Sebuah pemaparan yang menarik, dimana sosialisme mampu memberi solusi atas 
permasalahan bangsa dan dijaikan sebagai  momentum kebangkitan sebuah negara 
dari dominasi asing.
Adakah pemimpin negeri ini yang dengan lantang akan mengatakan kami akan 
berdiri dengan kekuatan sendiri dan tidak akan tunduk terhadap tekanan kekuatan 
asing? Nampaknya hal ini akan menjadi sebuah perjalanan panjang mengingat 
sangat minim kader-kader yang berjiwa sosialis yang ada di pucuk-pucuk pimpinan 
negeri ini. Para pemimpin di isi oleh para penguasa dan pengusaha yang tidak 
memiliki visi memajukan bangsa dan negaranya dan curhat di media massa 
mengenai repotnya memanage bangsa ini.
Pertamina selalu mengeluh mengalami kerugian, begitupun dengan PLN dan Garuda 
Indonesia dan herannya ini terjadi bertahun-tahun tanpa perubahan yang 
signifikan. Pendidikan menjadi barang yang mahal, padahal pendidikan adalah 
modal daar kemajuan sebuah bangsa. Tidak ada negara yang maju tanpa di topang 
oleh pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Jepang contohnya. Betapa ia 
sekarang menjelma sebagai kekuatan yang agung di asia  karena pendidikan yang 
bermutu. Berdasarkan daftar Top 100 universitas di Asia,versi Webometric,  
University of Tokyo bertengger di puncak klasemen dan 32 lainnya berada di 
deretan 100 besar.
Apakah memang ada grand design untuk tidak mencerdaskan kehidupan bangsa di 
negeri ini, secara anggaran pendidikan 20% tidak kunjung juga untuk di 
terapkan? Logika simpelnya adalah sebagai berikut. Dengan kondisi bangsa yang 
tidak cerdas, maka partai-partai berkuasa dengan mudah akan mengibuli para 
konstituennya. Tidak heran jika Golkar sebagai partai korup tetap memperoleh 
suara terbanyak. Begitupun dengan PDIP, meski sang Ketumnya tidak visioner 
dalam memimpin negeri, tapi tetap saja banyak yang nyoblos. Kondisi ini tentu 
akan berbeda jika tingkat kecerdasan bangsa tinggi sehingga mempunyai daya 
analisa yang tinggi pula. Kecendrungan golput merupakan bentuk ketidakpercayaan 
para konstituen akan kapabilitas partai dan calon pemimpin dan kecendrungan ini 
banyak terjadi pada pemilih yang mempunyai tingkat pendidikan yang relatif 
lebih tinggi.
Memang ada dunia lain di luar sana, namun alangkah lebih baik jika kita juga 
membangun dunia seperti di sana di negeri ini.

----- Original Message ----
From: Silvia Candrakurniati <[EMAIL PROTECTED]>
To: soe_hok_gie@yahoogroups.com
Sent: Monday, June 2, 2008 7:05:47 PM
Subject: [Soe_Hok_Gie] sosialisme abad 21


ADA DUNIA LAIN DI LUAR SANA
Oleh : Rullan
 
"Gimana kesan kalian setelah menonton film NO VOLVERAN ini ? ",tanya Mas Farid 
Gaban,pemimpin majalah Madina,dan juga pernah jadi redaktur di Majalah Tempo.
Langsung saya jawab:
 "Saya terpana,Mas. Ternyata sosialisme bukan utopia ya,bisa diaplikasikan 
dengan contoh kasus di Venezuela ini".
Ya benar,film documenter buatan handoffvenezuela, sebuah LSM yang mendukung 
independensi Venezuela dari campur tangan imperialism asing ini benar-benar 
menggambarkan betapa kekuatan dan persatuan rakyat Venezuela bisa mengusir 
campur tangan AS dan sekutunya via perusahaan multinasionalnya. NO VOLVERAN 
adalah film dokumenter yang menyajikan pengalaman empiris Venezuela dalam 
mewujudkan apa yang Chavez sebut dengan "Sosialisme abad 21". Film yang 
disutradarai Melanie Mc Donald ini menyajikan satu model pendidikan politik 
dalam bentuknya yang populer. Meski berkisah sejarah ringkas Venezuela di bawah 
kepemimpinan Hugo Chavez, film ini menekankan aktivisme masyarakat Venezuela 
tentang bagaimana paham Sosialisme dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari di 
kawasan kumuh perkotaan, gang-gang kecil, dan pabrik-pabrik. Momen kebangkitan 
masyarakat menentukan model ideologi untuk kesejahteraannya.
Saya terkesan dengan system komunitas yang muncul dari karsa dari bawah yang 
diterapkan di sana,di tiap kelompok masyarakat di sana dibentuk organisasi 
mandiri yang pengurusnya dari kalangan masyarakat itu sendiri,mereka membuat 
radio komunitas sendiri untuk saling berkomunikasi, mereka menentukan apa 
kebutuhan mereka dan melaporkannya ke dewan yang lebih tinggi untuk mendapatkan 
dana pemerintah untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Mereka punya slogan 
"DON'T WATCH TV,MAKE IT! ", maka tumbuhlah beberapa stasiun TV komunitas yang 
berisi acara-acara dari mereka oleh mereka dan untuk mereka.Dengan begitu 
propaganda asing via RCTV dan Globalvision milik perusahaan multinasional asing 
jadi tidak berguna lagi.Itulah kenapa ketika Hugo Chaves gagal diturunkan oleh 
para kaum borjuis Venezuela yang bersekutu dengan AS tahun 2002,Hugo Chaves 
didukung rakyat! Propaganda asing di TV-TV besar tidak mempan untuk membuat 
rakyat membenci Sang Commandante.
Saya pun kaget ternyata di banyak negara latin khususnya di Kuba dan 
Venezuela,pelayanan kesehatan dan pendidikan begitu baik,APBN untuk kedua 
bidang ini sangat besar alokasinya,maka tidak aneh tingkat melek huruf di 
Negara Fidel Castro dan Hugo Chaves mencapai 100 % ! Anda akan kaget ketika 
melihat seorang ibu rumah tangga biasa mampu berbicara politik sekualitas 
aktivis di Indonesia.Mereka menolak pendapat Fukuyama bahwa setelah runtuhnya 
soviet telah terjadi The End Of History karena hanya system kapitalis yang bisa 
mengatur dunia. Rakyat Venezuela tanpa banyak teori bisa membuktikan bahwa 
system sosialisme yang identik dengan control rakyat terhadap Negara pun bisa 
sejalan dengan demokrasi.
Nasionalisasi perusahaan yang menjadikan komposisi kepemilikan saham menjadi 
49% untuk buruh yang bekerja di tempat itu dan 51% untuk pemerintah ternyata 
bisa diterapkan.Buruh- buruh ternyata bisa juga mengambil alih tugas 
pemilik,insinyur dan administrator ketika dilatih dengan benar.Mereka lah yang 
menjalankan perusahaan minyak Venezuela ketika terjadi pemogokan para teknisi 
dan insinyur sebagai wujud sabotase mereka guna menggulingkan Hugo Chaves tahun 
2002.Sejak saat itu para buruh kalangan kelas bawah lah yang menjadi tulang 
punggung perusahaan selanjutnya, dan itu pasti karena pendidikan yang baik di 
sana,sehingga seorang buruh kecil pun dengan mudah dilatih menjadi 
teknisi,lagi- lagi masalah tingkat pendidikan kan ? Dengan nasionalisasi ini 
para buruh pun menjadi jauh lebih sejahtera karena memiliki saham di 
perusahaannya.
Anda pun mungkin akan takjub melihat distribusi makanan bergizi bisa tersebar 
merata di  sana,dengan system komunitas tersebut,para aktivis di kalangan 
mereka mengatur distribusi itu dari pemerintah. Mungkin hanya di Venezuela ada 
produk makanan yang dibungkus dengan kemasan berisi konstitusi Negara! Anda pun 
akan kaget ketika masyarakat kecil bergotong royong memperbaiki saluran air 
mereka dibantu dengan para teknisi yang dibayar pemerintah sehingga masalah 
urbanisasi dan tata kota menjadi terselesaikan dengan karsa dari bawah.Sekali 
lagi ini nyata dan bukan teori,Brur !
Saya lalu teringat dengan negara ini, banyak sekali tokoh pergerakan kita yang 
berpaham sosialisme,ada Bung Hatta dan Bung Syahrir sebagai ikonnya. Bung Hatta 
yang identik dengan Bapak Koperasi Indonesia tentu tidak menginginkan koperasi 
hanya sekedar sebagai unit simpan pinjam dan arena mengeruk keuntungan oknum 
pengurusnya. Kondisi Indonesia dan Venezuela banyak kesamaan,masalah 
privatisasi perusahaan nasional yang dikuasai pihak asing,masalah 
kemiskinan,masalah korupsi juga dihadapi Venezuela sebelum era Hugo Chaves. 
Negara dikontrol oleh oligarkhi kaum borjuis yang menguasai media,dan 
sumber-sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak juga dihadapi 
oleh rakyat Venezuela di jaman Perez, presiden sebelum Hugo Chaves. 
Selama ini kita selalu mengidentikkan sosialisme dengan komunisme,padahal dua 
paham ini sebenarnya berbeda,komunisme biasanya menafikkan demokrasi,Negara 
dikontrol oleh satu partai politik dominan,dan Negara hanya dikuasai oleh 
segelintir elit,jadi komunisme identik dengan oligarkhi memang.Sedangkan 
sosialisme tidak,mereka membolehkan system mulipartai,rakyat mengontrol Negara 
sepenuhnya dan social expense untuk pendidikan dan kesehatan di Negara 
sosialisme biasanya besar. Orde Baru memang telah membuat bangsa kita membenci 
sosialisme,mendegra dasi Marxisme dan menganggap paham ini anti Tuhan. Hugo 
Chaves sering mengutip teologi pembebasan yang ada di bible dalam melancarkan 
promosi sosialismenya. Film ini membuka mata kita untuk membuka kembali 
pemikiran para tokoh sosialis Indonesia,betapa Bung Hatta dan HOS Cokroaminoto 
yang sangat shalih keislamannya pun merupakan pendukung sosialisme. Jadi mau 
kemana kau,Indonesia ?
 
________________________________
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! 


      

Reply via email to