On 12/24/05, Muhamad Carlos Patriawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Contoh-contoh hal oxymoron bagi saya adalah sebagai berikut: dunia
> akademik dengan dunia industri, memikirkan banyak orang dengan
> memikirkan diri sendiri, melakukan riset untuk stem cell dengan
> memikirkan bagaimana menyelesaikan permasalahan busung lapar, berbisnis
> dengan kejujuran(?).
>
> Get your role and play it well !!!


Mantaap #1

> Dan setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Baik yang negatif maupun
> negatif.
> Karena bagi saya, dunia memang diciptakan tidak sempurna. Jadi akan ada
> selalu permasalahan. Yang lebih penting adalah bagaimana sudut pandang
> kita melihat masalah itu.
>
> Analogi sederhananya, pisau. Pisau bisa dipakai untuk memotong,
> membantu kerjaan manusia. Pisau juga bisa saya pakai untuk membunuh
> orang. Sekarang komputer. Komputer bisa membantu hidup saya. Karena
> saya suka menulis, saya jadi lebih suka menulis dengan komputer. Tapi
> bisa juga komputer "mencuri" hidup saya. Saya bisa gak lulus kuliah
> gara-gara SKS game-nya 22 SKS/semester. Nah batas antara hal-hal
> tersebut sangat tipis nan relatif. Kembali ke masing-masing individu.

Kata orang dari negara you-know-who ada istilah: "Bukan senjata yang
membunuh ,tapi manusia-lah yang membunuh" :)

bukan musuh kita yang membunuh, bukan penentang ide kita, bukan kompetitor kita, tapi teman kita yang hanya meng-iya-kan aja semua. ini gak tau kata siapa. hehe
 

Dan dari jaman Siti Nurhaleza sampai sekarang,kalaupun gak ada senjata
untuk "membunuh" orang ,bisa digunakan "senjata intangible" seperti
dukun/klenik/mistis/pasang paku, pembodohan berlarut-larut di masyrakat
(acara tivi misalnya) dan cara pandang yang menekankan prinsip "mampus
aja luh,bisa ape sih lu" yang **kemungkinan** cuman ada di *sebagian*
Indonesia tercinta.

Satu fallacy(?) kenapa sebagian negeri developing country susah maju
adalah pandangan "mesti perfect dulu untuk bikin sesuatu yang besar",
dikira sebagian orang untuk melakukan sesuatu yang sifatnya *modern*
(hanya bisa dilakukan tadinya di negara maju) itu tidak boleh/bisa
karena hal-hal yang berada di sekitar yang harus di-urus dulu.

Justru,kalau kita menengok ke negara2 tetangga seperti Bapak Mahathir
Mohammad yang jika pada 1990an tetap meng-iya-kan 'etos orang Melayu
malas-malas' dan tidak memikirkan 'mau jadi apa' Malaysia di Abad
21,boleh taruhan tidak ada yang namanya PJ/CJ di Malaysia.Tidak ada
Intel design chipsnya di Malaysia pada 2005.
Kedua,kenapa developer India bisa jadi arsitek dan master programer
Oracle dan DNA Mapping sequence di India padahal rakyatnya juga gak
butuh Oracle dan DNA Mapping ? ( FYA ternyata ada banyak manfaatnya
lho,nah justru ini yang kurang mendapat perhatian ).



> Jadinya, tidak perlu saling menyalahkan. Bahkan seharusnya saling
> mengisi dan saling melengkapi. Pisau tetap dipakai untuk memotong. Game
> dimainkan kalau memang benar-benar lagi butuh hiburan.
>
> Lain cerita, kalau kita tetap ingin menjadi orang Indonesia yang Buruk
> Rupa menurut definisi Muchtar Lubis. Dalam orasi kebudayaanya, Muchtar
> Lubis menyebut beberapa definisi Buruk Rupa Manusia Indonesia. Salah
> satunya adalah tidak suka melihat orang lain maju. Sukanya
> gontok-gontok-an mulu. Kalau ada orang lain yang maju, pasti langsung
> disirikin.

Mantap #2.

Tolong Abang Zaki sering-sering kita disini di-ingat-kan.

Carlos


kayaknya rada gak pas nih, di indonesia justru hampir gak ada gontok2an dari dulu.  perhatiin aja di ruang kuliah, semua pada takjub liat dosen sepertinya, dan meng-iya-kan aja semua.  Cuman kadang gontok2an bisa agak sedikit keterlaluan, dalam kasus ini, jangan ragu2 minta maaf kalau merasa keterlaluan. Jadi tentang gontok2an, get used to it.

dan kalau argue dibilang "menyalahkan", wah ayolah kita meng-iya-kan aja semua. Jadilah milis ini kumpulan orang2 yang menganggukkan kepalanya semua. Dan bilang bahwa itu smart, dan setelah 30 tahun baru sadar, ternyata itu pembodohan.  percayalah, itu yang akan membunuh kita. bukan pisau, bukan penentang ide kita, tapi teman yang hanya iya iya saja.


--
Pakcik
Under Construction

Reply via email to