Kahatur Sadaya Baraya Kusnet,
 
Sinareng Hormat,
 
Terlampir disanggakeun:
 
Kondisi/kayaan di lembur urang dina danget ieu Seratan -  Opini akhir tahun Prof. MT Zen, Guru besar ITB (punten henteu diterjemahkeun heula ka bahasa sunda)
 
Manawi sareng manawi aya mangfaatna kanggo urang sadayana khususna masyarakat Sunda. 
 
Baktosna
 
Rachmat Sugandi Hamdani
 
$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$
dicutat tina milist Alumni-ITB dinten ieu,..
Message: 3        
   Date: Sat, 31 Dec 2005 22:52:20 +0700
   From: Mujaya Hertadi <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Opini akhir tahun Prof. MT Zen

Menjadi Bangsa Berdaya

Di Indonesia sangat sukar berbicara tentang hewan-hewan yang dulu lazim
banyak terlihat berkeliaran di sekeliling kita. Ini dikarenakan wabah
flu-setan. Misalnya sapi, kambing, kelinci, domba, dan banteng. Sebab,
sapi sudah berubah menjadi sapi perah; kambing menjadi kambing hitam;
kelinci menjadi kelinci percobaan.

Domba? Adu domba. Kalau banteng? Oh, banteng biasa sudah langka, yang
banyak banteng moncong putih. Indonesia mengalami metamorfosis menjadi
animal farm.

Negara kambing hitam

Hewan paling favorit adalah kambing hitam. Kadang kala sangat
menguntungkan bagi yang berkepentingan. Contohnya kekacauan di animal farm kita
sekarang.

Bayangkan, seandainya di Indonesia ini tidak pernah terjadi tsunami
Aceh, tidak ada busung lapar, demam berdarah, polio, flu burung, dan harga
minyak bumi di pasaran internasional tidak mengamuk naik, matilah kita
karena kambing hitam tidak laku. Sebab, siapa lagi yang mau disalahkan.
Coba!

Kambing hitam paling perkasa kini adalah Amerika Serikat, Eropa, dan
lain-lain. Awal-awal Orde Baru dulu, komunis menjadi kambing hitam
terbesar dan laku dijual. Kini kalau ada bom meletus, mesti Amerika yang mau
mengadu domba.

Negara-negara ASEAN, seperti Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina
senasib dengan Indonesia. Vietnam itu baru selesai perang. Namun, perangnya
itu bukan dengan Belanda yang mengirimkan KNIL, melainkan Amerika
Serikat yang mengirimkan B-52 dan bom napalm. Vietnam itu hancur luluh. Kini
dia bangkit. Pada SEA Games 2005, Vietnam menduduki tempat ketiga. Lima
tahun yang lalu Vietnam sudah memiliki sarjana fisika bergelar PhD
sebanyak 15.000 orang. Bayangkan, fisikawan saja 15.000 orang, sedangkan
sejarahnya diwarnai penuh pergolakan. Sebentar lagi ia menjadi
singa-ekonomi.

Hal lain lagi, harga minyak pernah mencapai 70 dollar AS/barrel.
Vietnam tidak punya minyak sama sekali, tetapi tidak merengek-rengek seperti
bangsa Indonesia dengan menipu bangsa sendiri. Mereka tidak mencoba
menyihir minyak bumi menjadi kambing hitam. Namun, mereka berpikir,
mengerahkan segala daya upaya, mengatur taktik dan strategi berjangka
panjang, serta berpikir jauh ke depan. Tidak mencoba mencari jalan pintas
dengan menunggang kambing hitam.

Apa yang dimiliki negara-negara ASEAN lain yang tidak kita punyai?
Penduduk Malaysia itu sepertiganya Melayu, sepertiga lagi keturunan India,
selebihnya keturunan China. Keturunan India dan keturunan China lebih
besar jumlahnya dari Melayu. Mereka itu rajin, hemat, suka menabung, dan
kerja keras; mereka itu yang membuat Malaysia maju.

Kenapa kita miskin?

Kenapa bangsa-bangsa ASEAN lain maju, sedangkan bangsa Indonesia itu
miskin dan ketinggalan dalam banyak hal?

Hal ini banyak diperdebatkan oleh banyak ahli. Berbicara tentang soal
ini tak habis-habisnya. Singkatnya, beberapa ciri dapat dikemukakan
sebagai prasyarat kemajuan, antara lain:
1. Berpegang pada prinsip-prinsip etika yang kuat;
2. Berdisiplin tinggi;
3. Bertanggung jawab (accountable);
4. Menghormati hukum dan peraturan;
5. Menghargai hak warga lain;
6. Senang bekerja (Kerja itu Mulia);
7. Bekerja keras untuk dapat menabung dan berinvestasi;
8. Berkemauan untuk bertindak hebat;
9. Menghargai waktu;
10. Betul-betul memanfaatkan sains dan teknologi. Ini yang disebut sepuluh prasyarat untuk maju, sejahtera. dan kaya.

Sobirin dkk (2005) mengatakan, bangsa Indonesia itu miskin karena tidak
memiliki sikap dan tidak memiliki kemauan untuk melaksanakan serta
mengajarkan prinsip-prinsip fungsional dari masyarakat maju dan kaya.

Salah satu sikap dan kebiasaan yang sangat perlu dipupuk sejak kecil
adalah kebiasaan menabung. Kita lihat sewaktu krisis moneter menerpa
beberapa negara Asia di tahun 1997, Thailand, Korea Selatan, dan Taiwan
cepat bangkit kem- bali karena mereka punya tabungan yang besar.

Pada saat ini cadangan devisa RRC sudah mencapai 769 miliar dollar AS,
Hongkong 122 miliar; sementara Indonesia cuma 31,2 miliar (The
Economist, 10/12/2005). Negara-negara seperti RRC, India, Korea Selatan,
Jepang, Singapura, Taiwan, dan Hongkong semuanya dicirikan oleh tabungan yang
besar.

Bangsa Indonesia itu boros, sangat boros, tidak suka menabung,
complacent (cepat puas diri dan menjadi lengah), suka menganggap semua masalah
itu enteng dan mudah (taking things easy); hanya puas dengan formalitas
saja (jika ada masalah antara dua kelompok masyarakat, masalah tersebut
diselesaikan dengan acara yang sangat formal dan superfisial, seperti
menandatangani piagam bersama atau doa bersama tanpa mencoba mengerti
dan memecahkan masalah dasarnya).

Semasa Orde Baru muncul sikap arogan dan berkeyakinan bahwa kita bangsa
super: paling beragama dan paling rukun; paling luhur budi pekertinya,
paling ramah, Tanah Air kita paling kaya, paling indah; UUD-45 itu
adalah suatu masterpiece (tanpa menyadari bahwa UUD-45 tidak lain dari
jiplakan konstitusi Belanda tahun 1814).

Langkah ke depan
Sekarang kita terpuruk menjadi salah satu negara paling korup di dunia;
dikenal sebagai negara paling birokratik (in the worse sense), pegawai
pemerintahan hanya tahu memeras/minta uang jasa saja; jiwa dan semangat
melayani masyarakat tidak ada pada birokrasi pemerintahan. Ini yang
perlu dirombak secara total. Dari jiwa pemeras menjadi jiwa pelayan
masyarakat. Pegawai negeri kita, terutama yang di atas, dikatakan paling
arogan dan manja (tas sekecil apa pun, sampai ke kacamata saja harus
dibawakan ajudannya), sementara pemimpin negara-negara maju lain tidak
berbuat seperti itu.

Padahal, kita bukan apa-apa. Ini diakui dulu. Namun, kita harus sadar
bahwa kita mempunyai banyak hal yang dapat membuat kita menjadi bangsa
yang mandiri, berdaya, dan jaya asal saja kita jujur (kenal diri kita).
Kita mempunyai tradisi dan budaya yang dapat dikembangkan. Ketahuilah,
kita mendiami suatu Tanah Air berupa suatu benua maritim yang amat
besar dengan letak yang sangat strategik. Benua maritim Indonesia itu
dicirikan oleh keanekaragaman yang amat besar, yakni
bio-geo-ethno-socio-cultural diversity. Keanekaragaman itu dapat dijadikan modal dan tempat berpijak awal untuk berkembang.

Jika itu yang dikembangkan, Indonesia akan menjadi suatu pusat
penelitian ilmiah dunia dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam. Itu yang dilakukan
oleh orang-orang Belanda, Jerman, Perancis, dan lain-lain. Mereka
meneliti kekhasan kepulauan Indonesia dan menjadi ilmuan ternama, seperti
Vening Meinesz, Umbgrove, Kuenen, Du Bois, Weidenreich, Von Koeningswald,
Eijkman, dan Wallace. Itu jauh lebih besar nilainya dari sumber daya
minyak, gas, dan batubara karena sumber daya alam itu suatu waktu akan
habis.

Pengetahuan yang dikembangkan untuk mengembangkan sumber daya alam itu
tak habis dipakai, bahkan semakin bertambah. Itu perbedaan antara
sumber daya alam dan pengetahuan. Semakin banyak dipakai, pengetahuan itu
kian berkembang, sumber daya yang tak habis-habisnya.

Negara-negara maju berteriak sumber daya alam tidak penting lagi, yang
penting kemampuan teknologi. Sikap kita seharusnya sebagai berikut:
Kita kembangkan teknologi sambil kita kembangkan sumber daya alam dan
lingkungan alam yang ada di sekitar kita secara optimum. Jangan sekali-kali
kita berkata, sumber daya alam tidak penting lagi. Jangan sekali-kali!
Bersyukurlah bahwa kita masih punya sumber daya alam yang sedikit itu.

Kita harus tahu dengan sebenar-benarnya apa yang kita miliki, apa yang
tidak kita miliki. Itu perlu pengetahuan, perlu sains, dan perlu
teknologi. Kita harus belajar menjadi anggota masyarakat dunia karena kita
hidup di Bumi.

Kita harus insaf. Abad ke-21 ini sarat dan kental dengan sains dan
teknologi. Masyarakat manusia memasuki kultur abad ke-21 di mana muncul
modal dan industri virtual (maya); reduksionisme digantikan oleh
sinergisme yang tinggi; fraktal dan kompleksitas menggantikan pikiran-pikiran
yang linier dan geometrikal. Perubahan itu tidak menunggu kita.

MT Zen Guru Besar ITB
Sabtu, 31 Desember 2005
Copyright © 2002 Harian KOMPAS



Yahoo! DSL Something to write home about. Just $16.99/mo. or less

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




SPONSORED LINKS
Corporate culture Business culture of china Organizational culture
Organizational culture change Organizational culture assessment Jewish culture


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke