Saya setuju. Sekarang zamannya jauh berbeda dengan zaman sebelum tahun 2000, apalagi dibandingkan abad 19. Dunia sekarang semakin terbuka dan semakin mudah bagi manusia untuk saling bertukar informasi. Fanatisme kepada satu perguruan semata bukanlah hal yang sehat lagi. Mari bersama-sama bahu-membahu mempertahankan dan menyebarkan budaya bangsa, khususnya silat (dari sudut pandang kita) sebagai jatidiri bangsa. Tentunya juga tetap bersikap terbuka dan mau untuk saling bertukar ilmu dengan beladiri impor sebagai bentuk perwujudan manusia sebagai makhluk sosial. Terimakasih
________________________________ From: Arest <silatindone...@yahoo.co.id> To: silatindonesia@yahoogroups.com Sent: Monday, 14 September, 2009 15:09:05 Subject: [silatindonesia] Jangan bangga bisa anda seorang pesilat Jangan bangga dahulu bisa anda seorang pesilat, bisa jurus ini dan itu, akan tetapi pengetahuannya baru sebatas pada perguruan yang di ikuti, demikianlah petikan sebuah tulisan yang pernah memerahkan telinga sebagian besar pesilat yang sangat mengagung-agungkan perguruannya. Di saat beladiri import semakin gencar mempromosikan kelebihan-kelebihan nya, seblaiknya pencak silat atau silat semakin hari semakin terkucilkan, beladiri import memang sangat menarik hamper sebagian generasi muda di kota-kota besar bahkan di desa-desa dan peminatnya pun tidak terbatas pada kalangan biasa, artispun bangga mengikuti salah satu beladiri impor tersebut. Beladiri import seperti Aikido, Taekowondo, Karate hingga Kickboxing berkembang dan sudah bukan barang asing bagi telinga sebagian anak muda di Indonesia, seperti halnya Taekwondo yang saat ini telah mendominasi kegiatan ektrakulikuler di sekolah-sekolah hingga ke desa-desa, bahkan dominasi pencak silat semakin terkikis, apalagi guru-guru olahraga saat ini sudah tidak tahu lagi seperti apa pencak silat itu, hal ini sering kita temui di beberapa sekolah, walaupun ada juga guru olahraga yang paham pencak silat namun jumlahnya amatlah kecil. Geliat beladiri Aikido lebih terasa di kota-kota besar seperti Jakarta, sajiannya pun tidak lagi pada anak seolah, tetapi para eksekutif muda, apalagi tempat latihannya yang amat nyaman dan aman. Beberapa Dojo Aikido ada juga yang membuka kelas khusus anak-anak, dan keyataannya oleh orang tua murid bisa di terima dengan baik. Perkembangan beladiri import tersebut setidaknya telah membuktikan bahwa animo masyarakat terhadap pencak silat sudah menyusut, apalagi silat belum bisa menjadi bagian olahraga yang aman bagi siswa, pencak silat masih terlalu terbawa suasana perguruan yang menyebabkan tradisi-tradisi yang tidak cocok buat murid sekolah terkesan dipaksakan, apalagi program kegiatannya belum banyak yang memiliki standar. Lalu bagaimana dengan IPSI yang notabene adalah pengikat aliran silat di Indonesia yang masih sibuk dengan urusan olahraga prestasinya, walaupun prestasi Tim Nasioanal Pencak Silat akhir-akhir ini maju akan tetapi IPSI seakan jalan sendirian tanpa mau merangkul komunitas pencak silat lainnya. IPSI juga amat terkesan hanya mementingan perguruan - perguruan yang umumnya adalah perguruan yang di ikuti oleh pengurus- pengurusnya, jadi jangan heran bila prestasi silat di dominasi hanya sebatas pada perguruan-perguruan yang memang pengurusnya aktif di IPSI pula. Apalagi perguruan silat yang punya nama besar hanya sibuk dengan urusannya di perguruan, dan anggotanya pun berkutat disana, dan hanya sebagian kecil anggota yang mencoba memahami silat secara menyeluruh. Begitupun dengan nama besar komunitas Silat Indonesia, komunitas sahabat silat yang namanya juga cukup santer akhir-akhir ini, seolah komunitas ini benar-benar besar, padahal nama besarnya tidaklah sebesar apa yang kita kira, karena bila kita masuk kedalamnya sebagian anggotanya kebanyakan adalah para penikmat silat saja, bukan sebagai penggiat silat. Tapi memang cukup di akui komunitas ini di isi oleh orang-orang yang memiliki wawasan cukup luas, mereka tidak lagi sebatas pada perguruan tertentu dalam memahami pencak silat bahkan aliran beladiri impor pun mereka menguasainya. Komunitas ini memang sedang mengalami banyak perubahan, kegiatan yang semula di kelola oleh segelintir orang untuk di nikmati oleh penikmat dan pecinta silat kini model seperti itu sudah tidak lagi digunakan, karena bila penikmat terus-terusan hanya menikmati apa yang di suguhkan, mungkin suatu hari nama komunitas silat berganti nama menjadi komunitas penikmat silat. (Arma Widia ) [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]