Nyanggakeun. Dongeng ketua RW nu jadi penitia penyaluran bantuan langsung tunai konvensasi kanaikan bbm.


Siap Jika Harus Mundur Sebagai Ketua RW

Hari-hari Ade Dibayangi Teror

ADE Kamaluddin (39) tak bisa menahan tangisnya. Semburat di wajahnya semakin menegaskan beban berat yang tengah membebaninya. Ade adalah Ketua RW 05 di Kp. Garung Desa Laksana Kec. Ibun Kab. Bandung. Ia menangis, karena tak tahan dengan beban yang ia pikul sejak ia menjadi petugas pendata keluarga miskin di kampungnya yang kemudian berbuntut banyak menimbulkan protes warganya.

Semuanya bermula dari pencairan dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak, Selasa (25/10). Karena dipandang tak adil, Ade terus-menerus mendapatkan teror. Bahkan, desas-desus yang beredar di masyarakat setempat, ayah seorang putra itu diancam akan dibunuh. Ia juga dituduh tidak adil. Memasukkan hanya sebagian orang sebagai penerima dana bantuan langsung tunai (BTL).

Ditemui di kediamannya, Rabu (26/10), Ade berkisah. Suatu siang, kira-kira dua bulan yang lalu, seorang utusan datang ke rumahnya dengan membawa sepucuk surat dari kepala desa. Waktu itu, Ade belum pulang dari hutan untuk ngarit, pekerjaan utama sang ketua RW. Surat tersebut dititipkan kepada putranya, Muhammad Hilman Kamaluddin (4). "Dalam surat itu, saya ditugaskan untuk mendata keluarga prasejahtera di wilayah saya. Saya harus menyerahkan data tersebut keesokan harinya," tuturnya.

Ade mengaku tidak tahu untuk apa data tersebut. Kendati demikian, sebagai ketua RW yang taat, dirinya manut saja. Sepanjang malam, ia melakukan pendataan sendirian kepada 135 warga yang tercatat di RW-nya. "Sebenarnya, saya punya dua staf. Akan tetapi, waktu itu, satu staf saya kebetulan sedang di Tasikmalaya. Satu lagi sudah berusia lanjut. Saya kasihan sama dia. Apalagi, keadaan penerangan di kampung ini tak mumpuni. Listrik saja masih banyak yang nyantol," ucapnya.

Alhasil, kerja keras Ade malam itu menghasilkan 90 warga yang dikategorikan sebagai prasejahtera. Data itulah yang kemudian diserahkannya ke kantor desa, keesokan harinya. "Senin (24/10) lalu, dari 90 warga yang saya daftarkan, sebanyak 87 warga menerima kartu (kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak-red.). Semula, saya merasa bangga karena, ternyata, kerja keras saya tak sia-sia. Meski tak secara langsung, saya bisa membantu keadaan ekonomi mayoritas warga yang sedang dalam kesulitan," ungkap Ade.

Rupanya, betung ditanam aur timbul, mengharap untung malah rugi. Selasa (25/10), semua warga yang mendapatkan kartu KKB mencairkan uang Rp 300.000,00 di kantor desa. Di sinilah awal masalah muncul. Warga yang tidak mendapatkan kartu --termasuk mereka yang mapan secara ekonomi-- melakukan protes. Ade menuai badai. "Bahkan, Ny. Uyu (45), salah seorang kakak saya, sempat mendengar bahwa ada seseorang yang mengancam akan membunuh saya," katanya.

Usut punya usut, semua warga RW 05 merasa berhak menerima dana tersebut. Kata Ade, mereka menganggap bahwa dana tersebut semacam "tunjangan" pemerintah kepada seluruh rakyat sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. "Mereka semua minta bagian. Padahal, saya sudah berusaha menjelaskan bahwa dana tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar yang tidak mampu. Akan tetapi, mereka tak mau tahu, malah terus mendesak saya memberikan uang tersebut. Wah, untung saja saya masih bisa tegar, Pak. Kalau tidak, mungkin saya bisa pingsan menghadapi beban berat seperti ini," ujar suami dari Oom Mariah (33) itu.

Ade pun luluh dibuatnya. Dalam kekalutan, Ade memiliki solusi yang, sebenarnya, melabrak aturan. Solusi yang dipilih Ade adalah meminta kemurahan hati para penerima dana, memberikan sebagian rezeki yang baru saja diterima itu. "Kalau bisa sih Rp 100.000,00. Tapi, saya tidak memaksa. Yang jelas, saya jelaskan situasi yang sedang saya hadapi akibat tuntutan warga lain. Tentu saja, sebagian ikhlas, sebagian lagi tidak," tuturnya.

Ternyata, banyak juga warga yang berempati terhadap apa yang tengah dihadapi Ade. Dari 87 penerima dana, sebanyak 55 warga yang sukarela membagi dana tersebut. Enam orang menyumbang Rp 50.000,00, seorang Rp 90.000,00, dan 48 orang menyumbang Rp 100.000,00. Rencananya uang hasil rereongan itu dibagi rata kepada warga lain yang tak kebagian dan memprotes dirinya.

Namun, beberapa di antara warga yang sempat memprotes kemudian sadar bahwa dirinya tak berhak mendapatkan dana tersebut. "Sejauh ini, sudah ada 4 orang yang secara langsung menyatakan kepada saya bahwa dirinya tak berhak mendapatkan dana tersebut," ucap Ade.

Namun selebihnya, Ade memilih berpasrah diri. Uang hasil sumbangan warga penerima dana tersebut belum ia apa-apakan. Soalnya, kondisi di wilayah tersebut belum terlalu kondusif. Bahkan, Ade masih tak berani ke luar rumah, sendirian. "Lebih baik saya tidur dulu, menenangkan diri," katanya.

Ade benar-benar tak menduga, niat baiknya justru mendatangkan musibah. Ia tak habis pikir. "Benar-benar...teu ngaragap angen. Air susu dibalas air tuba. Sebenarnya, saya sudah tidak kuat, Pak. Kalaupun disuruh berhenti jadi ketua RW, saya siap." Ade sesenggukan, memulai tangisan. (Hazmirullah/"PR")***

-- 
Wasalam,

Durachman
==========
jilalau pedang lukai tubuh masihlah ada harapan sembuh
tapi jika lidah lukai hati kemana obat hendak dicari
(mohon maaf kalau ada salah-salah kata)






Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke