Hatur nuhun a-cecep, abdi mah pami atos nyeselan atanapi nyarekan tuang putra teh sok kaduhung atosna, sok rarasaan teh keras teuing, duh nuhun ah....
-----Original Message-----
From: Cecep Wahyu [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, February 22, 2005 10:22 AM
To: Babakan Kusnet (E-mail); Warung Leboy (E-mail)
Subject: [Urang Sunda] FW: [Info_Islam] Ada Saat Memanjakan, Ada Pula Saat Memarahi

mugia aya mangfaatna, utamina kangge kuring pribados oge ka Baraya anu tos janten Ayah oge Bunda ti murangkalihna...
anu tos kenging ieu postingan..nya talapung wae..ari ngadabel mah..hehehe.. sareng deuih teu di SUndakeun da zezah bilih lepat harots sareng utaminamah nami istri abdi ehh...Males..;)
 
-----Original Message-----
From: sri_yuslinda [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, February 22, 2005 10:10 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [Info_Islam] Ada Saat Memanjakan, Ada Pula Saat Memarahi


Ada Saat Memanjakan, Ada Pula Saat Memarahi
Publikasi: 22/02/2005 08:22 WIB

eramuslim - Dalam banyak kesempatan, saya sering ditanya pernah
memarahi anak atau tidak oleh kawan-kawan. Tentu saja saya menjawab
bahwa saya pernah memarahi anak, bahkan mungkin sering, tergantung
keadaan yang saya alami bersama anak.

Saat anak selalu berlaku manis, taat pada perintah dan nasihat-
nasihat, serta tidak membuat kesalahan yang disengaja saya akan
selalu berusaha baik padanya. Memberi pujian ketika anak berhasil
melakukan suatu hal, walau sangat sederhana bagi kita orang dewasa,
memberi semangat ketika anak merasa lemah, dan memberikan kehangatan
ketika anak dalam keresahan.

Namun, bila anak melakukan suatu kesalahan berulang, berlaku nakal
dan menentang nasehat, maka marahlah yang kuberikan. Karena kuingin,
anakku dapat membedakan yang benar dan yang salah, membedakan mana
yang boleh dan mana yang tidak. Bukan anak yang tahunya semua hal
boleh dilakukan, tanpa ada larangan dan peraturan. Bukan pula anak
yang selalu dituruti kemauannya, hingga menjelma menjadi anak yang
manja.

***

Anak-anak harus kita perkenalkan kepada hal-hal yang baik dan yang
tidak, hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, sehingga
mereka dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Memarahi pada saat anak berbuat kesalahan, adalah merupakan suatu
nasehat. Asal marah dilakukan dengan cara yang tepat, tidak membabi
buta, dan tahu alasan kenapa harus marah.

Marah pada tempat yang memang seharusnya marah, dan dengan kadar
kemarahan yang sesuai dengan tingkat kesalahan anak, sehingga anak
tahu bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Seperti ketika
anak malas melakukan sholat, tidak mau melaksanakan perintah, tidak
sopan kepada orang tua, dan berbuat tidak baik dengan kawan
bermainnya.

Sebuah perlakuan yang tidak tepat bila kita melihat anak berlaku
tidak baik, kita tetap memanggilnya dengan panggilan "anak sholeh",
dan membiarkan tindakannya dengan alasan memberi kebebasan. Namun tak
tepat pula bila setiap perilakunya kita salahkan, karena dilakukan
secara tidak sempurna. Kita harus mampu berusaha untuk memiliki rasa
empati kepada anak, agar kita mampu menghargai eksistensinya. Kita
harus memeliki kesadaran penuh, bahwa anak-anak bukanlah orang
dewasa, sehingga kita mampu memberikan pujian sekecil apapun
kemampuannya melakukan sesuatu.

Pujian ketika anak berhasil melakukan suatu tindakan yang berguna,
juga merupakan sebuah nasehat, asal pujian diberikan dengan tidak
berlebihan. Kadang, dengan mengucapkan kata "anak mama pintar ya,
Alhamdulillah", anak sudah merasa gembira. Atau sekedar menempelkan
ibu jari tangan kanan kita ke pipinyapun, sudah menjadi penghargaan
tersendiri. Hingga anak selalu memiliki semangat, untuk lebih banyak
tahu dan berani mencoba melakukan segala sesuatu.

***

Di sebuah TK, ada seorang anak yang selalu berbuat onar dan tak
pernah mau dinasehati. Setiap hari membuat salah seorang atau
beberapa orang temannya menangis, dengan segala ulahnya. Ketika
dinasehati dengan lemah lembut oleh ibu gurunya, anak tak mau terima,
kenakalannya bertambah dan semakin menjadi-jadi.

Setelah diselidiki, dan ditanyakan bagaimana kebiasaan anak tersebut
pada ibunya, ibunya memberitahukan kepada para guru, bahwa anaknya
tidak pernah dimarahi. Bila anak melakukan sebuah kesalahan, justru
ibunya yang meminta maaf kepada anaknya, karena ibunya merasa bahwa
anaknya melakukan kesalahan karena dia salah memberi tahu.

Perlakuan si ibu memang tidak sepenuhnya salah, dengan menyadari
bahwa anak melakukan kesalahan karena ibu salah memberi tahu. Namun
dengan tidak memberitahu anak bahwa perbuatannya salah, akhirnya
membuat anak merasa selalu benar, dan tidak tahu hal-hal yang salah,
hingga diapun menginginkan kawan-kawan dan ibu guru di sekolahnya
melakukan hal yang sama "minta maaf kepadanya" ketika dia melakukan
kesalahan, seperti yang dilakukan ibunya.

Anak yang lain, dalam kondisi yang sebaliknya. Dia selalu murung, dan
bahkan pada saat acara bernyanyipun dia tidak ceria seperti teman-
temannya. Senang melamun, dan tak pernah selesai mengerjakan tugas-
tugas yang diberikan, seakan tak punya semangat apa-apa.

Setelah ditanyakan, tantenya bilang bahwa setiap hari anak ini
dimarahi ibunya. Apapun yang dikerjakan anak, selalu dianggap salah
dan ibunya selalu marah. Tak pernah rasanya, ibunya memberi pujian,
menghargai hasil karya anaknya. Akhirnya, anak selalu murung dan
kehilangan keceriaan. Merasa tidak ada artinya apa-apa dihadapan
ibunya.

Dua kasus tersebut memberikan pengajaran kepada kita, bahwa tak
pernah memarahi maupun memarahi terus anak-anak, bukanlah cara yang
tepat. Jadi, ada saat memarahi, adapula saat memanjakannya, hingga
anak-anak kenal yang haq dan yang bathil, kasih sayang dan perhatian.

Wallohu a'lam bishshowwab

***

Ummu Shofi
<ari_aji_astuti at yahoo dot com>


Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id



Yahoo! Groups Sponsor

Get unlimited calls to

U.S./Canada



Yahoo! Groups Links

Kirim email ke