PERTEMUAN legendaris dua orang yang pernah berhubungan sangat dekat
dan kemudian saling `bermusuhan' terjadi di Rumah Sakit Pusat
Pertamina (RSPP) Jakarta, Selasa (15/1). Mantan Presiden BJ Habibie
terbang dari Frankfurt, Jerman, ke Jakarta untuk menengok Soeharto
sejak 4 Januari lalu berbaring lemah di rumah sakit.
Pertemuan pertama sejak 10 terakhir itu berlangsung tragis. Selain tak
bisa masuk ruang perawatan Soeharto, Habibie dan istrinya, Ny Ainun
Habibie, sama sekali tak ditemui keluarga Cendana.
Habibie yang ditemani mantan Menteri Agama Quraish Shihab, hanya
berada di ruang sebelah ruang perawatan Soeharto. Sangat berbeda
dengan kunjungan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad dan
Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yeuw.
Ketika Mahathir dan istinya datang ke RSPP, tim dokter sengaja
membangunkan Soeharto dari tidurnya. Soeharto dikabarkan meneraskan
air mata dan balas memegang genggaman tangan Mahathir. Lee dan Sultan
Brunei Hassanal Bolkiah juga dapat masuk ke ruang perawatan.
Mendapat perlakuan tak mengenakkan tersebut, Habibie kabarnya sempat
meradang, namun ditenangkan sang istri.Padahal, di era Orde Baru,
Habibie dikenal sebagai anak emas Soeharto.
Kedekatan Habibie dan Soeharto bahkan sampai memicu munculnya berbagai
rumor. Tak heran, Soeharto mengamini saja ketika MPR memilih Habibie
sebagai wakil presiden pada 2007 lalu.
Gejolah politik yang begitu dahsyat pada 1998 membuat hubungan Habibie
dan mentor politiknya itu tiba-tiba merenggang. Soeharto dan
kelurganya menganggap Habibie berkhianat karena memihak kubu yang
ingin melengserkan Jenderal Besar kelahiran Kemusuk, Yogyakarta itu.
Tim Dokter Kepresidenan punya alasan mengapa Habibie tidak bisa masuk
ruang perawatan Soeharto. Sang dokter, Djoko Rahardjo, mengatakan
keluarga Cendana didera kelelahan sehingga tidak bisa menemui Habibie.
Selain itu, pada saat bersamaan mesin CCCP (penyedot cairan) sedang
diganti dari tubuh penguasa Orde Baru yang masih kritis tersebut. Oleh
karena itu tidak boleh ada orang lain masuk kecuali tim dokter dan
perawat.
Saat Mahathir datang, Soeharto sempat dibangunkan karena saat itu akan
diperiksa oleh ahli syaraf. Sebuah kebetulan bagi Mahathir, sedangkan
Lee Kuan Yeuw dan Sultan Bolkiah hanya melihat Soeharto dalam kondisi
tidur.
Benarkah alasan itu? Bisa jadi benar. Namun, sangat mungkin keluarga
Cendana memang tidak berkenan bertemu Habibie. Dalam beberapa kali
kesempatan, Habibie secara terus terang mengungkapkan keinginan untuk
bertemu Soeharto ibarat bertepuk sebelah tangan alias ditolak dengan
berbagai alasan.
Intinya keluarga Cendana masih sakit hati dengan sikap Habibie di
masa-masa sulit menjelang kejatuhan Soeharto. Apalagi, di era
pemerintahan Habibie lah Soeharto mulai diperiksa sebagai tersangka
kasus KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) oleh jajaran Kejaksaan Agung.
Fenomena tersebut menarik karena Habibie sudah berusaha keras menjalin
rekonsiliasi dengan Soeharto dan keluarganya. Namun seolah tidak kata
maaf bagi pria kelahiran Sulawesi Selatan yang sangat lama berada di
kabinet Soeharto.
Tak heran muncul pertanyaan, kalau keluarga Cendana sampai saat ini
tidak bersedia memaafkan Habibie, adilkah mereka mendesak pemerintah
memaafkan dan mengampuni Soeharto? Pertanyaan yang logis. Boleh
dibilang, Habibie punya jasa sangat besar terhadap pemerintahan
Soeharto, mengingat pakar penerbangan itu kembali ke tanah air dari
Jerman bukan atas keinginan sendiri tetapi permintaan Soeharto.
Rasanya, kesalahan Soeharto terhadap negeri ini tidak sebanding dengan
`kesalahan' Habibie terhadap mantan penguasa selama 32 tahun itu.
Harus diingat, tanpa peran Habibie sekalipun, kejatuhan Soeharto dari
kekuasaannya pasti akan terjadi
Keluarga Cendana harus instrospeksi secara lebih dalam sebelum
menggalang simpati untuk mendapatkan pengampunan terhadap Soeharto.
Setidaknya mereka harus bersedia memberikan kata maaf kepada para
mantan pembantu Soeharto yang pada masa krisis `terpaksa' atau
`dipaksa' keadaan berada di kubu lawan politik Orde Baru.(***)
Posted in Tribun Corner.

Reply via email to