Fenomena Mobil Mewah di Negeri Miskin
 
Walau masuk dalam deretan negeri termiskin (dan terkorup) di dunia, gaya hidup 
pejabat Indonesia amatlah glamour. Ada kisah menarik dari Prof. Nurcholish 
madjid. Kala masih sehat. Menjelang pemilu legislative 2004 lalu, Cak Nur 
menyempatkan diri berkunjung ke Redaksi Pikiran Rakyat, Bandung. Saat itu Cak 
Nur didaulat berbagai komponen masyarakat untuk mencalonkan diri jadi presiden. 
Dalam kesempatan itu, Cak Nur menyinggung gaya hidup para pejabat tinggi 
Indonesia yang sering jadi bahan perbincangan sinis para petinggi negara-negara 
lain. “Mereka bilang, Indonesia itu dikenal sebagai negara yang utang luar 
negerinya sangat besar, tapi gaya hidupnya mewah,” ujar Cak Nur.
 
Ia memberi contoh konkret. Ketika para pejabat tinggi kita melawat ke luar 
negeri untuk menghadiri sidang-sidang bilateral, multilateral atau berskala 
internasional lainnya. Rombongan delegasi kita itu datang ke tempat sidang 
dengan mengendarai mobil mewah. Sebaliknya delegasi dari negara-negara lain 
yang juga datang ke sidang yang sama justru mengendarai trem atau kendaraan 
umum. “Padahal mereka adalah para pejabat tinggi dari negara-negara kaya, 
termasuk yang memberi utang kepada Indonesia,” ujar Cak Nur.
 
Orang asing pun heran melihat kenyataan sehari-hari di Indonesia pada 
tahun-tahun awal krisis moneter yang berlanjut jadi krisis ekonomi. Dalam 
suasana krisis pun, mobil mewah tetap berseliweran di jalanan kota-kota besar 
di negeri ini. Sebagian masyarakat tetap menjalani hidup mewah layaknya tanpa 
suasana krisis.
 
Sense of crisis agaknya memang barang teramat langka yang dimiliki pejabat 
kita. Belum kering daratan Aceh akibat terjangan tsunami tiga bulan lalu, 
pemerintah SBY-kalla sudah menghambur-hamburkan uang rakyat untuk membeli 60 
unit mobil Toyota Camry untuk pejabat negara senilai Rp 21 miliar, yang awalnya 
dipakai untuk mobil delegasi peserta KTT Asia Afrika di Bandung kemarin. 
Padahal Aceh dan pelosok negeri, masih teramat banyak orang kelaparan.
 
Setelah digunakan untuk kegiatan KTT Asia Afrika, semua mobil itu akan 
dijadikan mobil dinas pejabat negara. Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra 
memaparkan, 18 unit mobil akan digunakan oleh ketua dan wakil ketua lembaga 
negara, 35 unit untuk para menteri, satu unit untuk pejabat setingkat menteri, 
dua unit untuk isteri presiden dan wapres, serta empat unit untuk cadangan.
 
“Anggarannya akan diambil dari APBN,” ucapnya enteng. Tidak dikatakan bahwa 
APBN itu asalnya uang rakyat yang dipajakin negara. Dengan kata lain, rakyat 
Indonesia gajinya dipotong guna membelikan para pejabat yang sudah makmur itu, 
termasuk isteri SBY dan isteri Kalla yang sebenarnya tidak ikut dipilih rakyat, 
sebuah mobil Camry luks berikut biaya perawatan dan segala aksesorisnya.
 
Walau “hanya” seharga Rp 350 juta per unit, hal ini juga dianggap pemborosan. 
Sebab, mobil dinas para pejabat yang sekarangpun sebenarnya masih sangat bagus.
 
Kalau pun untuk ‘menjamu’ kepala negara delegasi KTT, maka mengapa tidak 
menyewa mobil secara harian saja. Harga rental mobil mewah hanya sekitar 5 juta 
perhari lengkap dengan supir dan biaya perawatan. Dengan sewa 60 unit mobil 
mewah hanya butuh biaya Rp 300 juta. Bukankah ini jauh lebih murah ketimbang 
harus merogoh kocek Rp 21 miliar? Banyak kalangan menyatakan ini hanyalah 
akal-akalan pejabat negara untuk ganti mobil baru. Gila, memang.
 
Sikap rezim SBY-Kalla tidak ada bedanya dengan kelakuan rezim-rezim sebelumnya. 
Saat Mega berkuasa, saat KTT ASEAN di Bali 7-8 Oktober 2003, pemerintah 
memborong mobil BMW Seri 7 untuk para kepala negara dan Seri 5 untuk pejabat 
setingkat menteri.
 
Harga BMW Seri 7 yang termurah (735Li) adalah Rp 1,88 miliar, sedang harga 
termurah BMW Seri 5 (tipe 530) adalah Rp. 815 juta. Dengan demikian, dana yang 
diperlukan minimal sekitar Rp. 50 miliar. Ini taksiran terendah dan belum 
termasuk biaya pemeliharaan dan sebagainya.
 
Waktu Gus Dur menghuni istana negara, ia juga bersikap sama.Pada KTT G15 
(konperensinya negara-negara miskin) pemerintahan Gus Dur menyediakan 50 mobil 
mewah (dari rencana sebelumnya 400 unit) yang terdiri dari Mercedes Benz Seri 
S-500, S-600, ML-320, Audi A-6, Nissan Patrol, dan VW Caravelle. Puluhan miliar 
rupiah uang rakyat dihambur-hamburkan. Negara dirugikan Rp 140 miliar dari 
kasus ini.
 
Di era Soeharto, untuk para kepala ekonomi negara-negara APEC pada pertemuan di 
Istana Bogor (1994), 200 mobil mewah seperti Mercedes Benz S-600 dan BMW 740 
diimpor. Sebelumnya, pada KTT ke-10 Nonblok tahun 1992, Soeharto juga mengimpor 
mobil luks built-up Mercedes Benz 300 SEL (110 unit), Volvo 960 (210 unit), 
Nissan Patrol (210 unit), dan VW Caravelle (210 unit) untuk para delegasi.
 
Tabiat pejabat negara ternyata dengan amat baik diteladani oleh pejabat daerah. 
Baru-baru ini, Gubernur Riau Rusli Zainal dikabarkan membeli dua unit Mercedes 
Benz yang hanya akan dipakai selagi berdinas di Jakarta. Hal ini menuai protes. 
Ketua LSM Forum Masyarakat Peduli Indragiri Hulu (FMPI) Dedi Yusnianto menuntut 
agar pembelian dua unit Mercedes Benz senilai Rp 2 miliar itu diusut.
 
Dedi menilai, hal itu amat menyakitkan hati warga Riau. Sebab, selama ini Rusli 
Zainal dalam acara-acara resmi pemerintahan, selalu mengklaim angka kemiskinan 
di Riau lebih dari 40 persen. Tapi aneh, di tengah kemiskinan rakyatnya, Rusli 
tega membeli mobil mewah.
 
“Ini aneh, tiap kali bicara, selalu saja rakyat Riau miskin. Tapi mobil 
dinasnya di Jakarta harganya malah lebih mahal dari mobil dinas menteri yang 
hanya Toyota Camry seharag Rp 350 juta,”kata Dedi.
 
Yang anehnya lagi, kata Dedi, mobil dinas gubernur di Pekanbaru saja hanya 
sebuah mobil Toyota Crown. Itu artinya, dalam aktivitas sehari-hari di Riau, 
Rusli Zainal ingin menunjukan kesederhanaan pada rakyatnya.
 
“Eh, giliran berdinas di Jakarta, dia malah pakai Mercy. Ini menyakitkan hati 
masyarakat Riau. Tega-teganya ditengah kemiskinan warganya dia enak-enakan di 
Jakarta pakai Mercy. Ini baru setahun dia menjabat, bagaimana empat tahun 
lagi?”sindir Dedi.
 
Di tahun 2003, Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Asmawi Agani mengusulkan 
pembelian empat mobil mewah senilai Rp 5,7 milyar dalam RAPBD 2003. Usulan ini 
mendapat reaksi keras. Di kalangan DPRD Kalteng, ada yang pro ada pula yang 
kontra.
 
Menurut informasi yang ada, yang ingin dibeli adalah dua unit Volvo SERI 960 
dengan nilai Rp 3 miliar, satu unit Jeep Land Rover Discovery (4x4) senilai Rp 
1,5 miliar, dan sebuah bus eksekutif seharga Rp 1 miliar. Total Rp 5,7 miliar.
 
Usulan ini timbul di tengah kondisi masyarakat  Kalteng yang mengenaskan. Dari 
394.354 keluarga yang ada, sekitar 118.306 keluarga (30%) masih hidup dibawah 
garis kemiskinan.
 
Di Kalimantan Timur, di bulan Mei 2003, pejabat dan anggota DPRD Kabupaten 
Panajam Paser Utara yang baru terbentuk 10 bulan juga dikecam lantaran 
mendahulukan membeli mobil mewah seperti Nissan Terano untuk dinas, ketimbang 
mendahulukan pengerjaan pelayanan kepada masyarakat seperti menyediakan air 
bersih, jaringan listrik, dan pembangunan jalan menuju permukiman.
 
“Sudah puluhan tahun kami tinggal disini, tetapi belum mendapatkan aliran 
listrik dan air bersih,” ujar seorang warga Desa Sebakung, Kecamatan Babulu, 
Kabupaten Penajam Paser Utara.
 
Untuk penerangan, selama puluhan tahun mereka terpaksa menggunakan lampu minyak 
tanah. Sedang air bersih sangat sulit diperoleh sehingga warga terpaksa membeli 
air pikulan seharga Rp 2.500 per jerigen isi 20 liter.
 
Menurut penduduk, keluhan soal air bersih dan listrik serta pembelian mobil 
mewah oleh aparat pemerintah kabupaten sudah disampaikan kepada Wakil Gubernur 
Kalimantan Timur Bidang Kesejahteraan Rakyat Yurnalis Ngayoh, saat mengunjungi 
Desa Gunung Intan yang lokasinya  berdekatan dengan Desa Sebakung.
 
Wakil Gubernur menyarankan agar penduduk jangan mengandalkan sambungan air 
ledeng, tetapi berupaya membuat pompa air sendiri, sedang listrik memang belum 
ada jaringan. “Justru masalahnya disini tidak ada listrik sehingga tidak 
mungkin membuat pompa air,” tukas seorang warga.
 
Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat pada April 2003, DPRD setempat juga memberi 
izin Pemkab  Ciamis untuk membeli mobil mewah jenis Land Rover Discovery 
seharga lebih dari Rp 1 miliar untuk kendaraan dinas Bupati.
 
Ironisnya, hal tersebut terjadi saat Kabupaten Ciamis masih mempunyai pekerjaan 
rumah yang terbengkalai di sana-sini. Menurut catatan Pemkab sendiri, Ciamis 
saat itu masih ada 17.000 balita kekurangan gizi, 400 balita bergizi buruk, 
lebih dari 113 bangunan  SD rusak berat, 75% puskesmas rusak, dan masih banyak 
sarana serta fasilitas umum lain yang rusak dan memerlukan perhatian.
 
Dari Padang, pada Oktober 2004 pimpinan DPRD –nya malah meminta fasilitas mobil 
baru. Pos pengadaan kendaraan bermotor pada sekretariat daerah bertambah 
bengkak Rp 2,9 miliar. Anggaran itu dialokasikan untuk membeli 13 unit mobil. 
Satu unit Toyota Camry untuk ketua DPRD dan 3 unit Toyota Altis untuk 
wakil-wakilnya.
 
Cirebon tidak mau ketinggalan. Di awal Desember 2004 DPRD Kabupaten Cirebon 
berniat membeli sejumlah kendaraan beroda empat yang dikatakan  untuk keperluan 
kendaraan operasional atau dinas. Pos anggaran untuk keperluan pembelian mobil 
mewah itu sudah dirancang dan besarnya mencapai Rp 1,5 miliar.
 
Mobil itu diperuntukkan bagi unsur pimpinan, dari mulai wakil ketua sampai 
ketua fraksi dan ketua komisi-komisi. Untuk dua wakil ketua dewan, direncanakan 
diberi jantah sedan Toyota Altis seri terbaru yang harganya di atas Rp 250 juta.
 
Saat dikonfirmasikan wartawan, Ketua DPRD Cirebon Tasiya Soemadi Al-Gotas,S.E., 
menyatakan hal itu sebenarnya wajar. ”Lihat saja, Majalengka yang PAD-nya jauh 
lebih kecil dari Cirebon saja (kendaraan dinasnya) sudah sekelas Nissan Terrano 
dan (Mitsubishi) Kuda,” ujarnya.
 
Sikap yang lebih pede datang dari Bekasi. Pada Oktober 2004, Wakil Ketua DPRD 
Kota Bekasi Dadang Asgar Noor menuntut fasilitas kendaraan dinas Nissan Terrano 
untuk pimpinan dewan. Alasannya, menurut undang-undang, pimpinan dewan memiliki 
derajat sama dengan walikota. Dengan begitu, strata sosialnya lebih tinggi 
dibandingkan masyarakat biasa sehingga berhak memiliki  mobil mewah.
 
”Kita minta hanya sesuai dengan porsinya, masa wakil rakyat nanti hanya diberi 
mobil Toyota Avanza,” kata Dadang dari Fraksi Partai Demokrat, daerah pemilihan 
Kelurahan Jati Asih.
 
Sebenarnya Bagian Perlengkapan DPRD Kota sudah menawarkan kendaraan dinas 
Suzuki Escudo yang sebelumnya digunakan Wakil Ketua DPRD periode 1999-2004, 
Salim Musa, tapi Dadang menolak mentah-mentah.
 
Dadang tetap berkukuh mendapatkan mobil mewah. Mengenai gerakan anti mobil 
mewah yang saat ini mulai berdengung secara nasional, Dadang mengaku tidak 
perduli. “Kami mintanya yang tidak malu-maluinlah, saya ini mewakili 25 ribu 
orang di daerah saya,” kata dia.
 
Hanya saja Dadang tidak sadar, ke 25 ribu orang yang merupakan  ‘tuannya’ 
kebanyakan belum mampu beli mobil, mosok wakilnya saja minta mobil mewah. Ini 
sungguh-sungguh memalukan!
 
Kegilaan pejabat Indonesia terhadap mobil mewah bisa dilihat dari temuan yang 
terjadi di Jakarta  Motor Show (JMS) 2004 di Senayan. Dalam acara yang banyak 
memajang mobil super mewah itu, antara lain mobil Bentley seharga Rp 5 miliar 
per unitnya, pada posisi tanggal 9 September 2004 sudah tercatat belasan orang 
yang membeli mobil Bentley tersebut dengan cara indent!
 
Berita ini kurang menggema di masyarakat Indonesia karena tersaput berita bom 
besar yang meledak di depan Kedubes Australia di Kuningan  pada tanggal yang 
sama.
 
Fenomena mobil mewah yang banyak digilai para pejabat Indonesia  -untuk 
membelinya pakai uang rakyat- menggambarkan betapa para pejabat kita sama 
sekali tidak berpihak pada rakyatnya melainkan berpihak pada hawa nafsunya 
semata. ”Dari sepuluh peraturan yang dikeluarkan birokrat, sembilan buahnya 
berpihak pada kantongnya,” tulis Sosiolog Arief Budiman yang kini menetap di 
Australia dalam sebuah bukunya.
 
Satu contoh yang paling baik tentang ’kepedulian’ pemerintah terhadap rakyatnya 
adalah perbandingan besarnya anggaran untuk Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dan 
anggaran untuk Komisi Nasional Perlindungan Anak.
 
RAPBD DKI Tahun 2005 telah mengesahkan dana belanja Sutiyoso selama satu tahun 
adalah sebesar Rp 4,429 miliar. Dana itu antara lain terdiri dari pos biaya 
baju Gubernur Sutiyoso Rp 40 juta, alat tulis gubernur Rp 151 juta, 
pemeliharaan ruangan kerja gubernur Rp 400 juta, dan sebagainya.
 
Coba bandingkan besarnya belanja Sutiyoso itu dengan jatah untuk Komnas 
Perlindungan Anak. Untuk biaya operasional Komnas Perlindungan Anak, yang 
berasal dari APBN, satu tahun pemerintah hanya memberikan dijatah Rp 22 juta! 
Inilah contoh bagus bentuk kepedulian pemerintah kita terhadap rakyatnya. 
 
Majalah Saksi No. 16 Tahun VII 11 Mei 2005





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/h8TXDC/6WnJAA/HwKMAA/4tWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

--
--------------------------------------------------
Berhenti (Quit):  [EMAIL PROTECTED]
Arsip milis:  http://groups.yahoo.com/group/smun65
Arsip Files:  http://groups.yahoo.com/group/smun65/files
Website: http://smun65.blogspot.com
--------------------------------------------------
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/smun65/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke