Konon pula kabarnya DN Aidit tidak segan-segan mengajak berbincang
anak-anak sekolah yang datang ke gedung parlemen, yang mengikuti
perdebatan konstituante. Andar Ismail menulis, DN Aidit pernah menepuk
pundaknya dan mengajaknya ikut memikirkan konstituante.

Jika kita ikuti sejarah perdebatan idelogis di Konstituante sepertinya
pemimpin kita dulu sudah menemukan kesepakatan yang rasional. Kalo Adnan
Buyung bilang, kesepakatan itu hilang efektivitas karena intervensi
kekuasaan ke lembaga legislatif.

Konstituante adalah puncak rasionalitas demokrasi bangsa Indonesia,
hanya sialnya justru ini dibuat oleh penguasa orde baru seolah-oleh
lembaran hitam persatuan dan kesatuan.

salam,
ita


--- In tanahkaro@yahoogroups.com, "cpatriawgmail" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>  Dalam istilah anak muda, orang yang lebih gaul,
> > akan lebih terbuka melihat perbedaan. Inilah generasi baru yang
> disebut
> > sebagai kaum religius demokrat. Pada merekalah, masa depan
> Pancasila
> > dan keberagaman kita akan dipertaruhkan.
> >
>
> Istilah "Religious Democrat" atau "Religious Sosialist" bukan hal
> yang baru sebenarnya. Dalam buku "Portrait of Patriot: Hatta",
> Deliar Noer sudah menggambarkan bung Hatta sebagai Religious
> Sosialis , begitupun tokoh tokoh lain seperti M. Natsir dkk bisa
> dikatakan sbg Religious-Sosialis. Mereka bisa menjadi relijius
> sekaligus demokrat+sosialis karena mereka belajar western
> civilization dan eastern kulture dan menyatu didalamnya.
>
> istilah "relijius sosialis/demokratis" kurang dikenal di kalangan
> nasionalisme Indonesia yang dipimpin Bung Karno cs dari 1958 sampai
> 1966 karena Bung Karno sendiri tidak pernah mengecap pendidikan
> Barat. Ajaran "nasionalisme" secara tidak langsung mendorong
> karakter "xenophobia" dan "rasialisme".
>
> Xenophobia ini menurut wikipedia adalah "The fear or hatred of
> strangers or foreigners.". Strangers disini termasuk Western
> Civilization, Middle Eastern Civilization dst dst.
>
> Yang perlu di"angkat" di Indonesia menurut Hatta dan Sjahrir,
> adalah "religious atau sekuler demokrat-sosialis" ini, karena dengan
> begitu manusia Indonesia lebih mudah mengenal perbedaan dan lebih
> adil terhadap sesamanya.
>
>
> Konon kabarnya jaman parlementer dulu, M Natsir dan Aidit masih bisa
> makan soto bareng2 setelah keduanya saling berdebat berbusa busa di
> parlemen. Pun dalam hubungan lain, Natsir punya hubungan baik dengan
> Pak Kasimo.
>
> Jadi memang bener kayaknya karakter pemimpin Indonesia 50 tahun lalu
> jauh lebih baik dari sekarang.
>
> bujur & mjj,
>
>
> carlos
>


Kirim email ke