Lian ti Ibu Dewi Sartika, Cut Yak Dien ge katingal pisan dina perjuanganana. Panginten eta ku sabab kakuasaan jawa janten sagala rupi teh digede-gedekeun.
 
 
 
Neng Iva

"Sumarna, Nana" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
tetela Ibu Dewi langkung ageung jasana tibatan Ibu kartini
 
nana
-----Original Message-----
From: urangsunda@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]On Behalf Of yud!
Sent: Tuesday, April 19, 2005 4:34 PM
To: urangsunda@yahoogroups.com
Subject: [Urang Sunda] Fwd: dongeng Kartini versi lian

Baraya sadaya saalam marcapada,
Kasanggakeun dongeng Kartini versi sanes. Punten ka nu parantos uninga.
Mugia mangfaat
Baktos
Yudi
-wrote: From: Abu Akhyar
K A R T I N I (bagian 1)
1.Mukadimah  Bismillahirrahmanirrahiim.

    Tinta  sejarah  belum  lagi  kering menulis namanya, namun wanita-wanita negerinya sudah terbata-bata  membaca cita-citanya.  Kian hari emansipasi  kian  mirip  saja  dengan  liberalisasi  dan  feminisasi. Sementara Kartini sendiri sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada  fitrahnya.  Perjalanan  Kartini  adalah perjalanan panjang. Dan dia belum sampai  pada tujuannya. Kartini masih dalam proses.

 

Jangan salahkan Kartini kalau dia tidak sepenuhnya dapat lepas dari kungkungan adatnya. Jangan salahkan Kartini kalau dia tidak dapat  lepas dari pengaruh pendidikan Baratnya. Kartini bukan anak keadaan, terbukti bahwa dia  sudah berusaha untuk mendobraknya. Yang kita salahkan adalah mereka yang menyalahartikan kemauan Kartini.

 

Kartini tidak dapat diartikan lain kecuali sesuai dengan apa yang tersirat dalam kumpulan suratnya: "Door Duisternis Tot Licht", yang terlanjur diartikan sebagai  "Habis Gelap Terbitlah Terang".  Prof. Haryati Soebadio (cucu tiri Ibu Kartini) -   mengartikan kalimat "Door Duisternis Tot Licht" sebagai "Dari GelapMenuju Cahaya" yang bahasa Arabnya adalah "Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur". Kata dalam bahasa Arab tersebut, tidak lain, merupakan inti dari dakwah Islam yang artinya: membawa manusia dari kegelapan (jahiliyyah atau kebodohan hidayah) ke tempat yang terang benderang (petunjuk atau kebenaran). Di dalam Al-Quran, surat Al-Baqarah: 257, ALLah menegaskan:


ALLah  pemimpin  orang-orang  yang  beriman;  Dia  mengeluarkan mereka  dari  kegelapan  kepada  cahaya.  Dan orang-orang kafir  pemimpinnya  adalah  syaitan,  yang  mengeluarkan  mereka  dari cahaya ke  kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka  kekal didalamnya.


Kartini berada  dalam proses  dari kegelapan  menuju cahaya. Namun cahaya itu  belum purna menyinarinya secara terang benderang, karena terhalang oleh tabir tradisi dan usaha westernisasi. Kartini telah kembali kepada Pemiliknya, sebelum  ia menuntaskan usahanya untuk mempelajari Islam dan mengamalkannya, seperti yang diidam-idamkannya:


Moga-moga  kami  mendapat  rahmat,  dapat  bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.
[Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902]

 

Kartini yang dikungkung oleh adat dan dituntun oleh Barat, telah mencoba meretas jalan menuju benderang. Tapi anehnya tak seorangpun melanjutkan perjuangannya. Wanita-wanita kini mengurai kembali benang yang telah dipintal  Kartini. Sungguhpun mereka merayakan hari lahirnya, namun mereka mengecilkan  arti perjuangannya. Gagasan-gagasan cemerlang Kartini yang dirumuskan dalam kamar yang sepi, mereka peringati di atas panggung yang bingar. Kecaman  Kartini yang teramat pedas terhadap Barat, mereka artikan sebagai isyarat untuk mengikuti wanita-wanita Barat habis-habisan.


Kartini merupakan salah satu contoh figur sejarah yang lelah menghadapi pertarungan ideologi. Jangan kecam Kartini. Karena walau bagaimana pun, beliau telah berusaha mendobrak adat, mengelak dari Barat, untuk mengubah keadaan.
 
     Manusia itu berusaha, Allah lah yang menentukan.
     [Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, Oktober 1900]
 
Demikian kata-kata Kartini yang  mencerminkan suatu sikapnya yang tawakkal.  Memang, kita manusia sebaiknya berorientasi kepada usaha dan bukan berorientasi pada hasil. Hal ini perlu, agar kita tidak kehilangan cakrawala. Agar  kita tidak mengukur keberhasilan suatu perjuangan dengan batasan usia kita  yang singkat. Pula agar kita tidak mudah untuk mengecam kesalahan yang dibuat oleh orang-orang sebelum kita. Bukan mustahil, jika kita dihadapkan dalam kondisi yang sama, kita pun akan berbuat hal yang serupa.


     Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya
     dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan dimintai
     pertanggung jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.

     [Al-Quran, surat Al-Baqarah : 134]
 
2. Siapakah Kartini?

 

Kartini lahir dari keluarga ningrat jawa.  Ayahnya, R.M.A.A Sosroningrat, pada  mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Teluwakur, Jepara. Peraturan Kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. 

 

Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan:R.A.A. Tjitrowikromo.


Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua  saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan keluarga yang cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang jenius dalam bidang bahasa. Dalam waktu singkat pendidikannya di Belanda, ia menguasai 26 bahasa: 17 bahasa-bahasa Timur dan 9 bahasa-bahasa Barat.


Kartini sendiri secara formal pendidikannya hanya sampai pada tingkat Sekolah Rendah. Tapi beliau dapat memberikan kritik dan saran yang jelas kepada kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu. Dengan nota yang  berjudul: " Berilah Pendidikan kepada bangsa Jawa", Kartini mengajukan kritik dan  saran kepada hampir semua Departemen Pemerintah Hindia Belanda, kecuali Departemen Angkatan Laut (Marine).

 

Salah satu saran yang beliau ajukan kepada Departemen Kesehatan adalah sebagai berikut:

 

"Para  dokter   hendaklah  juga   diberi  kesempatan  untuk melengkapi  pengetahuannya di Eropa. Keuntungannya sangat menyolok, terutama jika   diperlukan penyelidikan yang menghendaki hubungan langsung dengan masyarakat.

 

Mereka dapat menyelidiki secara mendalam khasiat obat-obatan pribumi yang sudah sering terbukti mujarab. Jikalau seorang awam  menceritakan bahwa darah cacing atau belut dapat menyembuhkan mata yang bengkak, mungkin ia akan ditertawakan. Namun adalah suatu kenyataan bahwa air kelapa dan pisang batu dapat dipakai sebagai obat. Soalnya, sebetulnya sangat sederhana: penyakit-penyakit dalam negeri sebaiknya diobati dengan obat-obatan dari negeri itu sendiri.


Telah seringkali terjadi  bahwa  orang-orang  sakit bangsa Eropa,  teristimewa yang menderita penyakit disentri atau penyakit lain, yang oleh  dokter-dokter sudah dinyatakan tak dapat disembuhkan, masih dapat ditolong oleh obat-obatan kita yang sederhana dan tidak membahayakan. 
Sebagai  contoh, belum lama  berselang, seorang gadis pribumi oleh seorang dokter dinyatakan  menderita  penyakit  TBC  kerongkongan.  Dokter itu mengatakan  bahwa  ia  hanya  dapat  bertahan  2 pekan dan akan meninggal dalam keadaan yang  mengerikan.  Dalam  keadaan putus asa, ibunya  membawanya kembali  ke desanya  untuk diobati. Dan gadis itu sembuh, menjadi  sehat, tidak  merasa sakit  lagi dan dapat  bicara   kembali.  Apa  obatnya? Serangga-serangga kecil yang didapat di sawah, ditelan hidup-hidup  dengan pisang emas.

 

Pengobatan yang  biadab? Apa  boleh buat. Bagaimanapun obat itu menolong, sedang obat dokter tidak. Dokter-dokter kita,  sebenarnya  dapat  mengumumkan kasus-kasus  seperti  itu,  tetapi  mereka tidak pernah melakukan hal
demikian. Mungkin karena khawatir  akan ditertawakan  oleh para sarjana? Seorang  dokter bumiputera yang pengetahuannya setaraf dengan rekannya bangsa Eropa, jika yakin akan sesuatu, mestinya harus berani menyatakan dan mempertahankan keyakinannya."

Dengan membaca  petikan nota Kartini yang ditujukan kapada pemerintah Hindia Belanda tersebut, kita dapat memperkirakan  daya nalar Kartini untuk ukuran jamannya.
 

3. Kartini Mendobrak Adat

 

Sesungguhnya adat  sopan-santun kami  orang Jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak bila  hendak  lalu  di  hadapanku. Kalau adikku duduk  di kursi, saat aku lalu, haruslah segera ia turun duduk di tanah, dengan  menundukkan  kepala,  sampai  aku tidak kelihatan lagi.  Adik-adikku tidak  boleh berkamu dan berengkau kepadaku. Mereka hanya boleh  menegur  aku  dalam  bahasa kromo inggil  (bahasa   Jawa  tingkat   tinggi).  Tiap  kalimat  yang diucapkan haruslah diakhiri dengan sembah.

 

Berdiri bulu kuduk bila  kita berada  dalam lingkungan keluarga bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya, harus perlahan-lahan, sehingga orang yang di dekatnya sajalah yang dapat mendengar.

 

Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat  seperti  siput,  bila  berjalan agak cepat, dicaci orang, disebut "kuda liar".

[Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899]

 

Peduli  apa   aku  dengan  segala  tata  cara  itu  ...  Segala peraturan, semua itu bikinan manusia, dan menyiksa diriku saja. Kau tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etiket di dunia keningratan Jawa itu ... Tapi sekarang mulai dengan aku, antara kami  (Kartini,  Roekmini,  dan  Kardinah)  tidak ada tata cara lagi. Perasaan kami sendiri yang akan  menentukan sampai batas-batas mana cara liberal itu boleh dijalankan.

[Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899]


Menurut Kartini,  setiap manusia sederajat dan mereka berhak untuk mendapat perlakuan sama. Kartini paham benar bahwa saat itu, terutama di Jawa, keningratan sesorang diukur dengan darah. Semakin biru darah seseorang maka akan semakin ningrat kedudukannya.  Kartini  menentang keningratan darah.

 

Bagi saya hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran dan keningratan budi.  Tidak ada  yang  lebih  gila  dan  bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang, yang membanggakan asal  keturunannya.  Apakah berarti sudah beramal soleh,  orang yang bergelar Graaf  atau  Baron?  Tidak  dapat  mengerti  oleh pikiranku yang picik ini.

[Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899]

 

Keningratan darah sekarang ini hanya tinggal sebagai barang  antic di  museum.  Sebagai gantinya sekarang muncul keningratan-keningratan baru:   keningratan  pangkat,  keningratan  jabatan  dan  semacamnya. Puncak dari segala keningratan itu adalah keningratan ekonomi.  Siapa yang paling banyak menyimpan harta, dialah yang paling ningrat. Semua dapat diatur olehnya.  Keputusan dan kebijaksanaan semua  orang  akan berjalan merunduk-runduk di hadapan keputusan dan kebijaksanaan orang tersebut.

 

Anehnya lagi, mereka  yang  mengaku  sebagai  Kartini-Kartini Masa
Kini, tidak  menentang keningratan-keningratan  baru tersebut. Bahkan sebagian besar mereka menjadi korbannya, kalau  tidak boleh dikatakan sebagai abdinya yang setia.

 

4. Kartini Memandang Ke Barat

 

Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik;  orang baik- baik  itu  meniru  perbuatan  orang yang lebih tinggi lagi, dan mereka itu meniru yang tertinggi pula ialah orang Eropa.

[Surat Kartini kepada Stella, 25 Mei 1899]


Diskriminasi yang dilakukan penjajah  Belanda terhadap bumiputera, telah menjatuhkan  moral mereka.  Kartini meskipun  berasal dari kaum ningrat, tapi pendidikan  Barat  yang  dikenyamnya  telah mengajarkan kepadanya  bahwa  Timur  itu  rendah  dan  Barat  itu mulia.  Kartini bukannya tidak menyadari  indoktrinasi   ini,  tapi   kenyataan  yang dilihatnya  belum   lagi  dapat   dibantah.  Dalam  dunia  pendidikan misalnya, Kartini  melihat perbedaan  yang menyolok, antara apa yang dimiliki  oleh  Belanda  dengan  apa  yang  baru  dapat  dicapai oleh  Bumiputera.
 
Bolehlah, negeri Belanda  merasa  berbahagia,  memiliki tenaga-tenaga ahli,  yang amat bersungguh mencurahkan seluruh akal dan pikiran dalam bidang  pendidikan  dan  pengajaran remaja-remaja Belanda. Dalam  hal ini  anak-anak Belanda lebih beruntung daripada  anak-anak Jawa, yang  telah  memilki  buku   selain  buku pelajaran sekolah.

[Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 20 Agustus 1902]


Dari sini  nampak bahwa  Kartini menyadari pentingnya peranan buku dalam  mencerdaskan  kehidupan  anak   manusia.   Kalau   masa  kini, kebudayaan membaca terkalahkan oleh kebudayaan video, apakah jawabnya  adalah Kartini masa kini  sudah lebih  maju dalam  hal mendidik anak-anak mereka?

 

Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah kupilih.

[Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900]

 

Agar setaraf dengan Barat, Kartini merasa  perlu untuk  mengejar ilmu ke Barat.  Barat adalah  kiblat Kartini  setelah melepaskan diri dari kungkungan adat.

 

Pergilah ke Eropa. Itulah cita-citaku sampai nafasku yangterakhir.

 [Surat Kartini kepada Stella 12 Januari 1900]

 

5. Sahabat-sahabat Dekat Kartini

 

Adat pada  dewasa itu tidak memperkenankan seorang ningrat bergaul lekat dengan rakyat biasa. Ningrat harus bergaul dengan  ningrat. Hal seperti ini  sengaja dilestarikan oleh pemerintah kolonial, agar para ningrat  kehilangan    kepekaan terhadap   problematika  rakyatnya, menghindari  keterpihakan   ningrat  kepada  rakyat  yang  tertindas; sekaligus pula memperbesar jarak agar antara ningrat dan rakyat tidak tergalang  suatu  kekuatan  untuk  melawan  penguasa.  Dalam  situasi demikian, dapat dipahami bila  pergaulan Kartini  hanya terbatas pada lingkungan keluarganya dan orang-orang Belanda saja. Pergaulan dengan orang-orang Belanda, tidaklah dilarang, karena orang Belanda dianggap lebih ningrat daripada orang Jawa.

 

Kartini  adalah  seorang  wanita  yang mempunyai pemikiran jauh ke depan. Hal ini sudah diamati dan diketahui oleh teman-temannya bangsa Belanda.  Banyak orang Belanda di Hindia  Belanda  maupun  di  negeri Belanda  sendiri  ingin  menjalin persahabatan dengan Kartini,  namun pada umumnya sebenarnya mereka ini adalah "musuh-musuh dalam selimut" yang ingin memperalat Kartini dan memandulkan pikiran-pikirannya. Berikut  ini  adalah  beberapa  teman  dekat  Kartini, yang sering terlibat diskusi maupun korespondensi dengannya :

*      J.H. Abendanon

Abendanon datang ke Hindia-Belanda pada tahun  1900. Ia ditugaskan oleh  Nederland  untuk  melaksanakan  Politik  Etis.  Tugasnya adalah sebagai Direktur Departemen Pendidikan,  Agama dan  Kerajinan. Karena 'orang  baru'  di  Hindia-Belanda, Abendanon tidak mengetahui keadaan masyarakat Hindia-Belanda dan tidak paham bagaimana dan dari  mana ia memulai  programnya.  Untuk  keperluan  itu, Abendanon banyak meminta nasihat  dari  teman  sehaluan  politiknya, Snouck Hurgronye, seorang orientalis yang terkenal sebagai arsitek perancang kemenangan Hindia-Belanda dalam Perang Aceh. Lebih jauh,  Hurgronye  mempunyai  konsepsi  yang  disebut sebagai Politik  Asosiasi,   yaitu  suatu  usaha  agar  generasi  muda  Islam mengidentifikasikan  dirinya  dengan  Barat.  

 

Menurut  keyakinannya, golongan yang paling keras menentang penjajah Belanda adalah golongan Islam, terutama golongan santrinya. Memasukkan peradaban  Barat dalam masyarakat pribumi  adalah cara yang paling jitu untuk membendung dan akhirnya mengatasi  pengaruh Islam  di Hindia  Belanda. Tidak mungkin membaratkan   rakyat   bumiputera, kecuali  jika  ningratnya  telah dibaratkan. Untuk tujuan itu, maka langkah pertama yang harus diambil adalah mendekati kalangan ningrat terutama yang Islamnya teguh, untuk kemudian dibaratkan. Hurgronye menyarankan  Abendanon untuk mendekati Kartini,  dan  untuk tujuan  itulah  Abendanon  membina hubungan baik dengan  Kartini.  Kelak,  Abendanonlah  yang  paling  gigih  berusaha menghalangi  Kartini  belajar  ke  Nederland.  Ia tidak ingin Kartini lebih maju lagi.

 

*      E.E. Abendanon (Ny. Abendanon)

 

Dia adalah pendamping setia  suaminya  dalam  menjalankan tugasnya mendekati  Kartini.  Sampai  menjelang  akhir hayatnya, Kartini masih membina hubungan korespondensi dengannya.

 

*      Dr. Adriani

Keluarga Abendanon pernah mengundang keluarga Kartini  ke Batavia. Di Batavia  inilah,  Ny.  Abendanon memperkenalkan Kartini dengan Dr. Adriani.  Ia  seorang  ahli   bahasa  serta   pendeta  yang  bertugas menyebarkan kristen di Toraja, Sulawesi Selatan. Dr Adriani berada di Batavia dalam rangka perlawatannya keliling Jawa  dan Sumatera. Untuk selanjutnya,  Dr.  Adriani  menjadi  teman korespondensi Kartini yang intim.

 

*      Annie Glasser

 

Ia adalah seorang  guru  yang  memiliki  beberapa  akta pengajaran bahasa. Ia  mengajarkan bahasa  Perancis secara privat kepada Kartini tanpa memungut bayaran. Glasser  diminta oleh  Abendanon ke Kabupaten Jepara untuk  mengamati dan mengikuti perkembangan pemikiran Kartini. Tidak mengherankan  jika  kelak  Abendanon  dapat  mematahkan rencana Kartini  untuk  berangkat  belajar ke Nederland, dengan mempergunakan diplomasi psikologis  tingkat tinggi.  Semua pihak  telah gagal dalam segala upaya  untuk menghalangi kepergian Kartini ke Belanda. Kartini telah berbulat tekad untuk  ke  Belanda.  Tapi,  tiba-tiba, Abendanon datang langsung  dari Batavia  ke Jepara  untuk menemui Kartini tanpa  perantaraan surat.  Abendanon  hanya  berbicara  beberapa  menit saja dengan  Kartini.   Hasilnya?  Kartini  memutuskan  untuk  membatalkan keberangkatannya ke Belanda. Hal  ini  hanya  mungkin  jika Abandanon mengetahui  secara  persis  kondisi  psikologis  Kartini; dan hal ini mudah baginya karena  ia  menempatkan  Annie  Glasser  sebagai "mata-mata"nya.

 

*      Stella (Estelle Zeehandelaar)

 

Sewaktu  dalam  pingitan  (lebih  kurang  4 tahun), Kartini banyak menghabiskan  waktunya  untuk  membaca.  Kartini  tidak   puas  hanya mengikuti perkembangan  pergerakan wanita  di Eropa  melalui buku dan majalah saja.  Beliau  ingin  mengetahui  keadaan  yang sesungguhnya. Untuk itulah,  beliau kemudian  memasang iklan di sebuah majalah yang terbit di Belanda : "Hollandsche Lelie".  Melalui iklan  itu, Kartini menawarkan  diri  sebagai  sahabat  pena  untuk  wanita Eropa. Dengan segera iklan  Kartini tersebut  disambut oleh  Stella, seorang wanita Yahudi Belanda.  Stella adalah  anggota militan pergerakan feminis di negeri  Belanda  saat itu. Ia bersahabat  dengan tokoh  sosialis; Ir. Van Kol,  wakil ketua  SDAQ (Partai Sosialis Belanda) di Tweede Kamer (Parlemen). 

 

*      Ir. Van Kol

 

Sebelum berkenalan  dengan  Kartini,  Van  Kol  pernah  tinggal di Hindia Belanda  selama 16  tahun. Selain sebagai seorang insinyur, ia juga seorang  ahli dalam  masalah-masalah  kolonial.  Stella-lah yang selalu  memberi  informasi  tentang  Kartini  kepadanya,  sampai pada akhirnya ia  berkesempatan datang  ke Jepara  dan berkenalan langsung dengan  Kartini.  Van  Kol mendukung  dan  memperjuangkan  kepergian Kartini ke  negeri  Belanda  atas  biaya  Pemerintah  Belanda. Namun, rupanya  ada  udang  dibalik  batu. Van Kol berharap dapat menjadikan Kartini sebagai "saksi hidup" kebobrokan pemerintah  kolonial Hindia-Belanda.  Semua   ini  untuk  memenuhi  ambisinya dalam  memenangkan partainya (sosialis) di Parlemen.

 

*      Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)

 

Ia adalah seorang penulis  yang  mempunyai  pendirian  humanis dan progresif.  Dialah  orang  yang  paling  berperan dalam mendangkalkan aqidah  Kartini.  Pada  awalnya,  ia  bermaksud  untuk  mengkristenkan Kartini,  dengan  kedatangannya  seolah-olah  sebagai  penolong  yang mengangkat  Kartini  dari  ketidakpedulian  terhadap  agama.  Memang, agaknya  setelah  perkenalannya  dengan  Ny. Van Kol,  Kartini  mulai perduli  dengan  agamanya,  Islam.   Kepeduliannya  ditandai   dengan diakhiri gerakan "mogok shalat" dan "mogok ngaji".

 

Sekarang kami merasakan badan kami lebih  kokoh, segala sesuatu tampak lain  sekarang. Sudah  lama cahaya itu tumbuh dalam hati sanubari kami; kami belum  tahu waktu  itu, dan  Nyonya Van Kol yang  menyibak  tabir  yang  tergantung  di  hadapan kami. Kami sangat berterima kasih kepadanya. [Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 12 Juni 1902]

 

Setelah Kartini  kembali  menaruh  perhatian  pada masalah-masalah agama, mulailah Nellie Van Kol melancarkan missi kristennya.


Nyonya Van  Kol banyak  menceritakan kepada  kami tentang Yesus yang tuan muliakan itu, tentang rasul-rasul  Petrus dan Paulus, dan kami senang mendengar semua itu. [Surat Kartini kepada Dr. Adriani, 5 Juli 1902]


Nyonya  van  Kol gagal untuk mengkristenkan Kartini secara formal, tapi ia berhasil untuk  memasukkan nilai  kristen ke  dalam keislaman Kartini. Dalam  banyak suratnya  Kartini menyebut  Allah dalam konsep trinitas.

 

Malaikat yang baik beterbangan  di  sekeliling  saya  dan Bapak yang ada  di langit  membantu saya dalam perjuangan saya dengan bapakku yang ada di dunia ini. [Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 12 Juli 1902]


  [bersambung]



--------
Yudi,
engkau hanyalah kumpulan dari hari-hari yang terhitung, bila berlalu satu hari, hilanglah pula sebagian darimu [Hasan al Bashri]


Do you Yahoo!?
Plan great trips with Yahoo! Travel: Now over 17,000 guides!


--------
Yudi,
engkau hanyalah kumpulan dari hari-hari yang terhitung, bila berlalu satu hari, hilanglah pula sebagian darimu [Hasan al Bashri]


Do you Yahoo!?
Plan great trips with Yahoo! Travel: Now over 17,000 guides!

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




Yahoo! Groups Links

Kirim email ke