Jumat, 29 April 2005
 
Oleh HERMAN IBRAHIM

KITA tahu seorang ideolog selalu tampil kalem dan hanya bicara dengan
kendali nalar yang teratur nyaris tanpa emosi. Tetapi, tulisan Adjan
kali ini barangkali menunjukkan karakter yang sebenarnya. Saya pribadi
yang sering dijuluki teman-teman sebagai provokator, kaget membaca
tulisan Adjan yang begitu provokatif dan berseberangan dengan
apresiasi saya selama ini terhadap dirinya.

Adjan ingin menanggapi tulisan Prof. Dr. Didi Turmudzi ihwal Islam dan
Sunda di Jawa Barat. Dengan kapasitasnya yang dia tunjukkan tentang
kesundaan, Adjan ingin mengoreksi Didi bahwa tidak benar Sunda identik
dengan Islam. Beberapa nalar dan alasan korektif yang dia kemukakan
tentang Sunda dan Islam masih wajar dan bisa diterima berdasarkan
logika deduktif. Dia menolak Sunda identik dengan Islam atau
sebaliknya dengan ilustrasi bukankah orang yang tinggal di desa
Cideres Kecamatan Dawuan Majalengka adalah orang-orang Kristen dan
bukankah pula masyarakat Madrais di Desa Cigugur Kabupaten Kuningan
tidak bisa dikategorikan Islam?

Adjan lupa ihwal teori dominasi. Semua orang mengatakan bahwa Eropa
identik dengan Kristen sekalipun di sana banyak orang Islam. Bukankah
India identik dengan Hindu dan Thailand identik dengan Budha
kendatipun penduduk yang beragama Islam di sana jumlahnya cukup
banyak?

Tapi tampaknya bukan itu yang dipermasalahkan oleh Adjan. Bagi saya
sendiri adalah tidak penting Sunda mau identik dengan Islam atau Islam
mau diidentikkan dengan Sunda. Dalam keyakinan saya, Islam adalah
umatan wahidah yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat etnik dan bahkan
melampaui relasi manusia antarbangsa. Yang penting harus dikritisi
adalah pandangan Adjan tentang Islam politik.

Saya ingin memulai dengan tulisan Adjan yang memandang rendah Islam
politik. Bagi dia, terminologi Islam politik memiliki konotasi negatif
dan bahkan jauh ke luar dari ke-Islamannya sendiri. Dengan cara mudah
dan murah, Adjan memberikan contoh tentang seorang Muslim yang ingin
dianggap baik di depan orang banyak dengan selalu menyempatkan salat
Jumat, padahal di rumahnya tidak pernah bersembahyang. Untung setelah
itu Adjan bercerita bahwa sebelum masuk sekolah dasar Adjan masuk
sekolah agama di Kampung Taman Bogor. Pemahaman Adjan tentang Islam
mungkin meningkat, tetapi pandangannya tentang Islam politik
meyakinkan saya bahwa pengetahuan Adjan tentang Islam baru sebatas
pendidikan di bawah sekolah dasar itu, untuk tidak dikatakan setingkat
taman kanak-kanak.

Tengok saja literatur yang digunakan oleh Adjan yang me-remix
pemikiran orientalis Stephen C. Headley, Karl D. Jackson, liberalis
Nurcholis Madjid sampai pemikiran sosialis Partai Baath (Partainya
Saddam Hussein). Seorang teman mengirim sms kepada saya bahwa tulisan
Adjan menunjukkan si penulis betul-betul konsisten dan bersih atau
steril dari ...Islam. Rujukannya tentang Nurcholis sungguh ngawur.
Ungkapannya bahwa Islam adalah agama sekuler karena dalam Islam
diwajibkan mencari rezeki sebanyak-banyaknya benar-benar misleading.

Apa yang disebut dan di-refer dari Nurcholis bukanlah nash dan juga
bukan hadis. Itu tidak lebih dari kata-kata hikmah semacam filsafat
moral yang sering diajarkan Aa Gym. Mencari rezeki sebanyak-banyaknya,
sangat paradoksal dengan kaidah Islam, sebab Islam sangat menganjurkan
untuk hidup zuhud dalam perkara dunia. Kalimat hikmah itu berbunyi
sebagai berikut, "Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup
selama-lamanya dan bekerjalah dengan sungguh-sungguh untuk akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati besok".

Tetapi pepatah moral itu dipatahkan oleh rujukan yang paling valid dan
mengikat yakni Alquran. Tengok firman Allah SWT, "Dan tiadalah
kehidupan dunia itu kecuali kesenangan yang memperdayakan." (Ali
Imran:185). "Tetapi kamu lebih mengutamakan kehidupan dunia, sedangkan
akhirat itu lebih baik dan kekal" (Surat Al-A'la:16-17). "Dan tiadalah
kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui (Surat Al-Ankabut:64)

Alquran penuh dengan dorongan untuk tidak mencintai dunia, dengan
menegaskan ihwal dunia yang penuh tipuan dan kefanaan. Antara zuhud
dunia dengan mementingkan akhirat ada saling keterkaitan, karena
sesungguhnya kita tidak akan mencintai akhirat kecuali mereka yang
zuhud (tidak cinta) terhadap dunia. Dari rujukan Alquran di atas yang
tidak terlalu memerlukan ilmu yang tinggi untuk menafsirkannya, dapat
dengan mudah dan jelas ditegaskan bahwa Islam bukanlah agama sekuler
seperti yang ditulis Adjan dengan mengutip kata-kata Nurcholis Madjid.

Kebekuan Adjan tentang pentingnya dunia dan hanya menganggap Islam
sebagai urusan ibadah mahdhah (ritual) belaka dapat dilihat dari
pandangannya tentang Islam politik. Pandangan itu sama dengan
orang-orang Islam yang berpaham ideologi selain Islam, atau mereka
yang tidak setuju tegaknya syariat Islam. Syariat Islam disederhanakan
dengan salat, puasa, zakat dan ibadah haji. Padahal syariat Islam yang
diangkat dalam Alquran dan dicontohkan Rasulullah saw. adalah segala
aspek kehidupan manusia termasuk politik.

Itulah sebabnya Rasulullah saw. melakukan dakwah, dan dakwah ini
adalah bagian utama dan awal dari gerak politik Islam. Politik Islam
dan Islam politik adalah seruan untuk menegakkan kedaulatan Tuhan.
Kebenaran Ilahiah tidak bisa direduksi oleh suara mayoritas manusia.
Oleh karena itu, Islam menolak dan mengharamkan apa yang menjadi
jargon orang-orang sekuler bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox
Populi Vox Dei).

Setelah dakwah diserukan, apa pun hasilnya politik Islam mengharuskan
langkah-langkah politik berikutnya yakni hijrah, idad, ribath dan
terakhir adalah jihad qital di jalan Allah. Orang bisa berargumen itu
hanya terjadi sekali di zaman Rasulullah. Tidak banyak orang yang mau
berbicara dan mengamalkan ratusan ayat Alquran tentang wajib jihad.
Jihad wajib dilakukan sejak dulu sampai akhir zaman sampai terbunuhnya
Dajal laknatullah. Orang selalu bicara tentang kemungkinan. Padahal
tidak akan ada keajaiban dan pertolongan Allah jika kita tidak
melakukan jihad dan hanya berdoa apalagi hanya ngomong belaka.
Terhadap orang-orang demikian, Allah sangat murka seperti yang
difirmankannya, "Kaburo maktan indallahi antaquluu maalaa taf aluun"
(Alquran Surat As-Shaf:2-3).

Tentu saya tidak ingin terlalu jauh bicara ihwal wajibnya politik
dalam Islam. Saya juga harus mengapresiasi dan membenarkan sebagian
yang dikatakan oleh Adjan Sudjana. Saya sependapat dengan Adjan bahwa
ajaran Islam tidak boleh dijadikan komoditas politik untuk kepentingan
pribadi. Saya juga tidak pernah percaya bahwa syariat Islam bisa
ditegakkan dengan undang-undang apalagi dengan peraturan daerah.
Tetapi berbeda dengan Adjan, saya hanya percaya bahwa syariah bisa
ditegakkan jika Alquran dan As-Sunah dijadikan rujukan konstitusi
tertinggi di negeri ini.

Selain itu harus pula dinyatakan bahwa perbedaan di dalam Islam adalah
rahmat. Tetapi dalam soal akidah yang menyangkut keyakinan atas
keesaan Allah berikut nama dan sifat-sifatnya umat Islam tidak boleh
berbeda sedikit pun juga. Maka masyarakat madani harus ada dan tunduk
kepada payung akidah. Demikian juga akhlak dan moral harus merupakan
derivat atau turunan dari akidah. Itu semua hanya mungkin ditegakkan
dan diperjuangkan dengan politik. Politik Islam atau Islam politik
menjadi wajib hukumnya sejauh mengikuti manhaj Rasulullah saw. dan
bukan dengan cara-cara sekuler.

Yang menarik adalah sinyalemen Adjan Sudjana tentang Kartosuwiryo.
Tentu berdirinya NII dengan DI/TII-nya bukan berada pada garis NKRI.
Tetapi tuduhan bahwa peristiwa Cibugel dan Rajagaluh sebagai produk
DI/TII masih perlu diperdebatkan. Negeri ini punya pengalaman buruk
tentang perilaku lempar batu sembunyi tangan. Seperti halnya teror
yang saat ini selalu distigmakan kepada umat Islam. Kita tidak pernah
sungguh-sungguh mencari kebenaran sejarah. Dalam kasus bom Bali kita
juga tidak pernah serius mengelaborasi pernyataan Jou Vialis seorang
ahli bom dari Australia yang mengatakan hanya orang idiot yang percaya
bahwa bom termo nuklir dengan radiasi panas dan menimbulkan efek
pembakaran yang luas, bisa dilakukan oleh orang semacam Amrozi dan
Imam Samudra.

Pernyataan Adjan bahwa Kartosuwiryo memproklamasikan NII di Jawa Barat
setelah dia terlempar dari SI Merah agak menggelikan. Proklamasi NII
DI/TII tanggal 9 Agustus 1949 merupakan perpecahan dalam tubuh SI
Hijau yang menempuh dua jalan berbeda. Yang pertama dengan melanjutkan
perjuangan Islam lewat partai politik Masyumi (kooperatif) yang
dipimpin Natsir c.s. dan yang kedua keluar dari perjuangan lewat
partai (konsep hijrah) yang dipimpin Kartosuwiryo.

Sekalipun melakukan perjuangan lewat jalur kedua, sebelumnya
Kartosuwiryo turut bergabung dalam partai bahkan sempat menjadi Ketua
Masyumi Jawa Barat. Tetapi proklamasi terjadi jauh sebelum dia menikah
dengan Ibu Dewi, putri dari Raden Adiwisastra Ketua Masyumi
Malangbong. Jadi tidak benar bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo
memproklamasikan NII karena terlempar dari SI Merah apalagi
diidentikkan dengan PKI seperti yang dilansir Adjan Sudjana. Karena
jangankan dengan PKI, pimpinan Semaun bahkan dengan Soekarno saja yang
berpaham nasionalis dan sama-sama murid Cokroaminoto, Kartosuwiryo
berseberangan secara diametral baik politik maupun ideologi.

Konsep negara Islam sebenarnya tidak relevan. Tetapi memperjuangkan
tegakknya syariat Islam hukumnya wajib. Perbedaan persepsi serta cara
di dalam memperjuangkan syariat Islam dalam batas tertentu masih bisa
ditolerir. Tetapi cara-cara perjuangan lewat sistem sekuler tidak
pernah berhasil. Islam juga tidak pernah menang lewat demokrasi karena
demokrasi sebenarnya adalah sebuah selubung taktis dari ideologi
tersembunyi neo liberal. Fakta menunjukkan partai Islam FIS di
Aljazair yang memenangkan pemilu dianulir dengan intervensi Amerika
Serikat. Demikian juga kemenangan partai Islam Rafah pimpinan Erbakan
di Turki digagalkan dengan cara yang sama.

Secara historis, partai Islam yang sengaja dipecah belah melalui
demokrasi memang tidak akan pernah memenangkan pemilu. Dalam hal ini
Adjan Sudjana benar. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama
dengan politik. Itulah yang dianut oleh Adjan tetapi keinginan Adjan
untuk mematikan Islam Politik seperti yang ditulisnya Insya Allah
tidak akan kesampaian. Tentu Islam politik dimaksud adalah yang sesuai
dengan manhaj (metoda) Rasulullah saw. Wallahu A'lam Bish-Shawab.***

Penulis Ketua Litbang Majelis Mujahidin.


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Dying to be thin?
Anorexia. Narrated by Julianne Moore .
http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/0EHolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke