--- Si Laga Man <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Semasa saya kuliah di USU Medan (1980an), sekalian saya bekerja
> sebagai guide antara Bukitlawang, Kab. Karo dan Samosir. Pekerjaan ini
> saya lakukan terutama untuk melatih percakapan dalam bahasa Inggris.
> 
> Ada satu yang menarik hati saya selama bekerja sebagai guide. Bagi
> anggota lama milis ini pasti sudah kenal saya sebagai penggemar tuak.
> Awalnya dari teman-teman kuliah yang orang Batak. Sering kali kudengar
> di kede tuak anekdote bahwa orang-orang Barat terkejut melihat
> orang-orang Batak cuci tangan sebelum makan dengan bier.
> 
> Untuk bisa mengerti anekdote ini kita perlu tahu bahwa di kede-kede
> tuak Batak sering juga disediakan nasi dengan lauk daging babi/ anjing
> atau ikan emas (sekarang ada ikan lele, sanca, bebek dan biawak).
> Disediakan juga kobokan (tempat cuci tangan) sebelum makan sebuah
> mangkok. Air pencuci tersedia dalam botol bier (biasanya bier
> bintang). Kalau kita mau cuci tangan sebelum makan, perlu kita menuang
> air dari botol bier ke mangkok kobokan.
> 
> Nah, menurut anekdote, orang-orang Barat (wisatawan) sering
> terheran-heran melihat orang Batak cuci tangan sebelum makan dengan bier.
> 
> Sewaktu mendengar anekdote ini pertama kali, saya ikut ketawa
> terpingkal-pingkal. Logis sekali orang Barat melihat begitu dan
> terheran-heran, pikirku.
> 
> Tapi, apa kenyataannya? Selama sekitar 5 tahun aku bekerja sebagai
> guide, tak pernah kulihat orang Barat memperhatikan itu. Tentu saja
> tidak ada yang terheran-heran seperti yang digambarkan anekdote tadi.
> Padahal sudah banyak sekali kubawa wisatawan Barat makan dan minum ke
> lapo tuak.
> 
> Kesimpulanku saat itu: Orang Indonesia memang sangat pintar
> berimajinasi tentang bagaimana orang lain mengimajinasikan mereka.
> 
> Demikian juga kualami dengan istilah "Devide et Impera". Sejak kecil
> kita dididik bahwa Belanda bisa menguasai Indonesia sebegitu lama
> karena menggunakan taktik "Devide et Impera". Semasa menjadi guide dan
> kemudian selama tinggal di Belanda, tak pernah kutemukan ada orang
> Belanda yang kenal istilah "Devide et Impera". "Apa itu?" kata mereka
> setiap kali aku mengucapkan istilah itu.
> 
> Teringat pada anekdote cuci tangan pakai bier, aku semakin yakin kita
> orang Indonesia terlalu pintar memproyeksikan masalah di diri kita
> sendiri sebagai akibat dari pandangan/perbuatan orang luar.
> 
> Aku tidak yakin Kebangkitan Nasional dibakar oleh semangat melawan
> pengaruh asing, tapi adalah semangat melawan raja-raja yang pintar
> menggunakan orang asing untuk kekuasaannya sendiri. Ingat dengan
> jernih, bagaimana isi cerita Max Havelaar yang telah difilmkan dengan
> judul Saijah dan Adinda.
> 
> Di seminar-seminar ilmiah tentang sejarah Indonesia aku sering
> mempertanyakan, siapa sebenarnya mempergunakan siapa? (Belanda
> mempergunakan Indonesia atau Indonesia mempergunakan Belanda?) Tak
> aneh ada buku terkenal di antropologi yang berjudul The Third House.
> Hati-hati, konflik antara House 1 dengan House 2 bisa cari kambing
> hitam ke House 3.
> 

---siregarlove:
tergantung kepentingannya bang...melihat nilai ekonominya...kalo bernilai
ekonomi pada suatu waktu ya indonesia yg memakai belanda...begitu juga belanda
akan memakai indonesia kalao melihat "timing"nya menguntungkan scr
ekonomi...manusia sll begitu...gak pandang dia bule atau bukan bule:-)..apalagi
mongoloid semakin lincah memakai kesempatan...intinya adalah "dagang" ...sen
melala:-)

bagus juga tulisan ini krn bisa berdiri bebas menngungkapkannya smtr abang di
belanda ...:-)lumayan obyektif:-)




      Support Victims of the Cyclone in Myanmar (Burma). Donate Now.
http://advision.webevents.yahoo.com/aid_myanmar/

Kirim email ke