Panginten peryogi, 
nimu ti milis tatanggi..

agushermawan

Message: 2         
   Date: Sun, 2 Jan 2005 21:47:18 -0800 (PST)
   From: tendy somantri <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: tentang "mang", "kang"

 
 
Euleuh.... Yi Farmin, kumaha damang? Hehehehe...
Maaf, saya terpaksa meluruskan lagi... walaupun saya bukan ahli 
bahasa 
Sunda. Sebagai "Urang Sunda" saya berkewajiban meluruskan karena ada 
beberapa kekeliruan dalam penjelasan Ayi Farmin. Mudah-mudahan 
pelurusan 
ini bisa lebih mudah dicerna oleh mas/mbak, uda/uni, dll... 
Sebutan "Mang" memang berarti "paman" sama dengan "mamang", "amang". 
Bicara perbedaan itu kita berwisata ke dunia dialektika. Konon, 
bahasa 
Sunda standar adalah bahasa Sunda dialek Bandung. Namun, bahasa 
standar 
itu sering terasa kabur karena ternyata banyak bahasa Sunda "buhun" 
(asli) yang hilang. Hal itu akibat perkembangan Bandung yang 
metropolis. 
Tampaknya, masyarakat Bandung saat ini lebih senang menggunakan 
bahasa 
Indonesia. Menyedihkan ya?
Sebuat "mang" memang untuk hubungan kekerabatan yang berarti paman. 
Namun, seperti sebutan-sebutan hubungan kekerabatan lainnya,  'mang" 
juga 
bisa digunakan untuk menunjukkan keakraban/keintiman. Jadi, tidak 
hanya 
untuk pedagang, tukang becak, atau tukang-tukang yang lainnya. Kita 
kenal sebutan "Mang Ihin" untuk Pak Solihin GP atau "Mang Ohle" untuk 
PR 
(konon, Pak Jakob Oetama memanggil Pak Atang Ruswita dulu dengan 
sebutan 
"Mang Atang"). Jadi, saya sama sekali tidak merasa rugi dipanggil 
dengan sapaan "Mang". Hanya, saya merasa lebih tua...hehehehe.
"Akang, Aa, Aang" bisa disepadankan dengan kakak lelaki. 
Perbedaannya, 
ya itu tadi, hanya masalah dialektika. Di daerah yang satu digunakan 
Akang, di daerah lain mungkin Aa, atau daerah lain lagi Aang. 
Maknanya 
sama saja. Lalu, "Teteh, Euceu, Aceuk, Ceuceu" merupakan sebutan 
untuk 
kakak perempuan setara dengan sebutan "Mbak". Perbedaannya juga masih 
pada tataran dialek, bukan pada makna. Sebagai contoh... "Aa" 
dan "Teteh" 
merupakan dialek Bandung (Aa Gym, Aa Boxer) sedangkan "Akang, Aang" 
tampaknya lebih banyak digunakan di wilayah Priangan (Tasikmalaya, 
Garut, 
Ciamis).
Pasangan (bukan lawan) "Mang, Mamang, Amang adalah "Bibi, Mbi, Ibi" 
yang berarti "bibi" atau "tante" (boso londone). Mungkin, kalau mau 
dikatakan "lawan" kata "mamang" adalah "uwa" yang berarti "uwak" atau 
"pakde/bukde". Sebutan "Uwa" bisa digunakan untuk laki-laki atau 
perempuan.
Begitu saja dulu... mudah-mudahan cukup jelas Mas Set...ya?
terima kasih
 
Tendy/PR


Farmin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:salam guyub,

wah, menarik nih. bahasa sunda disinggung-singgung, euy. 
yap, saya pikir, sebagai milis bahasa, sudah selayaknya 
guyubbahasa menjadi wadah diskusi tentang bahasa-bahasa 
daerah.

mas set [maaf ya saya panggil demikian], dalam praktiknya, 
penggunaan sapaan "mang", "kang", 
"teteh", "ceuceu", dan 
"aa" ada perbedaan yang signifikan. sapaan 
"mang" itu merupakan bentuk singkat dari 
"amang" atau "mamang" yang berarti 
paman. sapaan "mang", biasanya digunakan 
kepada seorang laki-laki yang mempunyai pertalian darah 
dengan kita. namun, sapaan "mang" pun sering 
digunakan untuk menyapa seorang laki-laki yang lebih tua 
umurnya dan, dalam kehidupan sehari-hari, sering digunakan 
pula untuk menyapa pedagang keliling—sama halnya 
dengan sebutan bang kepada tukang becak atau tukang bakso, 
misalnya. lawan dari sapaan "mang" adalah 
"ceuceu" atau "eceu" atau 
"ceu". penggunaan sapaan ini sama dengan 
"mang", tetapi untuk jenis kelamin perempuan.

sedangkan, sapaan "kang" adalah bentuk singkat 
dari "akang". sapaan "kang" 
digunakan kepada seseorang yang lebih tua dan kita sudah 
merasa dekat dengannya. Yang membedakan sapaan 
"kang" dengan "mang" adalah 
selisih usia. sapaan "kang" digunakan untuk 
menyapa orang yang selisih usianya kita taksir tidak 
terlampau jauh dengan kita, sedangkan sapaan 
"mang" sebaliknya. selain itu, sapaan 
"kang" pun bisa digunakan untuk seseorang yang 
kita hormati dan kita kagumi. lawan dari sapaan 
"kang" adalah "teteh" atau 
"eteh" atau "teh". namun, 
"teteh" pun memiliki makna yang lebih khusus 
yakni kakak kandung perempuan. maka, sebenarnya sih, 
sapaan "teteh" lebih tepat digunakan kepada 
kakak perempuan. akan tetapi, karena terjadi peluasan 
makna, sapaan "teteh" sering digunakan 
sebagaimana sapaan "akang".

nah, mas set, sapaan "aa" adalah kebalikan 
dari "teteh". sapaan "aa" arti 
sebenarnya adalah kakak kandung laki-laki. namun, sama 
halnya dengan "teteh", sapaan "aa" 
pun mengalami perluasan makna sehingga berfungsi sebagai 
lawan kata sapaan "teteh". dalam hal yang 
lebih khusus, sapaan "aa" sering dipergunakan 
oleh seorang istri untuk memanggil suaminya. jauh lebih 
khusus dari itu, sapaan "aa" yang melekat pada 
dai kondang aa gym, mungkin, disebabkan oleh aa gym yang 
sering memosisikan dirinya sebagai kakak bagi para 
santrinya sehingga terkenallah beliau dengan sapaan aa.

selain sapaan-sapaan itu, masih ada bentuk sapaan lain 
yakni "bi"—yang merupakan bentuk singkat 
dari bibi—yang berarti saudara perempuan ibu dan 
bapak, sapaan "wa" atau "uwa" yang 
berarti paman—sama halnya dengan sapaan 
"cang" atau "encang". masih ada 
bentuk sapaan yang lain yakni "jang" atau 
"ujang" yang digunakan untuk memanggil anak 
kecil laki-laki, dan "neng" atau 
"eneng" atau "neneng" yang 
digunakan untuk memanggil anak kecil perempuan.

demikianlah penjelasan yang bisa saya utarakan. saya mohon 
maaf kalau ada kesalahan. bagaimanapun, saya bukan pakar 
bahasa sunda. saya hanyalah pituin [orang asli] sunda yang 
mencintai bahasa sunda, sebagaimana saya mencintai bahasa 
indonesia.

salam guyub,


"farmin" firmansyah
dari mizan pustaka bandung





Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke