Bapak Budi,
kenapa proposal bisa ditolak Pak?
apakah dalam proposal tersebut:
1. memecahkan suatu/beberapa permasalahan yang sudah ada?
2. mungkin akan memecahkan suatu/beberapa permasalahan yang akan ada?
3. dan tentunya kandidat proposal/pemilik solusi tersebut sudah
mengetahui benefit hal tersebut?
4. dll :D
Trims


On 5/3/06, Budi Rahardjo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Duluuu sekali saya pernah mengajukan sebuah
   Sistem Informasi Harga Pasar
dengan cara yang agak aneh.

Begini.
1. Pasang server web di ITB
2. Rekrut orang (siapa saja, penjaga toko di pasar,
   tukang becak, atau siapa saja) yang kerjanya setiap hari
   pergi ke pasar. Atau bisa juga mahasiswa yang kos-kosannya
   dekat pasar. Sambil ke kampus, survey harga pasar dulu.
   (Ada honornya. Nah ini biaya yang saya usulkan untuk didanai.
   Biaya2 lain nampaknya lebih kecil daripada biaya operasional ini.
   Bisa ditanggung bersama-sama. Web sudah ada. Internet numpang ITB.)
3. Orang ini mencatat harga berbagai barang (catat di kertas
   saja). Kemudian pergi ke kampus ITB, serahkan daftar
   harga tersebut kepada mahasiswa yang menjadi operator web.
4. Harga di web diperbaharui.
   Tidak real-time, tapi cukuplah. (Toh untuk kasus seperti
   ini tidak perlu dalam orde detik.)
Maka jadilah SISTEM INFORMASI HARGA PASAR yang betul2 akurat!

Oh ya lupa. Orang yang direkrut bisa 1 pasar = 1 orang.
Atau, kalau yang lagi gak ada kerjaan 1 orang = beberapa pasar.
Usulan saya dulu adalah pasar Simpang, Balubur, Cihapit,
Cihaurgeulis. (Yang within distance dari ITB.)

Ide ini bisa diteruskan dengan tambahan harga dari pasar
swalayan :)
atau ... ke petani-petani, atau apa pun.
Yang penting infrastruktur (basisnya) sudah jalan.
Tinggal nanti masalah content acquiring, yaitu sumber data
harga.

Proposal ditolak!
Mungkin idenya terlalu aneh/edan, tidak academics?
Atau memang tidak ada pasar/kebutuhan?
(Padaha kalau tahu ada perbedaan harga, maka akan terjadilah
bisnis :)
Proposal saya buang!


-- budi



--
Best regards,


Widi Pradnyana

Reply via email to