Sabtu, 26/06/2010 14:15 WIB Ditanya Hak Pilih TNI, Mega Kritik Perekrutan KPU Aprizal Rahmatullah – detikNews Jakarta - Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri ditanya soal wacana hak pilih untuk anggota TNI/Polri. Namun mantan Presiden itu malah mengkritik soal kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan perekrutannya. "Reformasi yang telah kita lakukan belum sepenuhnya berjalan dengan baik, seperti halnya masalah KPU dan perekrutannya," kata Mega sambil tersenyum. Hal itu disampaikan Mega usai menghadiri peresmian sahabat biopori di halaman SD 012, Bendungan Hilir, Jakarta, Sabtu (26/6/2010). Entah apa maksud Mega mengaitkan perekrutan KPU dengan hak pilih TNI. Boleh jadi, Mega mengkritik soal Andi Nurpati, salah satu anggota KPU yang menjadi pengurus Partai Demokrat. Namun untung saja Mega segera 'nyambung' dengan isu yang ditanyakan wartawan. Dia mengatakan, sebagai sebuah wacana, pemulihan hak pilih untuk anggota TNI/Polri adalah sah-sah saja. "Sebagai wacana, itu baik," kata Mega. Wacana hak pilih bagi anggota TNI/Polri kembali mengemuka setelah Presiden SBY singgung dalam pidato di Istana Cipanas pekan lalu. Sejumlah pihak seperti Partai Hanura dan Gerindra mendukung agar hak pilih bagi anggota TNI/Polri kembali diberikan. Namun pihak lainnya seperti pengamat, sosiolog dan sejumlah fraksi di DPR menolaknya. Kebanyakan berpendapat, netralitas anggota TNI/Polti masih diragukan dan karenanya Pemilu 2014 bukan saat yang tepat bagi anggota TNI/Polri ikut memberikan suaranya.
(ken/lh) Jumat, 25/06/2010 17:10 WIB Gerindra dan Hanura Tolak Pengembalian Hak Pilih TNI Elvan Dany Sutrisno – detikNews Jakarta - Dua partai oposisi Gerindra dan Hanura menolak keras pengembalian hak politik TNI. TNI diyakini tidak bisa netral dalam berpolitik jika hak pilihnya diberikan pada Pemilu 2014. "Menggunakan hak pilih TNI sebaiknya tidak diterapkan. TNI sulit netral," ujar Sekjen Gerindra Ahmad Muzani dalam diskusid bertemakan 'Menyoal Hak Pilih TNI' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/6/2010). Muzani menyampaikan, garis komando yang keras dan lugas membedakan TNI dengan rakyat sipil. Muzani menilai pilihan politik anggota TNI pun akan cukup seragam. "Bagaimana garis komandonya, apakah mungkin komandannya pilih Gerindra, anak buahnya pilih Golkar?" papar Muzani. Muzani khawatir dominasi kekuasaan pada saat TNI memiliki hak pilih dalam pemilu era Orba akan terulang kembali. "Pada saat itu kalau suara TNI kecil maka yang akan kena marah adalah komandannya," keluh Muzani. Penolakan wacana pengembalian hak politik TNI juga disampaikan oleh Partai Hanura. Partai yang pimpinannya mantan Panglima TNI ini juga keberatan prajurit TNI bisa ikut nyoblos dalam Pemilu 2014. "Hak berpolitik TNI belum perlu. Lebih baik TNI bersikap netral sebagai pengaman," terang Ketua Fraksi Partai Hanura DPR Abdillah Fauzi Ahmad. Menurut Fauzi, pengembalian hak pilih TNI tidak akan efektif mengingat jumlah TNI yang tidak signifikan. "Karena jumlahnya sedikit dan tersebar di seluruh Indonesia sehingga suaranya tidak akan signifikan dan tidak akan mendapat satu kursi pun di DPR," terang Fauzi. Fauzi menyarankan TNI lebih baik konsentrasi mewujudkan ketertiban umum. Fauzi khawatir hak pilih TNI dapat mengganggu stabilitas politik. "TNI itu yang harus dipertahankan senjatanya untuk mengamankan negara. Kalau masuk politik malah menimbulkan carut marut," tegasnya. (van/yid) KOMENTAR Jiwa/tradisi watak 'turut perintah' sangat berlainan dengan jiwa bebas berpolitik. Politik tidak bisa diperintahkan oleh komandan, dan ini tidak akan dipahami oleh sang komandan maupun sang bawahan. Militer adalah budak-budak tak berkepala, atau seperti dikatakan Einstein, mestinya mereka ini cukup diberikan sumsum tulang belakang (tak perlu otak). Dia bilang: "He who joyfully marches to music rank and file, has already earned my contempt. He has been given a large brain by mistake, since for him the spinal cord surely suffice. " Tidak heran kalau 'komandan' Gerindra dan Hanura 'menolak keras pengembalian hak politik TNI'. Mereka ini yang mengerti . . . bekas komandan dan perajurit militer. MUG