjid itu sebagai tempat Pitung bermain, 
belajar agama, belajar sembunyi dari opas dan kumpeni tapi versi lain 
mengatakan, Pitung hanya singgah sebentar di masjid itu. Beberapa versi 
mencatat, Pitung pernah tinggal baik di Kampung Marunda Pulo maupun di masjid 
yang jadi markas pasukan Fatahillah dan dibangun pada 1527.

  Adalah juragan Sero Haji Syafiuddin yang memelihara masjid di awal abad 20 
sehingga masjid itu tak berubah. Sekitar 250 m dari masjid terdapat rumah 
panggung yang dipercaya sebagai rumah Pitung atau setidaknya sang jawara pernah 
menginap di sana. Versi lain menyatakan rumah itu adalah rumah juragan H 
Syafiuddin yang pernah dirampok oleh Pitung. Apapun kisah versi lainnya, warga 
memilih percaya bahwa rumah panggung itu adalah rumah si Pitung.

  Lantas apalagi yang bisa dilihat dan sejarah apalagi yang bisa diungkap soal 
Marunda, soal masjid Al Alam, juga tentang rumah panggung tadi, ditambah 
persoalan yang hingga kini masih melingkupi kawasan tersebut? Barangkali ajakan 
Komunitas Historia untuk merefleksi sejarah Jakarta di pesisir utara Jakarta, 
termasuk kawasan Marunda, bisa jadi alternatif liburan akhir pekan ini
  WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke