Pada tanggal 12/25/05, Budi Rahardjo <[EMAIL PROTECTED]> menulis:

http://rahard.wordpress.com/2005/12/25/akademisi-vs-industriawan/

Ada yang aneh dari hasil pengamatan saya (amatiran tentunya) terhadap
pandangan akademisi dan industriawan tentang pengembangan sesuatu yang
berbau teknologi tinggi (high tech; biotech, nanotech, dan *tech
lainnya).

Akademisi, yang biasanya diwakili oleh dosen, cenderung untuk
berpikiran negatif. Ada ketakutan-ketakutan. Mereka sering berpendapat
bahwa seharusnya kita meneliti (mengembangkan ilmu) yang low tech
saja. Padahal, di kelas mereka mengajarkan ilmu yang bisa digunakan di
high-tech. Apakah ini disebabkan rasa bersalah mereka karena telah
dididik dengan ilmu yang "tidak bisa" (dalam kacamata mereka)
diimplementasikan di Indonesia, sehingga mereka merasa harus berpihak
ke sisi lain?


Pernah menanyakan pertanyaan begini pada beberapa dosen di kampus. Seingat saya saat itu saya tanya tentang publikasi beberapa hasil riset di kampus, yang ada diantaranya merupakan lanjutan dari Tugas Akhir senior-senior, dan saya anggap pantas untuk diajukan. Tapi banyak yang mengelak dan mengatakan: sepertinya kita tidak akan mampu untuk mempublikasikan dan nanti ada yang tertarik buat mengembangkan.

Dan yang berbicara demikian itu yang sudah ambil S3 sampai ke Amerika loh, Pak. Saya kaget juga, namun coba maklum bahwa untuk pengembangan-pengembangan semacam itu terkadang ada ketakutan bahwa "ini tidak akan didukung karena belum pasti beruntung".
 

Di sisi lain, industriawan umumnya berpikiran lebih positif. Saya
melihat betapa seorang Iskandar Alisyahbana yang dengan terampil
memotori perkembangan teknologi satelit di jaman dahulu (70-an?) dan
kemudian melirik ke bioteknologi. Atau, seorang Mochtar Riady yang
saat ini sedang gemar dengan nanotechnology. Mereka lebih progresif
dan agresif. Saya beruntung bisa sempat ngobrol-ngobrol dengan mereka.
Antusiasme mereka bukan pura-pura. It's real. They are really excited
in new things. Yang membuat saya bersedih melihat keadaan ini adalah
kedua bapak ini dapat dikatakan sudah tua, akan tetapi semangat dan
optimisme mereka melebihi anak muda! Saya malu!

Tentu saja ada akademisi yang memiliki pemikiran jauh, semangat yang
besar, optimisme yang besar, dan kemauan kerja yang besar. Contoh yang
saya lihat ada di dalam seorang Samaun Samadikun. Beliau telah
menghasilkan SDM-SDM yang memiliki karakter yang sama; optimis dan
bersemangat. Tapi, jumlah orang seperti "Samaun Samadikun" di
Indonesia tidak banyak.

 

Ada kemungkinan lain, yaitu kacamata yang saya gunakan untuk melihat
ternyata menipu penglihatan saya sehingga pengamatan saya salah besar.
Sangat dimungkinkan! Maklum, baru menggunakan kacamata.


Hahaha.... mungkin... mungkin saja, Pak...





--
heart-shaped-box
darussalam-banda aceh
http://tintamerah.blogspot.com
Y!M:alexaceh

Kirim email ke