2. Hadir dalam Penciptaan

Penciptaan dimulai dengan Allah. Pada mulanya [ini adalah permulaan
spiritual, bukan temporal, karena "waktu" belum tercipta, dan oleh
karena itu tidak layak untuk berbicara dalam istilah temporal] Allah
masih tersembunyi dan belum menjelma. Ini merupakan tingkatan
Ketersembunyian Mutlak, Keesaan Mutlak atau Tanpa Syarat, Alam Mutlak,
Keberadaan Tunggal, Induk Segala Buku (Buku Alam Semesta). Karena
ruang dan waktu belum ada, ini sepenuhnya non-spatial dan
non-temporal; tiada ruang dan tiada waktu, dan hanya disebut dengan
"waktu-ruang dari waktu-ruang" karena kesinambungan waktu-ruang
terbentuk di dalamnya. (Dalam pertentangan kesatuan melawan keragaman,
tingkatan ini dapat dikatakan tak ternilai, permata sempurna
bersimetri mutlak, tunggal, penuh, dan satu dalam tiap jalan yang
dapat dibayangkan.) 

Ketika Allah ingin diketahui, Ia menjelmakan dirinya dalam ketiga alam
yang lain:

1.      dalam Alam Kuasa Ilahi-Pengkondisian dan Pembatasan Awal,
Manifestasi Awal, Substansi Primordial, Nur Muhammad, atau Realita
Muhammad. Pada tingkatan ini, permata masih utuh, tetapi kemungkinan
perbedaan dan kemajemukan telah muncul, dan retakan-retakan mikro atau
dalam simetri telah tampak.

2.      dalam Alam Malaikat-Pengkondisian atau Pembatasan Kedua,
Manifestasi Kedua, disebut pula tanah genting. Permata masih utuh,
tetapi pembagian telah menggurat di permukaan.

3.      di dalam Kerajaan, atau alam manusia, merupakan Pengkondisian atau
Pembatasan Ketiga. Pada tingkatan ini, permata telah pecah, meletup
dan terberai menjadi pecahan-pecahan kecil dan menyebabkan kemajemukan
tak terhingga dalam alam yang terlihat-namun kemajemukan ini masih
Satu, meskipun ini tidak tampak pada indera kita, karena pemecahan itu
bersifat khayal. Hanya kesadaran terpecah kita-lah yang tampak
terberai. Dalam realita, sampai kini, itu masih dalam kesatuan yang
semula.

Kini kita dapat melihat bahwa perjalanan salik kembali ke Asal, dan
bahwa ia menyeberangi tingkatan-tingkatan spiritual dari Penciptaan
dalam urutan terbalik. Ia berjalan dari kemajemukan ke keesaan, dan
akhirnya menemukan makna sejati agama, misteri Allah, dan rahasia
manusia.

Abdulkadir Jailani, Wali Qutub dan penyelam di dalam Lautan Keesaan
yang tak berdasar, menerangkan: "Semua perbuatan, status dan batas
antara Alam Manusia dan Malaikat termasuk di dalam syariat; sedang di
antara Alam Malaikat dan Raja termasuk di dalam aliran atau Ordo
(tariqat); di antara Alam Raja dan Abadi termasuk Kebenaran atau
Realita (haqiqat)." 

 Tingkatan terakhir, Pengetahuan akan Allah (ma'rifat, Gnosis),
berkaitan dengan Alam Abadi, atau Mutlak, Keesaan Sejati, di mana
pengetahuan mengenai hal-hal lain (kemajemukan) terhapus (Awan
Ketidaktahuan).

3. Status

Status salik pada awal perjalanan adalah kecenderungan kepada nafsu
dan kesenangan. Ia mengikuti pimpinan keinginan pementingan diri dan
nafsu. Namun, pelajaran dan latihan dari guru, segera menghasilkan
timbulnya kasih sayang dan kesenangan. Bukan cinta birahi, tetapi daya
tarik murni dan bersih ke arah Kebenaran. Kasih sayang ini meningkat
dan akhirnya berubah menjadi cinta. Tiada yang mungkin tanpa cinta.
Cinta-lah yang mendatangkan hasil. Cinta mendatangkan perolehan dan,
bila kesetiaan yang sempurna telah mengakar dalam hati, menjadi
pencapaian. 

Kemudian salik kehilangan dirinya secara menyeluruh (fana: Pemadaman
atau Peniadaan). Hanya Allah yang tertinggal, sehingga status ini
disebut pula Pemadaman dalam Allah (fana fi-Allah). Setelah titik ini
tercapai, misteri ilahi tertentu tampak kepada salik, sehingga ia
masuk ke dalam status kagum. Akhirnya datanglah status baqa, di mana
salik dianugerahi keberadaan baru oleh dan melalui Allah (baqa
bi-Allah).

4. Lokasi

Untuk memahami lokasi-lokasi, terlebih dulu kita perlu mempelajari
Kehalusan (lataif, tunggal latifah) atau pusat-pusat kejiwaan.

Kita telah tahu bahwa manusia mempunyai ruh. Ruh ini berpasangan
dengan tubuh fisik dalam bentuk tubuh spiritual. Kini tubuh spiritual
memiliki struktur atau anatomi kejiwaan, serupa dengan tubuh fisik
mempunyai anatomi fisik. Ketika para sufi berkata Hati, misalnya, yang
mereka maksud bukanlah gumpalan daging, melainkan hati dari tubuh
spiritual, yang berkaitan dengan tubuh spiritual dan menggerakkan
tubuh fisik selama manusia itu hidup.

5. Perolehan

Seluruh perbuatan murid dari permulaan hingga akhir harus sesuai
dengan syariat, yaitu anjuran dan larangan Islam. Dalam tingkatan
apapun, hukum yang sakral itu tidak boleh ditinggalkan, karena ini
merupakan dasar bagi segalanya.

Atas segala upaya berdasarkan syariat itu, kemudian murid membangun
pengetahuan dan latihan dari aliran spiritual. Pembatasan baru dibuat
sebagai tambahan dari syariat tersebut. Orang berjalan melalui
tingkatan Boleh, di mana beberapa hal diperbolehkan dalam syariat,
menjadi Larangan atau pembatasan lebih lanjut dari diri. Ini kemudian
diikuti oleh Pengetahuan, yaitu Pengetahuan tentang Allah. Informasi
ini, dan latihan-latihan ini, membawa murid ke arah Kebenaran. Sesudah
itu ia dapat memperoleh kesufian, atau kedekatan dengan Allah.
Berikutnya, ia memperoleh Makna syariat. Ia tidak lagi 'buta' mengenai
alasan-alasan syariat, dan mampu berbuat atas dasar syariat itu dengan
pengetahuan dan kesadaran penuh akan alasan-alasannya. Akhirnya,
perolehannya menjadi Makna Universal.

6. Cahaya 

Cahaya ini mempunyai warna-warna  yang membedakan satu kehalusan
dengan yang lain. Warna ini pada mulanya biru. Pusat hati bersinar
dengan warna kemerahan jika sedang diaktifkan. Warna pusat Ruh adalah
kuning, dan seterusnya.

7. Asma Allah

Nama-nama Allah dikaitkan dengan pengucapan dzikir yang harus
dilakukan pada tingkatan tertentu. Nama Allah tertentu yang khas
disebut dalam setiap tingkatan, dan salik melalui tingkatan-tingkatan
itu sambil meningkatkan tingkatan.

Demikian pula, terdapat pusat-pusat kejiwaan lain di dalam tubuh
spiritual di dekat pusat Hati, dan semua ini diberi istilah
'Kehalusan'.

Pusat-pusat kejiwaan dengan beragam disebut Lima Kehalusan, Tujuh
Kehalusan, atau Sepuluh Kehalusan. Semua sepuluh kehalusan itu
dipetakan dalam Diagram 1.

Lima kehalusan dasar terletak di dalam dada (Sadr), terdiri dari: Hati
(Qalb), Ruh (Ruh), Rahasia (Sirr), Yang Tersembunyi (Khafi) dan Yang
Paling Tersembunyi (Akhfa atau Ikhfa).

Untuk memperoleh tujuh kehalusan, Diri (Nafs) ditambahkan pada awal
daftar itu, dan Diri Manusia (Nafs al-natiqa, atau Diri yang
berpikir/berbicara) ditambahkan pada akhir daftar. Kadangkala, Diri
(Nafs) dihapus, diganti dengan Total (Kull).

Tingkatan Antara disebut Rahasia dari Rahasia (Sirr al-Sirr), dan dua
pusat sesudahnya, Diri Manusia-Singgasana (Kursi), dan Langit
Tertinggi (Arsh)-melengkapi daftar menjadi sepuluh. Pusat sesudahnya,
Total (Kull ) atau Kecerdasan Universal (Aql al-Kull ), kadang-kadang
disisipkan di antara Diri Manusia Self dan Singgasana. (Ini dapat
dianggap sebagai sub-pusat dari Singgasana.)

Keterangan lebih lanjut mengenai Kehalusan ini terdapat di bawah ini.
Semua jarak adalah perkiraan. Warna dan lokasi pusat-pusat
kadang-kadang ditulis berlainan.

Diri: pusat dari diri hewan (penggerak), dan berkaitan dengan Hara,
atau Pusat Kehidupan, bahasa Jepang; terletak di dalam tubuh satu inci
(2,5 cm) di bawah pusar.

Hati: ini tidak berkaitan dengan hati fisik yang terletak di tengah,
tetapi terletak satu inci di bawah punting kiri. Ini dikaitkan dengan
warna merah dan nabi Adam, "yang disucikan Allah."


             Diagram 1. Sepuluh Kehalusan (lataif).
[Lihat posting terpisah]


Ruh: Terletak satu inci di bawah punting kanan. Warna: kuning. Nabi:
Nuh, "yang diselamatkan Allah."

Rahasia: Letak: satu inci di atas punting kiri. Warna: putih. Nabi:
Musa, "yang berbicara dengan Allah."

Rahasia dari Rahasia: Letak: pertengahan dada (antara Rahasia dan Yang
Tersembunyi). Warna: hitam. Nabi: Isa, "misteri Allah."

Yang Tersembunyi: Letak: satu inci di atas punting kanan. Warna:
hijau. Nabi: Muhammad, "Kekasih Allah." 

Yang Paling Tersembunyi: Letak: puncak tulang dada, di bawah garis
leher. Tidak berwarna. Pada beberapa diagram disebut Poros Rahasia
(Mustawa al-Sirr).

Diri Manusia: Letak: di antara kedua alis. Menurut beberapa Sufi, ini
adalah tempat Qaaba Qawsayn, "jarak [atau pertemuan] dari dua busur"
(alis) (53:9). Warna: kuning tanah. 

Total dan/atau Singgasana: Letak: tengah-tengah dahi. Di sini, pada
tingkatan perkembangan tertentu, "mata ketiga" terbuka. 

Langit Tertinggi: Letaknya di ubun-ubun atau titik puncak kepala,
berhubungan dengan Sahasrara (bunga teratai bermahkota seribu) dalam
ilmu Yoga. (Hubungan dengan tradisi lain ini disebutkan bukan karena
konsepsi Sufi bersumber daripadanya, tetapi untuk menyatakan bahwa
suatu kenyataan juga diakui oleh tradisi lain, karena kebenaran itu
satu.) Di sinilah cahaya ilahi [yang disebut oleh para sufi "pancaran
paling sakral" (fayz al-aqdas)] muncul, dengan wujud bintang. Letaknya
juga berhubungan dengan susunan tulang kerangka, dan dalam beberapa
tradisi disebutkan sebagai titik masuknya ruh ke dalam tubuh (susunan
tulang seorang bayi yang baru lahir tidak tersambung baik, sambungan
tulang merapat kemudian).

Sekarang kita telah mengetahui gambaran dari kehalusan, bagaimanakah
cara menggunakan "pohon kehidupan" ini? Caranya adalah dengan
mengaktifkan pusat-pusat fisik secara berurutan. Dimulai dengan
berkonsentrasi pada daerah dada (Sadr) secara keseluruhan. (Warnanya
yang biru juga merupakan warna aura fisik yang sehat.) Kemudian
berkonsentrasi pada Hati dengan lembut, dan seterusnya menurut arah
anak panah pada Diagram 1. Tiap pusat dibangunkan dengan
berkonsentrasi pada doa sesuai tingkatan pusat tersebut. Misalnya,
menurut Tabel 1, Allah adalah doa yang tepat pada pusat Hati. Jika
suatu doa menjadi tetap atau permanen di pusatnya, dan sinar warna
yang spesifik di pusat tersebut (juga tanda-tanda lain) terwujud,
pusat tersebut dapat dikatakan 'terkuasai' atau 'terbuka'; kemudian
dapat diteruskan untuk berkonsentrasi pada doa pada pusat yang lebih
tinggi. 

PERHATIAN!: DILARANG MENCOBA MEMBANGUNKAN PUSAT MANAPUN TANPA IZIN
DARI GURU YANG BERPENGALAMAN. SANGAT BERBAHAYA! JANGAN MENCOBA
"MENGAJARI DIRI SENDIRI," DAN JANGAN BEREKSPERIMEN. TANPA PANDUAN YANG
BENAR, ANDA SANGAT MUDAH TERSESAT.

Allah telah menyatakan: "Ketahuilah bahwa ada hati [fisik] dalam tiap
tubuh. Ada Hati Spiritual dalam tiap hati. Ada Rahasia dalam tiap Hati
spiritual. Ada Yang Tersembunyi dalam tiap Rahasia, dan ada Yang
Paling Tersembunyi dalam tiap Yang Tersembunyi. Aku berada di dalam
Yang Paling Tersembunyi."

Keadaan ini tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan keadaan
fisik. Ini bukanlah kualitas dan kuantitas, dan berbeda dari apapun
yang mungkin terpikirkan.

8. Persepsi

Ini menentukan taraf persepsi dari salik pada tingkatan thaliq, dan
hanya diaktifkan pada tiga tingkatan kedirian yang terakhir. Kita
dapat membedakan antara persepsi Penyatuan atau Pengesaan (tauhid) dan
Peleburan (jam).

Penyatuan Dzat

Alam semesta sering dikiaskan sebagai kitab besar oleh para bijak.
"Kitab alam semesta," kata Galileo, "ditulis dalam bahasa matematika."
Satu dari 99 Asma Allah, Yang Membuat Perhitungan (Muhsi), menunjukkan
bukti bahwa Allah mencipta dalam ukuran dan proporsi terhitung. Ke
manapun kita melihat alam nyata ini, kita menyaksikan keindahan
matematis yang dibangun oleh Seniman Agung (Sani).

Galileo memang benar, tetapi kurang lengkap. Ilmu pengetahuan modern,
yang semuanya kuantitatif, hanya memberi kita gambar alam semesta
dalam satu dimensi, yang diproyeksikan dalam deretan angka-angka.
Angka-angka dapat bercerita banyak, tetapi tidak semuanya. Ini seperti
jika para ilmuwan telah membuka Kitab Alam Semesta, menemukan huruf,
kata dan kalimat pada setiap halaman, kemudian mengukur dimensi
huruf-huruf, pengelompokan huruf, frekuensi dan keteraturan kejadian,
dll. Kiasan ini amat tepat, karena dalam ilmu fisika dan ilmu kimia,
abjad alam semesta tersusun oleh 92 elemen alami, dalam biologi ada 22
asam amino, dan seterusnya.

Tetapi karena terlalu memperhatikan kuantitas, ilmu pengetahuan modern
telah lalai untuk benar-benar membaca Kitab Alam Semesta, membaca dan
memahaminya. Pengukuran yang kita lakukan sudah sangat banyak,
pengetahuan yang kita peroleh belumlah memadai. Rahasia alam masih
tetap terkunci, dan kita perlu upaya untuk itu.

Kini para Sufi pun telah memandang alam semesta seperti buku yang
harus dibaca. Para Sufi menyajikan Kitab Alam Semesta sebagai tersusun
oleh kata kerja, yaitu tindakan-tindakan Allah; kata keterangan, yaitu
sifat-sifat Allah; dan kata benda, yaitu Asma-asma Allah. Dalam
konsepsi mereka, Dzat Allah menghasilkan Asma dan Sifat Suci, dan dari
masing-masing sifat itu tercipta Tindakan-tindakan Allah yang
jumlahnya tak terhingga; alam semesta merupakan ajang pertunjukan
interaksi tanpa henti antara unsur-unsur tersebut. Karena itu, untuk
kembali kepada Semula, orang harus (1) menyatukan tindakan-tindakan 
untuk mencapai tingkatan Asma dan Sifat Allah, dan (2) menyatukan
semua ini untuk mencapai keesaan Dzat. Dalam pandangan para Sufi, ini
adalah bagaimana dzat yang murni, tak berubah, tak terhingga - diubah
menjadi tak terputus tetapi menentu, melalui interaksi tak henti
antara Nama, Sifat dan Tindakan.

Proses ini dapat disamakan dengan penguraian sinar putih menjadi
pelangi warna-warna jika dipancarkan melalui sebuah prisma.
Pengibaratan prisma ini mirip dengan istilah para Sufi ayan al-thabita
(benda yang tak dapat diam). Dari tiap Nama dan Sifat yang telah
diuraikan, dihasilkan tindakan-tindakan yang tak terhingga jumlahnya.
Maka, segala sesuatu di alam semesta ini merupakan titik temu atau
tempat kedudukan Nama, Sifat dan Tindakan Allah tertentu. Kita harus
membalik proses ini untuk mencapai Semula (Sumber), yaitu Dzat Allah.
Penyatuan Tindakan-tindakan akan mengantar ke arah asal yaitu Nama
atau Sifat Allah, dan penyatuan ini menghasilkan sinar putih murni
dari Dzat, yang kemudian terlihat berdiri di belakang semua
manifestasi yang tampak di alam semesta.

Tingkatan Peleburan 

Peleburan (P0), Kehadiran Peleburan (P1), Peleburan dari  Peleburan
(P2), Kesatuan Peleburan (P3), adalah tingkatan-tingkatan yang jarang
dicapai manusia. Istilah yang lebih mudah dipahami ialah Peniadaan dan
Keberadaan. Pemahaman kaitan antara tingkatan-tingkatan Penyatuan dan
Peleburan digambarkan dalam Diagram 2.

Sayangnya, istilah-istilah ini sangat kecil artinya bagi mereka yang
belum pernah mengalami tingkatan-tingkatan itu. Seperti yang dikatakan
Rumi,: "Jadilah aku, dan kamu akan tahu."

Manifestasi Tindakan, Nama/Atribut, dan Dzat

Manifestasi tindakan-tindakan: Satu di antara Tindakan-tindakan Allah
dilahirkan dan dimanifestasikan di dalam hati hamba-Nya. Satu aspek
dari Kuasa Allah mengalir melalui segala sesuatu menjadi jelmaan di
dalam orang tersebut. Hamba tersebut menerima bahwa Allah merupakan
penyebab dari semua gerakan dan perubahan. Hanya pemilik tempat inilah
yang mengetahui hal ini.

Manifestasi nama-nama: Allah menyebabkan satu dari Nama-nama-Nya
terlahir di dalam hati hamba-Nya. Hamba tersebut dipengaruhi cahaya
ilahi yang memberinya kekuatan dan sinar dari nama tersebut sehingga
bila Nama ilahi-nya disebutkan, ia akan menjawab.

Manifestasi sifat-sifat: Allah memanifestasikan satu dari
Sifat-sifat-Nya di dalam hati hamba-Nya. Semua sifat manusia
menghilang, dan Allah timbul di dalam hatinya dalam bentuk Sifat
Allah. Misalnya, jika Allah timbul dalam Sifat Pendengar, hamba
tersebut akan mendengar dan mengerti suara dan bunyi semua makhluk,
baik hidup maupun mati.

Manifestasi Dzat: Hal ini sangat mendekati Allah. Dengan penyembahan,
seorang salik telah mendapatkan kerendahan hati, kematangan spiritual,
dan sadar akan kelemahan diri sendiri. Ia mengenali Allah dari diri
dan sifatnya, dan mengenal dirinya dari Sifat Allah. Karena diri
Manusia Sempurna ini telah menemukan kehampaannya, cermin kehambaannya
berada berhadapan dengan Cermin Ilahi, dan apapun yang terlihat pada
salah satunya akan terlihat pada yang lain. Dalam hal ini Allah
menyatakan bahwa: "Langit dan bumi tidak dapat berisi Aku, hanya hati
hamba-Ku yang setialah yang bisa."

Semua keterangan dan tehnik ini tidak akan tercapai jika salik tidak
memperhatikan dua hal penting: pantang terhadap penghasilan haram, dan
terhadap hubungan kelamin haram. Bagi semua Brahmin yang mandi air
dingin, Buddhis dan Kristen yang tidak tidur semalaman, para fakir
Hindu yang dengan sengaja menyiksa dirinya sendiri, para darwis Sufi
yang menyendiri di gua-gua pegunungan atau bilik-bilik gelap
tertutup-ini semua menuju ke satu titik: pengendalian diri. Namun,
pengendalian diri kenyataannya dihasilkan dari hanya dua titik: Nafsu
terlarang dan keuntungan harta. Lindungi diri anda dari dua hal
tersebut, maka jalan untuk menjadi sufi akan terus terbuka. Jika
tidak, bukan saja upaya anda sia-sia, pintu neraka menunggu anda. Di
sini, mata, telinga, lidah, dan pikiran harus dikendalikan. Jika
sewaktu-waktu anda menemukan kecenderungan terdapat penghasilan dan
nafsu terlarang itu, maka perjuangan anda belum selesai.

Asalkan kedua butir di atas dipenuhi, meditasi (samadi, tafakkur) dan
dzikir yang menghubungkan hati dengan pikiran-atau lebih tepatnya,
Pusat Hati dengan Pusat Diri Manusia-akan membawa kemajuan di jalur
spiritual, tanpa mengabaikan tugas lain termasuk shalat.



         Diagram 2. Transisi Tingkatan-tingkatan  dalam Perjalanan
Spiritual.
[Lihat posting terpisah]


        Tabel:  Bagan Perjalanan Spiritual.
[Lihat posting terpisah]


--- teks habis ---



---------------------------------------------------------------------
Daftar Keanggotaan, e-mail (kosong): [EMAIL PROTECTED]
Keluar Keanggotaan, e-mail (kosong): [EMAIL PROTECTED]
Dokumentasi Milis : http://www.mail-archive.com/tasawuf@indoglobal.com
Sumbangan Milis : BCA No. Rek 2311222751 (a.n Muhammad Sigit P)




Kirim email ke