________________________________

From: ACHMAD SUBARI 
Sent: Monday, February 06, 2006 11:25 AM
To: ADJI PURWONO; AHMAD RIDWAN; ARNOLDY ARMYN; BELVY BUDIANSYAH; HERI
PURWANTO; INDAH PURNAMA DEWI; INDRA PRASETYA; INDRAWATI; INTAN DYTYA
LUKITA SARI; RAHMAT SUSANTO; RIRIEN AMILIA HANDAYANI; SUBHAN HAKIM;
SUPARJO; SURYANTARA ADI SANTOSA; AI SAWANAH; ARI ISWANTORO; ARIF
ADIANTO; DHIAN PRASETYO; DIAN AMBARWATI; Dinar F. Sasmita; DWI CAHYONO;
IKO SUPRIYONO; ISMAIL FARHAN; LORA CAROLINA M.; MOHAMAD ALAQ; NOFIH
SETIANINGSIH; NURSEHA; PRAPTIWI; RATMIYATI; SITI MARDIAH; SUTJI
HANDAYANI; YUSUF ALAIDRUS HIDAYATULLAH
Subject: Maaf Telat Tuan Karikatur Barat
Maaf Telat Tuan Karikatur Barat

Cover GATRA Edisi 13/2006 (GATRA/Tim Desain/Antara/Yusran Uccang)SOSOK itu 
digambarkan bercambang hitam lebat. Jenggotnya yang sedikit beruban, melingkar 
bagai sarang tawon, menyatu dengan kumis awut-awutan tak terawat. Matanya 
tertutup garis hitam bak buronan penjahat. Berjubah putih dengan kafiyeh 
sewarna. Serban lusuh-gelap terselempang di pundak.

Tangan kanannya menyilang di dada, menggenggam pedang. Satu gagang pedang lagi 
menggelantung di pinggang kanan. Dua perempuan menempel di sisi kiri-kanan agak 
ke belakang. Sekujur tubuhnya terbalut rapat jubah hitam. Hanya mata yang 
terbuka, dengan sorot melotot, bak ninja.

Begitulah sosok Nabi Muhammad SAW dicitrakan ilustrator asal negeri Denmark, 
Rasmus Sand Hoyer. Rekaan figur penyampai ajaran Islam itu dimuat koran pagi 
paling laris di Denmark, Jyllands-Posten (baca: Julands-Posten), 30 September 
2005.

Total ada 12 karikatur sejenis yang dimuat hari itu. Temanya beragam: perang, 
kekerasan, dan perempuan. Ada gambaran, misalnya, Nabi sedang menghentikan 
antrean orang. Dengan dua tangan membentang, Nabi berteriak, ''Stop, stop... 
kami kehabisan perawan.'' Seperti hendak mengatakan, kaum perawan telah habis 
dipoligami Nabi.

Aneka karikatur orang suci umat Islam itu pulalah yang akhirnya memancing 
reaksi keras di berbagai penjuru dunia, sepanjang pekan silam. Mulai Arab 
Saudi, Qatar, Irak, Palestina, Mesir, Libya, sampai Indonesia.

Gelombang reaksi di Indonesia memuncak Jumat pekan lalu. Kedutaan Besar Denmark 
di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, jadi sasaran. Modusnya macam-macam. Ada 
delegasi Majelis Mujahidin, dipimpin Fauzan Al-Anshari, yang datang secara 
damai. Ada pula rombongan Front Pembela Islam (FPI) yang datang dengan massa, 
dilengkapi seremoni khas demonstrasi mereka (orasi, kepalan tangan, dan 
salawatan), plus aksi bakar bendera, dan (tak lupa) pelemparan telur, tomat, 
dan tanah liat.

Duta Besar Denmark, Niels Erick Andersen, mengaku sedih melihat bendera 
negaranya dibakar. Namun dia bisa mengerti. ''Kami sangat mengerti, walaupun 
dalam kesedihan,'' kata Andersen kepada Jongki Handianto dari Gatra. ''Mungkin 
tindakan itu juga luapan kesedihan.'' Fauzan Anshari menimpali, ''Orang Denmark 
pasti marah benderanya diinjak-injak orang. Karena itu simbol negara. Muhammad 
ini simbol keyakinan. Jauh di atas simbol negara!''

Di Surabaya, simbol Denmark juga jadi target. Seratusan massa dari Komite Umat 
Islam Anti-Amerika dan Israel (Kumail) mendatangi Konjen Denmark di Jalan 
Sambas. Dengan kostum hitam-hitam, diiringi tabuhan genderang, mereka menenteng 
poster-poster kecaman dan orasi kecintaan Nabi. ''Pemuatan karikatur ini adalah 
bentuk permusuhan negara-negara Barat terhadap Islam dan seluruh kaum 
muslimin,'' kata Yahya, juru bicara Kumail, kepada Rach Alida Bahaweres dari 
Gatra.

Apa pun yang berbau Denmark kena labrak. Di Makassar, Sekretaris Jenderal 
Palang Merah Denmark, Jourgen Poulsen, yang kebetulan terjadwal bertemu 
Gubernur Sulawesi Selatan, Amin Syam, juga jadi sasaran demonstran. Poulsen pun 
terpaksa meminta maaf, mewakili negaranya. Poulsen, yang juga wartawan, menilai 
tindakan penerbitan Denmark sudah melewati batas. ''Kami minta maaf. Langkah 
media itu merupakan tindakan bodoh dan tidak menghargai umat lain,'' katanya, 
seperti dipantau reporter Gatra Anthony Djafar.

Aksi protes lebih keras terjadi di negara-negara Arab. Selain melakukan demo, 
umat Islam di sana juga melakukan boikot produk-produk asal Denmark dan 
Prancis. Reaksi itu, di Qatar, mendapat spirit dari ulama terkemuka, Dr. Yusuf 
Qardlawi. Ia menyerukan boikot produk Denmark hingga pemerintahnya minta maaf. 
Pantauan kontributor Gatra di Qatar, Malahayati Zamzam, sejumlah supermarket di 
Doha tampak mengosongkan rak-raknya yang berisi produk Denmark. Seperti mentega 
dan susu.

Aksi lebih kolosal terjadi di kota-kota Arab Saudi. Konsolidasi boikot ini, 
dalam pantauan koresponden Gatra Noordin Hidayat, digalakkan lewat jaringan 
SMS, berbunyi ''boycott all Danish product''. Serta seruan-seruan pamflet yang 
menempel di mobil. Maklum, di Saudi tidak ada peluang demonstrasi terbuka. Ada 
pesan spanduk berbahasa Arab menempel di mobil, ''Boikotlah produk-produk 
Denmark, Allah akan membalas lebih baik'' (lihat: Selamat Tinggal Danish).

Reaksi diplomatik juga berlangsung. Arab Saudi dan Irak memanggil duta besar 
mereka di Denmark. Libya menutup sementara kantor kedutaannya. Ada pula 
penyisiran warga Denmark di Palestina. Mengapa baru sekarang reaksi keras itu 
serentak terjadi, bukankah peristiwa pemuatan karikatur itu sudah lima bulan 
lalu? Apa yang terjadi?

Kasus ini bermula ketika penulis Denmark, Kare Bluitgen, berencana menerbitkan 
sebuah buku berjudul Koran and the Prophet's life. Bluitgen ingin memberikan 
ilustrasi wajah Nabi Muhamad, tapi takut ditekan Islam garis keras. 
Jyllands-Posten lalu berinisiatif mengundang 40 ilustrator untuk membuat gambar 
Nabi. Hasilnya, 12 gambar terbaik dipublikasikan dalam terbitan khusus edisi 
Minggu pada 30 September 2005.

Keberanian Jyllands-Posten lima bulan silam itu, sebenarnya, sudah dari awal 
mendapat reaksi keras dari umat Islam Denmark. Imam Raed Hlayhel, tokoh muslim 
Denmark, tidak bisa menerima penghinaan ini. ''Artikel itu telah menghina dan 
melukai hati setiap muslim di dunia. Kami menuntut permohonan maaf,'' kata Imam 
Raed.

Saat itu, Jyllands-Posten menolak minta maaf. Kartun itu, bagi mereka, bagian 
dari kebebasan berpendapat. Soal larangan dalam Islam untuk menggambar sosok 
Nabi, mereka menilai, tidak pada tempatnya jika non-muslim harus mengikuti 
aturan Islam.

Pada 20 Oktober, para diplomat muslim di Denmark, asal Mesir, Palestina, Turki, 
Pakistan, Iran, Bosnia-Herzegovina, dan Indonesia, mengajukan kritik terhadap 
Perdana Menteri Anders Fogh Rasmussen. Dalam jawaban tertulisnya, Rasmussen 
mengatakan tidak dapat melakukan intervensi karena mengacu pada prinsip 
kebebasan pers.

Karena tidak ada ketegasan penyelesaian, reaksi umat Islam makin merata. 
Apalagi, gambar-gambar sinis Nabi itu mulai bisa disaksikan langsung oleh kaum 
muslim di berbagai tempat. Karena makin banyak media non-Denmark, seperti 
Norwegia, Prancis, dan Jerman, yang melansir karikatur itu, maka makin 
terbangunlah solidaritas penentangan.

Reaksi keras yang kian meluas itu tidak urung membuat keder Jyllands-Posten. 
Senin pekan lalu, 31 Januari, Pemimpin Redaksi Jyllands-Posten, Carsten Juste, 
akhirnya mohon maaf. ''Menurut kami, 12 kartun itu biasa saja dan tidak 
dimaksudkan menyinggung perasaan siapa pun,'' katanya. "Gambar itu tidak 
melanggar undang-undang Denmark. Tapi tak bisa dibantah bahwa gambar itu 
menyinggung perasaan banyak umat Islam. Untuk itu, kami meminta maaf.''

Melengkapi pernyataan maaf Posten, PM Denmark Rasmussen mengaku prihatin atas 
dampak buruk gambar ini. "Pemerintah Denmark mengutuk segala ungkapan, 
tindakan, atau tanda yang berniat menghina sekelompok orang berdasarkan agama 
atau suku,'' katanya.

Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menilai kasus ini sebagai refleksi 
Islamophobia masyarakat Eropa. Namun terlalu berlebihan bila dipandang sebagai 
bukti benturan peradaban Timur dan Barat. ''Perlu ada pengamalan etika global. 
Pluralisme harus dijunjung tinggi. Namun harus dijaga agar tidak menabrak pagar 
agama,'' katanya kepada Astari Yanuarti dari Gatra.

Untuk mencegah kasus serupa, kata guru besar politik Islam itu, perlu 
memperbanyak dialog multikultural dan mempraktekkannya. ''Saya pribadi sangat 
mendorong agar tidak ada clash of civilization. Tapi mengedepankan dialog,'' 
katanya. Din sedang menyiapkan ''East Asia Religious Leaders Forum'', 11-13 
Februari ini, di Jakarta. Akan hadir 150 tokoh lintas agama dari 17 negara.

Kekhawatiran ada motif pancingan amarah umat Islam juga dianut Ketua MUI, KH 
Ma'ruf Amin. ''Bila sampai muncul reaksi anarkis dan brutal, setelah itu Barat 
bisa memberi cap-cap radikal kepada umat Islam,'' katanya kepada reporter Gatra 
Arief Ardiansyah. ''Buatlah reaksi yang positif dan konstruktif.'' Hanya saja, 
momentum ini, bagi Ma'ruf, memberi isyarat penting bahwa umat Islam bisa 
dikonsolidasikan.

Bagi Ketua PBNU, KH Masdar F. Mas'udi, perkara karikatur Denmark bukan hanya 
berbenturan dengan larangan menggambar wajah Nabi. Tapi gambaran Nabi itu 
sendiri mengandung unsur terorisme. ''Itu kan penghinaan,'' kata Masdar. ''Saya 
kira siapa pun tidak suka kalau pemimpin agamanya dihina.''

Bukankah itu ekspresi kreativitas? ''Ah, omong kosong itu,'' Masdar lekas 
menukas pancingan Basfin Siregar dari Gatra. Ia melihat motivasi karikatur itu 
sengaja untuk memancing emosi. ''Motivasinya jelas untuk melukai perasaan umat 
Islam. Ini aneh. Umat Islam sendiri tak pernah menghina tokoh yang disucikan 
umat lain.'' Tapi Masdar mengingatkan umat Islam agar tidak terprovokasi. 
Menolak boleh, asal jangan merusak.

Yang terpenting, bagi Masdar, umat Islam jangan terpancing dengan balik 
menghina tokoh-tokoh suci agama mereka. ''Tidak perlu kita balas menghina. Toh 
para karikaturis yang menghina itu sudah terhina dengan sendirinya,'' katanya. 
''Lagian, Nabi tidak akan menjadi hina karena dihina orang.''

Pentingnya segera dilakukan semacam interfaith dialogue juga dikemukakan 
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Tidak hanya antar-cendekiawan muslim, juga 
pakar tentang Islam. "Biar yang tidak beragama Islam pun bisa ikut," kata 
Hassan.

''Ada semacam Islamphobia di negara-negara Barat,'' kata Hasan ketika ditemui 
wartawan Gatra, Bernadetta Febriana, di ruang kerjanya. Masalah ini sudah 
dibicarakan antara negara-negara Organisasi Konferensi Islam sedunia (OKI).

Pada Oktober 2005, Denmark masih bersikukuh bahwa apa yang mereka lakukan 
semata-mata bentuk kebebasan ekspresi. ''Mereka tidak mengerti kalau hal itu 
sensitif,'' kata Hassan. Negara-negara OKI telah menyiapkan sebuah resolusi 
mengenai perlawanan pelecehan agama. ''Kita berencana mengajukan resolusi itu 
ke Sidang Majelis Umum PBB,'' papar Hassan. Kebebasan ekspresi perlu payung 
regulasi.

Asrori S. Karni, Luqman Hakim Arifin, dan Luky Setyarini (Jerman)
[Laporan Utama, Gatra Nomor 13 Beredar Senin, 6 Februari 2005]

--
http://lenterahati.wordpress.com

--------------------------------------------------
Berhenti (Quit):  [EMAIL PROTECTED]
Arsip milis:  http://groups.yahoo.com/group/smun65
Arsip Files:  http://groups.yahoo.com/group/smun65/files
Website: http://smun65.blogspot.com
Friendster: [EMAIL PROTECTED]
--------------------------------------------------
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/smun65/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

<<attachment: image001.jpg>>

Kirim email ke