Renungan Mitos 
 
Kembali ke mitos
 
Mitos telah memainkan pranan penting dalam kehidupan manusia, sejak 'adanya' 
kebudayaan, atau juga bisa mungkin sebelumnya. Mitos menghidupkan semangat dan 
juga mendorong semangat, untuk hidup atau lebih dari situ untuk mencapai 
cita-cita hidup yang setinggi-tingginya atau setinggi apa sekalipun. Satu 
contoh mitos nasional yang terkenal bahkan diluar negerinya sendiri, seperti 
’american dream’ pada permulaan abad lalu. Hanya satu makna tertentu mitos ini 
pada mulanya, tetapi sekarang kalau kita tanya orang negeri 'american dream' 
itu, maknanya sudah jauh lain. Situasi dunia dan pikiran manusia jauh berbeda, 
krisis ekonomi yang sudah berulang-ulang, perkembangan teknik dan hubungan 
manusia dsb. Tetapi apakah manusia sekarang tidak merindukan mitos atau sudah 
merasakan kehilangan mitos?
Karo Enda Ndai, semacam mitos aktual Karo sekarang dalam menghadapi 
perkembangan dunia dengan semua kontradiksi dan pertentangan sosial 
dihadapannya. 
Tetapi bukankah ini sukuisme? Primordialisme? Ah, kuburlah pikiran begitu! 
Karena toh sudah tidak ada yang mendengarkan, lebih jauh lagi sudah jauh dari 
kebenaran, atau apalagi dari segi KEADILAN. Kontradiksi Pokok dunia sekarang 
ialah perjuangan untuk keadilan. Semua manusia merasakan sendiri, diseluruh 
dunia, semua nation yang berkembang dengan semua etnis-etnisnya. Terutama etnis 
minoritas atau etnis yang jauh dari kekuasaan, artinya berada dibawah dominasi 
etnis lain. Hampir tidak ada cacing yang berteriak ketika diinjak dizaman 
'american dream'. Mereka tidak mengerti kalau diinjak, atau merasa patut saja 
kena injak karena cacing. Tetapi adakah etnis, mana saja sekarang yang suka 
rela didominasi oleh etnis atau nation lain? Mereka sudah jelas melihat 
ketidakadilannya, dan berjuang untuk keadilan, era ethnic revival atau cultural 
revival, seluruh dunia. Revolusi Besar Kebudayaan Etnis-etnis dunia. Mereka 
ikut menentukan arah perkembangan dunia,
 perjuangan untuk keadilan telah menjadi kontradiksi pokok dunia, menggantikan 
kontradiksi pokok sebelumnya: kontaradiksi dua blok, blok barat dan blok timur. 
Revolusi Besar Kebudayaan Etnis ini telah sempat mengorbankan banyak manusia, 
jutaan, tua, muda, wanita dan anak-anak. Karena perang etnis adalah perang 
kejam tak berperikemanusiaan, karena didalamnya menyala dendam, dendam puluhan 
tahun seperti di bekas Yugoslavia atau Kalbar/Kalteng, Poso, Maluku, atau 
bahkan ada dendam yang sudah ratusan tahun terpendam seperti di Rwanda atau 
Irlandia Utara. 
Apakah dendam? Tidak lain ialah tumpukan ketidakadilan, dibebaskan saat 
waktunya telah tiba. Karena itu juga dikatakan akumulasi bom waktu. Tidak 
peduli secara perorangan, gerup/golongan, etnis, ras, ataupun nation.  Selama 
masih ada akumulasi ketidakadilan selama itu pula ada akumulasi dendam. 
Membalas dendam (besar atau kecil, mendesak atau tidak) bisa dikatakan termasuk 
kebutuhan manusia, atau kebutuhan masyarakat seperti hukuman penjara atau 
hukuman mati. Karena itu juga sekarang ini memperjuangkan keadilan dalam era 
kontradiksi pokok dunia sekarang, adalah juga kebutuhan. Disini sebagai 
kebutuhan masyarakat, seperti yang dijalankan oleh Suli Ginting dengan gigih 
dan 'secara Karo', tidak hanya lengkap dengan pakaian adat Karo setiap kali dia 
maju kejalan, tetapi juga dengan tradisi ratusan tahun way of thinking Karo, 
yaitu cara single fighter. Kebesaran perjuangannya tidak diragukan, walaupun 
sebagian ikut menertawakan, sekedar untuk membedakan
 kebesaran dan kekerdilan. Tetapi Suli Ginting jalan terus, dihadapan orang 
besar atau orang kerdil, karena pelaku ketidakadilan mencakup semua jenis 
orang. Dia bawa peti mati, dibakar dan dikubur, keadilan sudah mati dan dikubur 
katanya. Orang kerdil ketawa terbahak-bahak, dan ketidakadilan masih terus, dan 
karena itu Suli Ginting masih akan hidup terus. 
Perjuangannya besar karena mencakup kebutuhan manusia dalam abad ini, 
kontradiksi pokok dunia dalam soal KEADILAN DAN LINGKUNGAN dengan cara Karo 
yang paling damai dan berkesan. Daerahnya dan lingkungannya kecil, orangnya 
kecil, dan yang diperjuangkan juga nasib orang kecil, beritanya juga kecil 
sehingga yang tahu tentang perjuangannya hanya orang kecil walaupun disitu 
termasuk orang kerdil yang barangkali besar. Suli sendiri juga tidak ingin 
dibesarkan, karena dia tahu bahwa perjuangannyalah yang mempunyai arti yang 
besar, sunggguh sangat besar bagi orang kecil dan orang banyak di Karo dan 
seluruh dunia, harapannya dan cita-citanya, diperjuangakannya sampai usia 
tinggi dan sampai detik-detik menjelang denyutan jantungnya yang terakhir 14 
okt 09. Dan jelas, atau barangkali disitulah kebesarannya. Praktek 
perjuangannya dalam semua bentuk dan pernyataannya, serta kesannya yang sangat 
mendalam bagi orang luar sebagai expressi semangat juang yang sangat
 tinggi,   refleksi harapan dan cita-citanya yang mulia demi rakyat banyak yang 
selalu saja tertimpa ketidakadilan, adalah satu-satunya di dunia. 
 
Kembali ke mitos Karo Enda Ndai. 
'Karo Enda Ndai' sebagai mitos adalah refleksi fibrasi Revolusi Besar 
Kebudayaan  etnis-etnis dunia. Dia muncul dalam era ethnic-revival, dalam era 
perang etnis yang belum pernah ada taranya dalam sejarah perkembangan 
kemanusiaan, karena revolusi ini mencakup hampir seluruh dunia dengan jutaan 
korbannya pula. Hanya dua perang dunia yang bisa menandingi luasnya, tetapi 
tidak bisa menandingi perubahan kesedaran manusia secara kwalitatif didalamnya. 
Perang dunia tidak menunjukkan hal ini, tetapi menunjukkan pernyataan 
persaingan kekuasaan dalam bentuk persaingan  kapital atau dpl adalah bentuk 
tertinggi penyelesaian persaingan kapital. Karena itu mitos Karo Enda Ndai 
tidak bisa dipisahkan dari perjuangan ethnic revival itu sendiri, artinya dari 
perjuangan untuk keadilan. Tetapi Karo adalah kecil dan daerahnyapun kecil dan 
dengan sendirinya juga dunia menganggap kecil. Karo Enda Ndai bisa juga 
dibandingkan misalnya dengan Papua Enda Ndai, atau Dayak Enda
 Ndai, Gayo Enda Ndai, Pakpak Enda Ndai, Betawi Enda Ndai, Tibet Enda Ndai, 
Vietnam Enda Ndai dsb. Maka kalau ditinjau secara hakiki, dari arti perjuangan 
serta tugas sejarahnya dalam perkembangan kemanusiaan, maka Karo Enda Ndai 
sangatlah besar, menjangkau arti luas secara global dan mengandung perjuangan 
kemanusiaan masa kini, artinya perjuangan untuk keadilan.  
Kalau Tibet menuntut supaya China menghormati kultur dan daerah mereka, dan 
supaya dominasi Han di Tibet dihilangkan, ini adalah tuntutan adil Tibet Enda 
Ndai. Begitu juga kalau Gayo Enda Ndai menuntut kebebasan dari dominasi orang 
Aceh di NAD, dan bikin propinis sendiri (ALA) juga adalah tuntutan yang adil. 
Orang Gayo atau Alas atau Singkil dan terutama generasi selanjutnya bukanlah 
harus selalu bernasib seperti yang lalu-lalu, dibawah tirani mayoritas orang 
Aceh. Sama juga halnya dengan Karo Enda Ndai, cita-cita dan perjuangannya untuk 
keadilan bagi dirinya sendiri, tidak seharusnya jadi beban bagi etnis-etnis 
lain di Sumut. Propinsi Karo maupun propinsi etnis-etnis lainnya seperti 
Protap, Sumtra, Aslab, Nias, bisa menjadi cita-cita bersama semua etnis di 
Sumut. Dan perjuangannya lebih ringan disamping akan menjadi tonggak sejarah 
pertama pengalaman Pusat di Indonesia dalam mempelajari dan mengagumi daerah 
(etnis). 
Enda ka lebe sitik renungan minggu enda
Selamat week end
MUG
 
--
 

__________________________________________________
Använder du Yahoo!?
Är du trött på spam?  Yahoo! E-post har det bästa spamskyddet som finns 
http://se.mail.yahoo.com 

Kirim email ke