Kasanggakeun info tambahan perkawis Indonesia Malaysia.
Intina mah: ulah gampil kapancing, sakali kapancing nu paling rugel teh Indonesia geuning. Dumasar tina data intelejen, urang teh lemah pisan (Dr. AC Manullang, pengamat intelejen).  
Baktos Yudi
 
Indonesia dalam Situasi Genting  
http://www.riaupos.com/web/content/view/5405/54/ Senin, 14 Maret 2005 

SBY Diminta Gelar Pidato Nasional
Laporan JPNN, Jakarta
Pengamat Intelijen Doktor A.C. Manullang meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secepatnya mengagendakan pidato khusus kepada segenap rakyat Indonesia dan membuka sejujur-jujurnya situasi yang saat ini sedang terjadi berkaitan dengan sengketa Blok Ambalat dengan Malaysia.

Salah satu tanda bahwa SBY mengerti benar situasi genting yang sedang dihadapi Indonesia adalah policy-nya untuk menyelesaikan sengketa Ambalat secara damai. "Langkah negosiasi atau diplomasi sudah sangat tepat meskipun perlu waktu cukup panjang. Sekali kita mendeklarasikan konfrontasi dengan Malaysia, habis kita, " ujarnya.

Berdasarkan data intelijen terbaru yang diterimanya, Manullang mengungkapkan bahwa ada grand strategy global yang sedang bermain di balik sengketa dua negara serumpun Melayu ini. "Dan setahu saya, SBY cukup tahu, bahkan sangat memahami strategi AS yang mengacu pada kapitalisme global, dengan agenda utama menghadang radikalisme Islam. Agenda lainnya terkait bisnis penjualan senjata dan keuntungan ekonomi dari kandungan migas di Ambalat," bebernya dalam perbincangan dengan JPNN, kemarin.

Manullang menyatakan, kebijakan Presiden George W Bush dengan menyatukan berbagai badan intelijen AS di bawah satu koordinasi beberapa waktu lalu berkaitan pula dengan grand strategy tersebut. "Kita sedang mau dihabisin. Mereka memainkan black propaganda, white propaganda, dan grey propaganda. Orang dibuat bingung mana yang benar mana yang salah. Kita dijegal saat lengah."paparnya.

Menurut Manullang, semua gerakan mobilisasi ganyang Malaysia di sejumlah daerah adalah permainan intelijen asing. Berdasarkan data yang dimilikinya, saat ini ada sekitar 60 ribu intel asing yang tersebar di Indonesia. Mantan direktur intelijen BAKIN itu menerangkan, mencuatnya sengketa Blok Ambalat dengan Malaysia, selain dirancang AS, juga melibatkan Inggris, Singapura, Australia, dan Selandia Baru. Keempatnya adalah negara anggota FPDA (Five Power Defence Agreements) yang juga diikuti Malaysia. Sengketa tersebut hanya menjadi alat untuk membangkitkan gerakan radikalisme di Indonesia.

Bila rakyat terpancing, maka isunya akan mudah dikaitkan sebagai radikalisme Islam karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Ini pun ada kaitannya dengan kekecewaan AS karena Amir Mujahiddin Indonesia Ustadz Abu Bakar Baasyir hanya dihukum 2,6 tahun penjara. "Kebijakan travel warning yang sekarang mulai kembali digencarkan oleh Australia dan AS juga bagian dari skenario mereka."

Sukarelawan yang sudah berbaris-baris di berbagai daerah secara politis sangat membahayakan kebijakan luar negeri RI. "Padahal, secara logika, apa guna ilmu silat kebal tubuh itu melawan meriam?" ungkapnya.

Setelah Ambalat, kata Manullang, sudah menunggu skenario sengketa Pulau Nipah dengan Singapura, Pulau Mianggas dengan Filipina, dan Pulau Pasir dengan Australia.

Menurut Manullang, pidato SBY sangat penting supaya rakyat tidak mudah terprovokasi melalui cara-cara penggalangan dan mobilisasi massa seolah-olah kita sedang dibangkitkan rasa nasionalisme dengan mengganyang Malaysia.

Statemen Wakil Ketua DPR RI Zaenal Ma'arif di Solo kemarin yang mendesak SBY menyampaikan maklumat perang terhadap Malaysia akan semakin memperkeruh situasi. Terlebih, keluar dari mulut pimpinan parlemen yang menurut Manullang, tidak tahu apa-apa.

"SBY harus segera melaporkan kepada bangsa ini secara langsung apa yang sedang terjadi. Kita sebenarnya sedang di tengah perang. Perang modern. Perang tanpa senjata. Perang yang mengedepankan kemampuan intelijen," katanya. Perang modern efeknya tidak secepat perang fisik. Dampaknya dirasakan perlahan, namun sangat menyakitkan.

Data hasil deteksi dengan sidik intelijen tentang kelemahan militer Indonesia sudah secara lengkap dikirim oleh para agen CIA dan MI-6 ke negara masing-masing. Apalagi, setelah bencana tsunami, kelemahan itu semakin kelihatan.

Dalam hitungan Manullang, Militer Malaysia jauh lebih kuat dibanding militer Indonesia. Salah satu acuannya, anggaran pertahanan Malaysia mencapai 1 triliun dolar AS per tahun. Sedangkan Indonesia hanya Rp21,9 triliun. Itu pun sebagian besar dialokasikan untuk anggaran rutin.

Selain lemah secara fisik, Indonesia pun diketahui lemah secara politik. Buktinya, untuk memilih seorang panglima TNI yang baru saja sampai berlarut-larut. Padahal, untuk pergantian pimpinan militer tidak perlu ada proses politik. "Sekali lagi, statemen saya didasarkan pada data intelijen yang akurat. Informasinya konkret," katanya.

Karena itu, selain berpidato menyatakan situasi sebenarnya supaya masyarakat cooling down, SBY pun harus secepatnya mengumumkan sosok yang dipilihnya menjadi panglima TNI menggantikan Jendral Endriartono Sutarto. Di saat yang sama, pemerintah langsung meningkatkan kemampuan koordinasi intelijen.

Dephan Akui Kelemahan RI

Dirjen Sarana Pertahanan (Ranahan) Dephan Aqlani Maza mengemukakan pandangannya bahwa Indonesia lemah baik dari segi hukum maupun konflik terbuka.

Dari segi hukum, meskipun mengaku memiliki berbagai dokumen otentik tentang kepemilkan Blok Ambalat dan perairan Sulawesi di utara Pulau Kalimantan, namun sampai kini Indonesia belum memiliki UU tentang Wilayah RI yang menetapkan secara tegas garis-garis perbatasan di darat dan di laut. Namun, Aqlani tidak berkomentar saat ditanya kemungkinan itu penyebab Indonesia malas membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional.

Dari aspek, SDM, kemampuan rata-rata personel militer Indonesia lebih rendah dibanding Malaysia yang banyak mendapat pelatihan di luar negeri. Demikian juga dari segi kekuatan armada perang dan anggarannya. Armada kapal milik TNI AL yang paling muda berusia 20 tahun. Jumlah kapal pun sangat minim bila dibandingkan dengan luas wilayah RI. Padahal, tidak mungkin kita mengerahkan sebagian besar kapal yang ada ke suatu tempat sementara lokasi lain dibiarkan kosong tanpa penjagaan.

Dua unit pesawat pengintai jenis Nomad tidak didukung peralatan radar memadai. Bahkan, pengintaian masih harus dilakukan secara manual dengan mata personel, bukan dengan alat canggih. Sedangkan Boeing 737 TNI AU yang kabarnya mendukung monitoring di atas Ambalat pun tidak akurat lagi memotret posisi musuh dan kawan dari ketinggian 28 ribu kaki. Padahal foto-fotonya dipergunakan sebagai data intelijen.

Dengan adanya gap antara kebutuhan dengan kemampuan, ditunjang meruncingnya sengketa dengan Malaysia, maka sangat mungkin Dephan akan mengalihkan prioritas dari pengadaan armada angkut menjadi pengadaan armada dan peralatan tempur. Terutama, untuk TNI AL. "Dua pertiga wilayah NKRI adalah lautan. Jadi, wajar dong kalau armada untuk TNI AL lebih diprioritaskan," kata pensiunan pati TNI AD itu.

Tahun ini, Dephan akan merealisasikan pembelian dua unit kapal Corvette dari Belanda dengan nilai USD 77 Juta, satu unit LPD (landing platform dock) dari Korea senilai 41 juta dolar AS, dan rudal C-802 untuk TNI AU senilai 22 juta dolar AS dari Cina. Litbang Dephan dan ITB Pun tahun ini akan membuat lima hingga enam unit pesawat intai tanpa awak yang dilengkapi radar dan kamera infra merah dengan biaya 10 juta dolar AS.

Dalam kesempatan itu, Aqlani juga menyatakan bahwa desakan sejumlah anggota Komisi I DPR untuk menolak penghentian pembangunan Menara Suar di Karang Unarang dan ajakan Malaysia mengadakan patroli bersama di wilayah sengketa, sangat masuk akal. "Joint patrol itu di wilayah masing-masing, bukan di wilayah sengketa. Sedangkan penghentian sementara pembangunan menara suar memang menunjukkan pengakuan kita atas wilayah mereka," katanya.

Mengenai perlunya dilakukan tembakan peringatan kepada armada Malaysia yang masuk wilayah RI, menurut Aqlani, hal itu tergantung tingkat kegentingan. Kalau masih bersifat direncanakan, maka itu atas instruksi presiden. Bila sudah bersifat ancaman, maka komando di tangan Panglima TNI atau Kepala Staf. Namun, bila eskalasinya sudah tingkat sangat mengancam, maka komandan KRI bisa langsung memerintahkan tembakan peringatan atau tembakan balasan.

MUI Kirim Tim ke Kuala Lumpur

Sementara itu, empat tokoh Islam Indonesia akan bertemu dengan PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi di Malaysia, pada hari ini berkaitan dengan krisis blok Ambalat, Kalimantan Timur.

Wakil Ketua PP Muhammadiyah yang juga Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin di Jakarta, menyatakan dirinya bersama tiga tokoh Islam lainnya yakni KH Said Agil Siradz (NU), Cholil Badawi (DDII) dan Nazri Adlani (MUI) direncanakan bertemu dengan PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi untuk membicarakan perkembangan Islam pada umumnya dan perkembangan krisis Blok Ambalat pada khususnya.

‘'Kami akan meminta agar Malaysia bisa menyelesaikan sengketa Ambalat secara damai,'' jelas Din kepada pers di Jakarta kemarin.

Din sendiri mengingatkan agar RI dan Malaysia jangan sampai terjebak dengan politik adu domba yang mungkin saja dimunculkan oleh pihak ketiga yang dapat merugikan kedua negara dan Islam pada khususnya.

Pada bagian lain, Din menyatakan bahwa mereka juga akan menyampaikan berdasarkan kajian ilmiah dan histori blok Ambalat adalah bagian dari NKRI, meski demikian penyelesaian kasus ini hendaknya diselesaikan secara bijak dan tidak emosional.

Sementara, meski berada di balik terali besi penjara, ustad Abu Bakar Ba'asyir ternyata mencermati sengketa perairan Ambalat antara Indonesia dengan Malaysia belakangan ini.

Buktinya, amir Majelis Mujahiddin Indonesia yang baru saja mengajukan banding atas vonis 2,5 tahun dalam kasus Bom Bali ini mengeluarkan tausyiah (nasehat, red) atas sengketa tersebut. Memang pengasuh Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo itu pernah lama tinggal di negeri jiran tersebut. Tercatat pada 1985, lelaki kelahiran Jombang, Jawa Timur itu melarikan diri ke Malaysia, dan lalu tinggal dan berdakwah di sana.

Saat itu dia tak sendiri melainkan bersama karibnya, ustad Abdullah Sungkar. Alasan mereka melarikan diri karena mereka berdua di hukum sembilan tahun gara-gara menolak asas tungggal Pancasila pada masa otoriter Orde Baru. Baru pada 1999, setelah tumbangnya Soeharto, Ba'asyir pun pulang ke Indonesia. Meski begitu tak sedikit warga Malaysia yang masih menjadi santrinya.

"Sebaiknya pemerintah menempuh cara damai melalui musyarawah karena kedua negara adalah sesama muslim," pesan Ba'asyir yang disampaikan tangan kanannya, Hasyim Abdullah, kemarin.

Selain itu, masih kata Ba'asyir, justru Indonesia dan Malaysia harus waspada jangan sampai mau di adu domba oleh kepentingan barat, utamanya Amerika Serikat.

(AS) supaya timbul konflik. Menurutnya AS memang berkepentingan supaya dua negara muslim ini saling bersengketa dan saling melemahkan.

Di satu sisi, Ba'asyir juga mempertanyakan mengapa dalam menghadapi sengketa ini, Indonesia langsung mengerahkan armadanya? Sedangkan pada laku AS yang bolak-balik menginjak-injak harga diri bangsa—utamanya dalam kasusnya—pemerintah malah diam. "Ini tentu tidak benar." (arm/agm/naz/jpnn)



--------
Yudi,
engkau hanyalah kumpulan dari hari-hari yang terhitung, bila berlalu satu hari, hilanglah pula sebagian darimu [Hasan al Bashri]


Do you Yahoo!?
Yahoo! Small Business - Try our new resources site!

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id



Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
click here


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke