The Power of Identity
   
  Istilah ini mucul dengan megahnya dizaman ethnic-revival atau 
cultural-revival dunia. Sebelumnya sangat ditabukan, kekuatan primordial kata 
orang. Orang yang saya maksudkan disini ialah mereka yang menganut politik 
ketidakadilan, fasis atau penindas etnis, penindas perbedaan, penindas 
pemekaran yang berdasarkan garis kultur. Saya masih ingat ketika saya menulis 
pertama soal kebangkitan etnis dunia dan Indonesia, banyak sekali penentang 
dengan istilah ’primordial’, ’primitif’ tidak menggambarkan perkembangan dan 
kemjuan katanya. Di Sumut pnentang yang terus terang adalah orang-orang Batak. 
Tetapi sifat orang Batak memang dinamis, cepat mengubah begitu mereka melihat 
kerugian dan keuntungannya. Kita bisa melihat sekarang bagaimana mereka ini 
bahkan jadi sekutu orang Karo melawan dominasi orang-orang Tapsel/Mandailing 
misalnya di USU dalam memperjuangkan hak-hak orang Karo. Orang 
Tapsel/Mandailing tidak gembar-gembor soal primordialnya, tidak pernah keluar 
omongan apakah
 mereka Batak atau tidak, juga tidak pernah memasukkan orang Karo jadi Batak, 
tetapi mereka melaksanakan primordialnya dengan sangat rapi. Kekuasaan dan 
dominasi mereka secara turun temurun di Sumut cukup jadi bukti. Kerjasama 
mereka yang rapi dengan orang Melayu memisahkan daerah Karo (9 desa Bangun 
Purba) ke Sergai, serta memisahkan Sergai dari Deliserdang juga menjadi bukti 
kuat. "Yang harus kita dorong agar bersama-sama mengangkat citra Tapsel, yaitu 
kembali menjadi pemimpin Sumut dari Tapsel sebagaimana yang telah ditunjukkan 
sejumlah mantan Gubsu yang berasal dari Tapsel." kata Mandailing lainnya 
pemrakarsa Tabagsel Drs H Rahmad Hasibuan (Message no 19686 milis tanahkaro Wed 
Oct 11, 2006 8:22 pm). Jelaslah juga mengapa mereka mati-matian menghalangi 
pemekaran Deli, mengerahkan massa ’persatuan dan kesatuan’ Sumut tetapi bungkem 
ketika Sergai pisah dari Deliserdang dan lebih menyolok lagi memaksa 9 desa 
Karo Bangun Purba ke Sergai dengan mencopot semua kepala desa dan
 menggantikan dengan orang-orang pendatang model Amri Tambunan. 
   
  Kegiatan mereka yang sangat rapi dan terorganisasi secara ’primordial’ di 
Sumut menentang setiap pemekaran yang mengarah ke pembentukan propinsi baru 
seperti Protap atau Sumtim, dan terutama persiapan propinsi Karo dengan 
pembentukan Deli, Langkat Hulu, Berastagi, Singalorlau, Tigalingga. Tetapi 
pemekaran Tapsel jadi 5 daerah otonom berjalan lancar, berkat dominasi mereka 
di Sumut dan dengan kerjasama orang-orangnya di Pusat. Begitu juga pemekaran 
kabupaten-kabupaten lainnya di Sumut yang memperkuat ’primordial’ mereka 
seperti di Asahan/labuhan Batu, dimana sebagai pendatang mereka dominan. 
   
  Pemekaran kini sudah sangat jelas mempunyai arti keadilan dan ketidakadilan, 
karena bagi setiap etnis akan memperbesar ruang gerak politis atau suara secara 
politis di Sumut jadi 4 atau 5 kali lebih besar dibandingkan dengan kalau hanya 
satu kabupaten/daerah otonom. Ketidakadilan ini menjadi jelas juga secara 
ekonomi, misalnya dalam pembagian dana disetiap propinsi, etnis yang punya 5 
daerah otonom tentu dapat 5x lebih besar.  
   
  Saya pernah menulis soal ’fenomena Karo jadi Ketua’ dalalm organisasi dominan 
orang Batak tetapi ada Karonya (sedikit). Fenomena ini terjadi di Sumut maupun 
di daerah lainnya terutam di Jawa. Teman-teman Karo yang pernah terkena 
fenomena ini tentu tahu sungguh seluk-beluknya, terutama mengapa justru orang 
Karo yang diketuakan, erat hubungannya dari sifat-sifat sosial dan psikologi 
Karo. Fenomena begini tidak akan pernah terjadi dikalangan orang-orang dominan 
Tapsel/Mandailing. Ini karena sifat dua suku (Batak dan Mandailing) sangat 
berlainan kedinamisannya. Fenomena ’Karo jadi ketua’ ini bukanlan sesuatu yang 
negatif, banyak positifnya, sebagia bentuk atau penjelmaan  kerjasama yang 
sangat ideal. Walaupun fenomena ini belakangan sudah berkurang, terutama 
sebagai akibat dari kebangkitan etnis (disini terutama Karo) yang semakin jelas 
menempatkan dirinya dan tempatnya dalam sejarah perkembangan etnis-etnis, 
perkembangan mana masih belum mengenakkan orang-orang Batak. Tetapi
 ini masih bisa berkembang, dan perkembangan disini sangat dialektis, menurut 
tes-antites-sintes. Setelah Karo dan Batak sama-sama mengerti mengapa tadi 
tercipta ’Karo sebagai ketua’ dan mengapa selanjutnya bisa terjadi juga ’Karo 
sebagai ketua’ tetapi sudah dalam bentuk dan kwalitas lebih tinggi (sintes). 
Salah satu pencerminan yang bermanfaat misalnya dalam kerjasama membentuk 
Protap dan Propinsi Karo atau Sumtim. 
   
  Obsi Sumtim disini maksud saya untuk mengikutkan etnis asli Sumtim Melayu 
(Melayu Langkat dan Melayu Deli yang banyak berasal dari orang Karo yang 
berubah identitas), Simalungun, juga Pujakesuma dan Pakpak. Nias lebih ideal 
bikin propinsi sendiri atau ikut secara sukarela ke salah satu propinsi 
daratan. Begitu juga mendorong dan menggiatkan pemekaran Deli maupun Berastagi, 
orang-orang Batak sangat antusias, berkebalikan dengan orang-orang 
Tapsel/Mandailing yang dengan kekuatan primordialnya yang sangat kuat tapi 
tersembunyi masih menginginkan berkuasanya kembali ’kerajaan lama’ orang-orang 
Tapsel/Mandailing di Sumut seperti ucapan Rahmad Hasibuan diatas. 
   
  Kekuatan Primordial adalah istilah lama yang ditabukan, sekarang jadi The 
Power of Identity, diselidiki dan malah dibanggakan, walaupun kekuatannya 
itu-itu juga, tetapi perubahan pandangan atasnya – itulah yang terjadi setelah 
cultural-revival atau ethnic-revival dunia. Perubahan pandangan inilah yang 
akan mengubah dunia, mengubah Indonesia yang multi-etnis, karena the power of 
identity adalah kekuatan luar biasa, sering tidak bisa dibendung karena kuatnya 
terutama kalau meledak dari tidurnya, tidak hilang bersama waktu tapi malah 
membara bersama waktu. Bara 9 desa Bangun Purba tidak akan padam bersama waktu. 
Bara daerah-daerah Karo yang dicaplok dizaman kolonial dan zaman Orla seperti 
di Langkat, Sumtim/Deliserdang, Tigalingga/Tanehpinem tidak padam bersama 
waktu, dan sekarang setelah 100 tahun kemudian, bara menyala kembali. Kekuatan 
primordial atau the power of identity tetap menyala. Sekali lagi dunia 
dihadapkan ke persoalan semula: menentang atau mengakui kekuatan
 itu. Penentangan sudah makan korban banyak. Perkembangan terakhir setelah 
ethnic-revival ialah adanya pengakuan dan respek atas kekuatan itu. Salah satu 
tema buku Manuel Castells ialah The Power of Identity, pengakuannya, respek dan 
analisanya atas kekuatan itu sangat mendalam walaupun tadinya sebagai pengikut 
marxist muda dia juga pernah men’tabukan’ kekuatan primordial. 
   
  Walaupun masih ada penentangan atas kekuatan identitas ini, tetapi arus pokok 
dunia sekarang adalah bagaimana menanggapi dan menyalurkan kekuatan ini 
sehingga bisa berguna bagi perkembangan masyarakat dan kemanusiaan. Pemekaran 
berdasarkan garis kultur/etnis adalah salah satu penyalurannya yang konsekwen. 
Protap, Tabagsel, Sumtim atau Karo adalah contoh konkrit di Sumut yang berakar 
kukuh dari kekuatan identitas tadi. Pembangunan dan perkembangan semakin kukuh 
dan terkonsolidasi bukan hanya karena pelayanan semakin dekat tetapi juga 
adalah karena kekuatan identitas luar biasa ini tadi bisa ikut mendorong roda 
perkembangannya, walaupun masih sering kekuatan ini disembunyikan , tetapi dia 
ada dan kuat sekali. 
   
  Bujur ras mejuah-juah
  MUG

       
---------------------------------
Låna pengar utan säkerhet.
Sök och jämför hos Yahoo! Shopping.

Reply via email to