----- Original Message -----
From: "gunung aditomo" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, March 07, 2006 11:48 AM
Subject: [forum-kompas] Respek


> R e s p e k
> Oleh: Rhenald Kasali
> Beberapa waktu yang lalu Saya menjadi pembicara seminar bersama-sama
dengan Robby Djohan dan Jalaludin Rahmat. Keduanya adalah orang-orang hebat
yang sangat jarang Saya temui. Karya-karya mereka dalam masyarakat luar
biasa, murid mereka bertebaran di mana-mana dan jadi semua dan omongan
mereka bernas-berisi, maka Saya bukan cuma sekedar bicara, melainkan
sekaligus belajar. Pak Robby adalah staf pengajar di UI, dan kalau beliau
mengajar, seisi kelas dibuatnya melek sepanjang waktu. Demikian pula dengan
Kang Jalal yang sehari-hari mengajar di Unpad. Wajar kalau mereka disegani,
sebab mereka bukanlah dosen biasa yang hanya mengambil teori dari buku.
Mereka mengambil ilmu dari buku sekaligus dari pengalaman mereka sendiri.
>
> Yang kita bicarakan adalah soal kepemimpinan. Maklum, ada demikian banyak
orang yang sudah merasa menjadi pemimpin kala sebuah tanda jabatan
disematkan di dadanya, dan ia dilantik oleh pejabat di atasnya. Sementara
itu sehari-hari, ia hanya memimpin dengan sebuah buku, yaitu buku peraturan.
Ia hanya mau tanda tangan dan menyetujui kegiatan kalau "rule" nya ada di
buku. Kata orang ia adalah orang yang jujur dan taat perintah. Praktis
hampir tak pernah ada kesalahan yang ditimpakan kepadanya, karena ia adalah
orang yang benar-benar taat aturan.
>
> Mereka jumlahnya cukup banyak, dan tentu saja benar bahwa mereka adalah
pemimpin, namun yang membedakan mereka dengan yang lain tentu adalah
tipenya, sebab untuk menjadi pemimpin dibutuhkan lebih dari sekedar aturan,
melainkan juga terobosan dan respek. Sebuah organisasi bisa saja tertib dan
teratur, tetapi bisa saja ia mati karena peraturan terlambat merespons
perubahan, dan peraturan yang ada bukan lagi diadakan untuk manusia,
melainkan manusia untuk peraturan. Lama-lama pemimpin ini akan menjadi
tampak seperti orang-orang parisi yang membuat seakan-akan agama diadakan
untuk Tuhan, bukan untuk manusia.
>
> Supaya tidak membingungkan, John Maxwell membuat peringkat yang disebut
pemimpin. Orang yang dibicarakan di atas benar adalah pemimpin, tetapi baru
sekedar pemimpin di atas kertas, yaitu pemimpin level satu. Pemimpin yang
sempurna adalah pemimpin level 5, yang disebut Kang Jalal dan Robby Djohan
sebagai Spiritual Leader, yaitu pemimpin yang dituruti, karena direspeki.
Dengan demikian ada 5P-nya pemimpin yang akan Saya bahas di sini, yaitu
Position, Permission, Production, People Development, dan Personhood.
Masing-masing "P" tersebut akan berpasangan dengan produknya, yang disebut
Maxwell sebagai 5R, yaitu Rights, Relationships, Results, Reproduction dan
Respect.
>
> Pada pemimpin level 1, seseorang dituruti semata-mata karena posisinya. Ia
duduk di sana karena ia memegang hak tertulis (rights). Orang-orang
mengikutinya, karena suatu keharusan. Celakanya, semakin lama ia berada di
posisi itu akan semakin mundur organisasi. Organisasi akan ditinggalkan oleh
karyawan-karyawan kelas satunya yang menyukai terobosan dan laku di pasar.
Sementara itu morale kerja merosot drastis dan image sebagai organisasi yang
disegani tak lagi terdengar, malah sebaliknya.
>
> Pemimpin ini sebaiknya segera memperbaiki diri. Ia bisa menapak naik ke
level dua, yang disebut permission (sedikit di atas otoritas). Ia tidak
melulu mengacu pada peraturan tertulis, melainkan mulai menghargai
orang-orang yang melakukan terobosan sebagai warna yang harus diterima.
Orang-orang pun senang dan menerima kepemimpinannya bukan lagi semata-mata
karena rights, melainkan relationship. Mereka mengikuti karena mereka
menghendakinya. Tetapi kalau cuma sekedar relationship saja, dan orang-orang
merasa senang maka ia bisa menjadi pemimpin yang populis, yang anak-anak
buahnya tidak terpacu untuk maju.
>
> Oleh karena itu, idealnya seorang pemimpin naik lagi ke level tiga, yaitu
maju dengan kompetensi dan memberi hasil yang dapat dilihat secara kasat
mata. "P" ketiga ini disebut Production, dan orang-orang di bawahnya mau
mengikuti kepemimpinannya karena Results, yaitu hasil nyata yang tampak pada
kesejahteraan mereka dan kemajuan organisasi. Pemimpin pun senang karena
pekerjaannya dengan mudah diselesaikan oleh orang-orang yang dedikatif,
bekerja karena momentum. Biasanya level tiga ini berdampingan atau tipis
sekali batasnya untuk melompat ke level empat. Ini hanya soal kemauan
berbagi saja dan relatif tidak sulit karena hasilnya ada dan bukti-buktinya
jelas. "P" ke 4 ini disebut People Development dan hasilnya diberi nama
Reproduction. Pemimpin level 4 adalah pemimpin langka yang bukan cuma
sekedar memikirkan nasibnya sendiri, melainkan juga nasib organisasi. Ia
tidak rela sepeninggalnya ia dari organisasi, lembaga itu mengalami
kemunduran, maka kalau ia tak bisa memilih sendiri pengganti-penggantinya,
ia akan memperkuat manajer-manajer di bawahnya agar siapapun yang menjadi
pemimpin organisasi akan terus bergerak maju ke depan. Tentu saja tidak
mudah mendeteksi pemimpin tipe ini selain dari apa yang ia lakukan untuk
mengembangkan calon-calon pemimpin. Biasanya kita baru bisa menyebut Anda
berada pada level empat kalau Anda sudah pensiun, sudah tidak duduk di sana
lagi. Pada waktu Anda meninggalkan kursi Anda, maka baru bisa kita lihat
apakah orang-orang yang dihasilkan benar-benar mampu meneruskan kemajuan
atau malah mundur.
>
> Tentu saja maju-mundurnya organisasi paska kepemimpinan Anda sangat
ditentukan oleh pemimpin berikutnya, tetapi kita dapat membedakan dengan
jelas siapa yang membuat ia maju atau mundur.
>
> Baik Robby Djohan maupun Kang Jalal sama-sama mengakui sedikit sekali di
antara kita yang benar-benar menduduki kepemimpinan level 5. Kepemimpinan
ini oleh Jim Collins disebut sebagai pemimpin dengan professional will dan
strategic humility. Kang Jalal menyebutnya sebagai Spiritual Leader yang
tampak dari perilaku-perilakunya yang merupakan cerminan dari pergulatan
batin dalam jiwanya (inner voice). Orang-orang seperti ini tidak
mencerminkan kebengisan, melainkan ketulusan hati. Ia bisa saja mengalami
benturan-benturan, tetapi semua itu bukanlah kehendaknya pribadi. Orang yang
baik hati seperti Gandhi saja toh ternyata juga dicaci maki dan dibunuh,
tetapi satu hal yang jelas, ia diikuti oleh banyak orang karena dirinya dan
apa yang ia suarakan. Mereka patuh karena respek. Mereka tahu persis bahwa
bahaya terbesar akan terjadi kala mereka mulai populis, yaitu ingin disukai
semua orang ketimbang direspeki. Selamat memimpin!




--
http://lenterahati.wordpress.com

--------------------------------------------------
Berhenti (Quit):  [EMAIL PROTECTED]
Arsip milis:  http://groups.yahoo.com/group/smun65
Arsip Files:  http://groups.yahoo.com/group/smun65/files
Website: http://smun65.blogspot.com
Friendster: [EMAIL PROTECTED]
    - http://www.friendster.com/profiles/smun65
360 Yahoo!: http://360.yahoo.com/smun65jkt
--------------------------------------------------
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/smun65/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke