Gampil pisan kang hasangarut perkawis eta mah. kieu geura,- upami anu ningal bulan di daerah urang, tangtos kedah ngiringan, sapertos jamaah haji margi kajantenanana di arab. Namung upami urang garut teu ningali bulan, teras ngiringan boboran ka arab, ya rada helok? Janten gumantung kana tempat dimana urang aya wanci harita. salam.
 
mh <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
meunang sms ti lembur, cenah PKS leberan isukan kemis.
tadi isuk teh puguh kabaneran deuih, tas maca artikel
perkara lebaran, kenging kang thomas jamaluddin. cenah
lebaran di arab aya perobahan, nu tadina diitung bakal
jumaah, kulantaran aya nu ninggal bulan. nya lebaran
di arab poe kemis, isukan. aya sababaraha pertimbangan
di sarankeun ku kang thomas, pikeun nyikepan perbedaan
iddul adha. mangga geura baca.

salam,
mh
=====
PR. ARTIKEL. Rabu, 19 Januari 2005

Menyikapi Perbedaan Iduladha
Oleh T. DJAMALUDDIN

SEMULA, keputusan Majelis Tinggi Arab Saudi, Majlis
Al-Qadla' Al-'Ala, yang menetapkan 1 Zulhijah 1425
pada 12 Januari 2005, hari wukuf 9 Zulhijah 1425 pada
20 Januari, dan Iduladha 21 Januari disambut gembira
oleh banyak pihak. Kekhawatiran terjadinya
kontroversi, seperti sering terjadi lenyaplah sudah.
Majelis mengumumkan tidak ada kesaksian hilal pada
akhir Dzulqaidah. Di Indonesia, keputusan itu pun
disambut dengan lega. Rapat Badan Hisab Rukyat
Departeman Agama pada 22 Desember 2004 lalu sempat
mengkhawatirkan terjadinya kontroversi keputusan Arab
Saudi yang menyebabkan perbedaan dengan keputusan
pemerintah RI.

Ternyata, kelegaan tidak lama. Sabtu, 15 Januari
tersiar kabar melalui mailing list pengamat hilal
(bulan sabit pertama) dan media massa bahwa Arab Saudi
mengubah keputusannya. Berdasarkan laporan terlihatnya
hilal pada 10 Januari 2005, maka diputuskan awal
Zulhijah jatuh pada 11 Januari 2005.

Akibatnya hari wukuf berubah menjadi 19 Januari dan
Iduladha di Arab Saudi pada 20 Januari 2005. Tentu
saja perubahan ini menyebabkan perbedaan dengan
Iduladha di Indonesia dan menimbulkan kebingungan bagi
orang awam.

Kalangan astronom jelas menolak kesaksian tersebut
karena pada saat magrib 10 Januari 2005 di wilayah
Arab bulan telah berada di bawah ufuk. Di Mekah bulan
terbenam pukul 18.53 kemudian disusul matahari pukul
18.56. Bagaimana mungkin terlihat hilal padahal bulan
telah terbenam. Arab Union for Astronomy and Space
Sciences (AUASS) mengeluarkan pernyataan bahwa
kesaksian tersebut keliru.

Garis tanggal

Untuk melihat kemungkinan rukyatul hilal di seluruh
dunia, biasa digunakan hisab (perhitungan) secara
global dan digambarkan sebagai garis tanggal. Pada
peta garis tanggal diketahui di daerah mana bulan dan
matahari terbenam bersamaan. Inilah garis tanggal
wujudul hilal (wujudnya hilal di kaki langit). Dengan
garis tersebut diketahui bahwa di wilayah sebelah
timur garis tanggal pada saat magrib hilal berada di
bawah ufuk, sedangkan di wilayah baratnya hilal telah
di atas ufuk.

Garis tanggal wujudul hilal untuk awal Zulhijah
melintasi Amerika Utara, Afrika, Yaman, dan Lautan
Hindia sebelah selatan Indonesia. Terlihat bahwa Arab
Saudi dan Indonesia berada pada satu wilayah garis
tanggal. Pada tanggal 10 Januari 2005, baik di Arab
Saudi maupun Indonesia, bulan telah berada di bawah
ufuk saat magrib. Jadi tidak mungkin ada kesaksian
melihat hilal pada hari itu. Dengan demikian, tidak
mungkin juga 1 Zulhijah 1425 jatuh pada 11 Januari
2005 dan tidak mungkin Iduladha 20 Januari 2005. Dari
gambar garis tanggal beserta beberapa kriteria selain
wujudul hilal, dapat disimpulkan bahwa 1 Zulhijah
jatuh pada 12 Januari 2005 dan Iduladha 21 Januari.

Kriteria kemungkinan teramatinya hilal di Indonesia
yang disepakati MABIMS (menteri-menteri Agama Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) adalah
tinggi minimal 2 derajat dan umur hilal minimal 8 jam.
Garis tanggal ketinggian bulan 2 derajat juga
digambarkan pada peta garis tanggal yang melintasi
Amerika Utara, Afrika, dan Australia. Karena bulan
baru atau ijtimak terjadi pada pukul 19.04 WIB 10
Januari, maka saat magrib 11 Januari umur hilal telah
lebih dari 8 jam. Karenanya baru pada 11 Januari hilal
kemungkinan dapat terlihat. Maka 1 Zulhijah 1425 dapat
disimpulkan jatuh pada 12 Januari 2005. Demikian juga
dengan kriteria-kriteria lainnya.

Kesaksian hilal pada 10 Januari 2005 secara astronomi
harus ditolak, karena tidak mungkin terjadi bulan yang
telah terbenam dapat dilihat berada di atas ufuk.
Dapat dipastikan ada kekeliruan pengamatan. Dari
kalangan pengamat hilal seluruh dunia yang bergabung
dalam ICOP (International Crescent Observation
Project), tidak ada laporan terlihatnya hilal di
seluruh dunia pada hari itu. Baru pada 11 Januari
dilaporkan pengamatan hilal dari berbagai tempat di
dunia. Seperti ditunjukkan pada peta garis tanggal,
pada 11 Januari hampir seluruh dunia berkesempatan
melihat hilal yang cukup tinggi. Salah satu pengamat
di Iran berhasil memotretnya dalam kondisi kaki langit
yang berawan.

Dari analisis garis tanggal dan laporan rukyatul hilal
seluruh dunia, semestinya 1 Zulhijah jatuh pada 12
Januari 2005, hari wukuf 9 Zulhijah pada 20 Januari,
dan Iduladha pada 21 Januari 2005. Pemerintah
Indonesia telah memutuskan dalam ketetapan Menteri
Agama RI bahwa Iduladha jatuh pada 21 Januari.

Menyikapi perbedaan

Dalam masalah ibadah, pertimbangan syariat lebih
diutamakan daripada pertimbangan lainnya. Walaupun
secara astronomi keputusan Arab Saudi dinilai
kontroversial dan keliru, secara syariat tetap
dianggap sah. Laporan saksi yang dianggap adil telah
cukup dijadikan dasar tanpa perlu konfirmasi apa pun.
Itulah keyakinan Majelis Tinggi Arab Saudi. Karenanya
di Arab Saudi dan negara-negara sekitarnya yang
mengikutinya, sah bagi mereka untuk beriduladha 20
Januari 2005.

Masalahnya kemudian timbul kebingungan pada sebagian
masyarakat di Indonesia yang akan beriduladha pada 21
Januari 2004. Sahkah saum Arafah pada 20 Januari 2005
saat saudara-saudara kita di Arab Saudi beriduladha?
Kita ketahui, saum pada hari raya haram hukumnya.
Masalah ini sederhana saja. Dalam ibadah kita tidak
boleh ada keraguan, pilih mana yang kita yakini.

Bila kita yakin mengikuti Arab Saudi, saum pada 20
Januari jelas haramnya karena kita yakin hari itu
Iduladha. Tetapi lain masalahnya kalau kita mengikuti
ketetapan pemerintah Indonesia yang menganggap 20
Januari masih 9 Zulhijah, maka sunnah untuk saum
Arafah pada hari itu. Tidak haram saum karena yakin
hari itu bukan Iduladha. Tidak boleh ada keraguan
dengan mengikuti Iduladha seperti ketetapan di
Indonesia, tetapi juga meyakini Iduladha seperti di
Arab Saudi. Tidak ada dua kali Iduladha yang diyakini,
salah satunya harus ditinggalkan.

Keyakinan untuk merayakan Iduladha berdasarkan
penetapan 1 Zulhijah di masing-masing tempat telah
dilaksanakan di banyak negara. Dewan Fiqih Islamic
Society of North America (ISNA) akhirnya juga beralih
mengikuti rukyatul hilal setempat, walau sebelumnya
selalu mengikuti Arab Saudi dalam penetapan Iduladha.
Keputusan itu diambilnya, antara lain setelah
berkonsultasi dengan ulama Arab Saudi yang menyatakan
tidak ada beda penetapan Idulfitri dan Iduladha. Kita
harus konsisten, bila Idulfitri ditetapkan berdasarkan
rukyat setempat, demikian pula dengan Iduladha.

Sebagian kalangan masih banyak yang berpendapat bahwa
Iduladha semestinya mengacu pada hari wuquf di Arafah.
Namun tidak ada dalil yang kuat yang menyatakan
Iduladha mesti sehari sesudah wukuf, semuanya bersifat
ijtihadiyah yang bisa diperdebatkan. Tidak salah juga
Iduladha dilaksanakan 10 Zulhijah, karena wukuf 9
Zulhijah. Dan 10 Zulhijah dapat berbeda di setiap
tempat bergantung saat terlihatnya hilal. Ada juga
yang berpendapat Iduladha (hari raya kurban), bukanlah
Idul Hajj (hari raya haji) yang terikat dengan ritual
di tanah suci dan hanya ada di tanah suci. Sehingga
tidak semestinya Iduladha selalu mengacu pada hari
wukuf. Bagaimanapun juga tidak mungkin disamakan
waktunya dengan waktu di tanah suci.

Itulah perbedaan pendapat yang ada di masyarakat.
Silakan ikuti mana yang dianggap paling meyakinkan dan
menenteramkan dalam beribadah. Kita tidak bisa
memaksakan pendapat dalam hal ini. Persaudaraan tetap
harus dijaga. Salat Iduladha hukumnya sunnah, namun
menjaga persaudaraan wajib hukumnya.

Untuk menenteramkan umat ketika terjadi perbedaan
dalam penentuan hari raya, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) telah mengeluarkan fatwa nomor 2/2004 tentang
Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Fatwa
MUI menyatakan bahwa penentuan awal Ramadan, Syawal,
dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyat
(pengamatan hilal, bulan sabit pertama) dan hisab
(perhitungan astronomi) oleh pemerintah c.q. Menteri
Agama dan berlaku secara nasional. Ini menegaskan
bahwa kedua metode yang selama ini dipakai di
Indonesia berkedudukan sejajar. Keduanya merupakan
komplemen yang tidak terpisahkan. Masing-masing punya
keunggulan, namun juga punya kelemahan kalau berdiri
sendiri. Otoritas diberikan kepada pemerintah sebagai
"Ulil Amri" yang wajib ditaati secara syariat. Fatwa
MUI juga menegaskan bahwa seluruh umat Islam Indonesia
wajib menaati ketetapan pemerintah RI tentang
penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Otoritas syar'iyah pemerintah RI (dalam hal ini
dilaksanakan oleh Menteri Agama) tentu tidak boleh
dilaksanakan secara sembarang. Karenanya fatwa itu
menyatakan wajib bagi Menteri Agama berkonsultasi
dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam, dan
instansi terkait. Hasil rukyat dari daerah yang
memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah
Indonesia yang mathla'-nya sama dengan Indonesia dapat
dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI. Ini
menyatakan bahwa di mana pun ada kesaksian hilal yang
mungkin dirukyat dalam wilayah hukum Indonesia
(wilayatul hukmi) maka kesaksian tersebut dapat
diterima. Juga kesaksian lain di wilayah sekitar
Indonesia yang telah disepakati sebagai satu mathla',
yaitu negara-negara MABIMS (Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

Terkait masih banyaknya kalangan yang mengikuti Arab
Saudi dalam penetapan Iduladha sehingga berbeda dengan
penetapan di Indonesia, ada yang menarik dari
penuturan seorang wakil di Badan Hisab Rukyat dari
ormas Islam yang biasa mengikut Arab Saudi. Seorang
mufti Arab Saudi pernah memberikan tausiyah (nasihat)
bahwa menjaga ukhuwah lebih diutamakan daripada
memisahkan diri dalam pelaksanaan Iduladha demi
mengikuti Arab Saudi. Karenanya ormas Islam tersebut
kemudian mengikuti penetapan Iduladha di Indonesia,
walau belakangan kembali lagi pada sikap semula.

Upaya penyatuan Iduladha memerlukan pendekatan
ukhuwah, bukan dengan memperdebatkan dalil dan logika
ilmiah yang mungkin tidak berujung. Saum arafah dapat
dilaksanakan berdasarkan pendapat masing-masing,
mengikuti hari wukuf di Arafah atau tanggal 9 Zulhijah
di Indonesia. Saum bersifat pribadi, sehingga tidak
tampak perbedaannya di masyarakat. Namun untuk
pelaksanaan Iduladha mestinya dapat diseragamkan.
Sebagian besar ulama membolehkan melaksanakan salat
Iduladha selama hari tasyrik sehingga ada toleransi
bagi yang mengikuti Arab Saudi untuk menunda salat
Iduladha untuk bersama dengan saudara-saudara lainnya
di Indonesia. Pelaksanaan kurban juga bisa
dilaksanakan selama hari tasyrik sehingga tidak
bermasalah dalam hal ini. Alangkah indahnya bila
ukhuwah diutamakan dalam menghadapi perbedaan
pendapat.***

Penulis, Peneliti Matahari dan Antariksa Lapan
Bandung, Anggota Badan Hisab Rukyat Jabar dan Depag



=====
bibit: http://free.angeltowns.com/studio579/
hanca: http://www.geocities.com/hasangarut/

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com


Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




Yahoo! Groups Links

Kirim email ke