Aya sababaraha poko pikiran abdi ngeunaan seratan Kompas nu
diteraskeun ku Kany Yana..

Sabenerna mah geus aya titik tolak nu sami pikeun nu satuju boh nu teu
satuju RUU APP saperti disebutkeun di handap: dua-duana satuju nolak
pornografi. Masalahna teh ayeuna aya di rumusannana nu ceuk sawatara
jelma bisa nimbulkeun diskriminasi ka pihak istri nu kaduana bisa
ngahalangan budaya jeung seni. 

Hanjakal nu disorot teh kateusatujuanna wungkul. Leuwih2 aya
generalisasi nu sifatna spekulasi nu nyebutkeun yen motif nyieun RUU
APP teh kulantaran aya jelma nu nyalahkeun moral jeung nyalahkeun
awewe. Antukna, tulisan siga aya potensi ngahudangkeun
sentimen-sentimen antar golongan: awewe vs lalaki, Islam vs  nonIslam;
seniman vs ulama. Padahal, tacan tangtu kaayaanna siga kitu. Buktina
loba oge awewe nu ngadukung RUU APP. 

Sabenerna mah bakal leuwih afdol tur bakal leuwih 'nyaangan'
(mencerahkan heheh) urang mun Maria Hartiningsih tur jelma2 nu dikutip
di handap ngabahas oge kumaha usul manehna RUU APP nu teu bakal
nimbulkeun hal ngetaif siga kieu (tong hilap manehna oge teu satuju
pornografi!). Ku cara kitu, lain oge RUU APP-na jadi tapi maranehna
oge geus ngajarkeun nimbang pikiran jeung rasa batur.

Kulantaran emutan di luhur, kuring mah nolak mun seratan di handap
dipakeu pikeun ngamimitian diskusi di milis ieu make cara2 provokatif 
awewe vs lalaki.

Baktos
Yudi
--- In urangsunda@yahoogroups.com, yana sugiarna <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>  Mangga nyanggakeun..ieu aya hiji deui seratan nu aya pakaitna
sareng RUU nu nuju rame tea...
>   baktos,
>   yana
>  
========================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================
>   Subject: Rancangan Kekerasan terhadap Perempuan
> 
> Oleh Maria Hartiningsih
> http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0603/11/swara/2499099.htm
> ---------------------------------------------------------------
> 
> Penerbitan Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi atas
inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat tak dapat dilepaskan dari 14 produk
kebijakan sejenis di tujuh kabupaten dan kota di tiga provinsi serta
di tingkat nasional.
> 
> Semua ini merupakan bagian dari kecenderungan umum dimulai tahun
2000, terkait dengan semakin menguatnya semangat konservatisme dan
fundamentalisme agama.
> 
> Itulah intisari catatan tahun 2005 Komisi Nasional Antikekerasan
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang diluncurkan di Jakartam
awal pekan ini.
> 
> Kami menolak RUU APP bukan karena menghalangi upaya penanggulangan
pornografi, tetapi karena materi RUU itu lebih tentang pengaturan
perempuan, ujar Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) Kamala Chandra Kirana tentang RUU APP 
> yang mendapat penolakan keras dari berbagai komponen masyarakat itu.
> 
> Catatan itu menunjukkan sedikitnya delapan pasal dalam RUU itu
mengatur perempuan berpakaian dan berkelakuan. Akademisi dari
Universitas Indonesia, Dr Gadis Arivia, dalam peluncuran bukunya
Feminisme: Sebuah Kata Hati di Jakarta, 8 Maret 2006, kembali
menegaskan, RUU itu tidak sekadar mengandung kecurigaan terhadap
perempuan, tetapi memusuhinya, seolah-olah tubuh perempuan kotor dan 
> berbahaya.
> 
> Kalau disahkan, RUU itu akan mensyaratkan pembentukan sebuah badan
khusus bagi implementasinya.
> 
> Dengan demikian, negara akan menjadi pelaku diskriminasi sistematik
terhadap warga negaranya sendiri, khususnya yang berjenis kelamin
(biologis) perempuan.
> 
> Catatan Komnas Perempuan itu juga mengingatkan, produk kebijakan
tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk-produk
kebijakan lain yang bertentangan dengan asas keberagaman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
> 
> Contohnya terdapat dalam perda dan surat-surat edaran bupati
mengenai seragam kerja, kesusilaan, pelacuran, busana muslim,
pemulihan keamanan dan ketertiban berdasarkan ajaran moral, agama,
etika, nilai-
> nilai daerah, serta tentang peningkatan kualitas ketakwaan dan
keimanan di Kabupaten Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya di Provinsi Jawa
Barat, dan Kota Tangerang di Provinsi Banten.
> 
> Selain itu juga ada perda-perda amar maruf nahi munkar, meliputi
perda tentang zakat, baca tulis Al Quran dan busana muslim, perjudian,
miras, narkoba, serta prostitusi di Kabupaten Enrekang, Maros,
Bulukumba di Provinsi Sulawesi Selatan. Di tingkat nasional berupa
Keputusan Fatwa Munas VI MUI tentang pengiriman tenaga kerja 
> wanita ke luar negeri.
> 
> Konsep berbangsa yang didasarkan pada asas pluralisme sedang
ditantang dan sebuah hegemoni baru yang diskriminatif sedang
dikerahkan, ujar Kamala.
> 
> Kekerasan demi kekerasan
> 
> Catatan tahunan 2005 itu merekam peningkatan angka kekerasan dalam
rumah tangga sampai 45 persen dibandingkan tahun sebelumnya; sekitar
20.291 kasus KDRT dari 14.020 kasus, yang ditangani 215 lembaga di 29 
> provinsi.
> 
> Ada delapan produk kebijakan di tingkat daerah dan nasional yang
sangat berarti dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan
dan penegakan hak perempuan. Dua provinsi yang memimpin adalah
Bengkulu dan Jawa Timur.
> 
> Namun, kelegaan itu disapu oleh kekerasan terhadap perempuan di
ruang publik oleh state actors. Kekerasan itu diakibatkan oleh
kebijakan negara dan aparat negara. Begitu ditegaskan Myra Diarsi,
aktivis dan salah satu komisioner Komnas Perempuan.
> 
> Inti semua peraturan itu adalah menyerang integrasi perempuan dan
menghambat mereka memperoleh hak-hak asasinya, tegasnya.
> 
> Serangan terhadap kedaulatan perempuan atas nama kesusilaan yang
paling akhir terjadi di Tangerang setelah Pemerintah Kota Tangerang
memberlakukan Perda Nomor 8 Tahun 2005 tentang Larangan Pelacuran
Tanpa Pandang Bulu.
> 
> Perda itu menyebutkan, Setiap orang yang sikap atau perilakunya
mencurigakan sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka
pelacur, dilarang berada di jalan-jalan umum atau di tempat lain..., 
> (Pasal 4).
> 
> Penggunaan ancaman dan teror bagi media yang menyiarkan peristiwa
penangkapan perempuan yang dituduh sebagai pelacur dan langsung
disidang itu, menurut Myra, merupakan show of force untuk menunjukkan
dukungan masyarakat.
> 
> Pihak yang mencoba menjelaskan duduk persoalan dan berpikir secara
jernih (mengenai persoalan itu) dianggap sebagai liyan (the other) dan
ditakut-takuti dengan moralitas agama.
> 
> Padahal UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas
menyatakan, Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan (Pasal
145, Nomor 2).
> 
> NAD
> 
> Kebijakan tentang pemberlakuan Syariat Islam di Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) mulai dijalankan tahun 2005, ditandai dengan
munculnya organ-organ negara yang baru, seperti Dinas Syariat Islam,
Wilayatul Hisbah (WH/Polisi Syariat), Majelis Permusyawaratan
Ulama,dan Mahkamah Syariyah.
> 
> Rencana Mahkamah Agung RI untuk menciptakan mekanisme tersendiri
untuk kasus-kasus banding dari Mahkamah Syariyah NAD semakin
memastikan integrasi Syariat Islam NAD ke dalam kelembagaan hukum 
> nasional.
> 
> Menurut catatan tahunan 2005 itu, berdasarkan pemantauan di media
lokal di NAD, dari 46 kasus pelanggaran qanun (peraturan daerah)
selama tahun 2005, sekitar 70 persen di antaranya (32 kasus)
menyangkut perempuan sebagai terdakwa dan terhukum. Secara
terpisah,LBH APIK Aceh melaporkan sepanjang tahun 2005 terdapat 30 kasus 
> penangkapan terhadap perempuan terkait dengan pemberlakuan Syariat
Islam.
> 
> Kenyataan ini menegaskan apa yang dikatakan peneliti dan ahli agama
Islam, Dr Musdah Mulia, bahwa sasaran utama praktik penerapan Syariat
Islam di NAD adalah perempuan.
> 
> Aparat WH dalam suatu razia jilbab di Lhok Seumawe dengan jelas
menyatakan, Salah satu penyebab bencana terjadi di Aceh karena
perempuan enggak pakai jilbab, demikian dikutip catatan tahunan itu.
> 
> Syarifah Rahmatillah, aktivis Mitra Sejati Perempuan Indonesia
(Mispi) Banda Aceh, mengatakan, kabarnya di Bireuen akan diberlakukan
fatwa dari Majelis Permusyawaratan Ulama mengenai jam malam. Fatwa 
> itu belum disebarkan. Kami juga baru tahu dari media.
> 
> Fatwa itu harus diujicobakan di masyarakat sebelum diterapkan, kata
Syarifah. Bagaimana kalau janda, perempuan tidak bersuami dan tak
punya saudara laki-laki harus keluar malam dalam situasi darurat,
misalnya ke rumah sakit?
> 
> Kebebasan perempuan berpendapat pun terancam. Seorang tokoh
perempuan pengusaha setempat dituduh melakukan penghinaan pribadi dan
terhadap institusi Dinas Syariat Islam Lhok Seumawe karena memberi
masukan agar perempuan dilibatkan dalam pembangunan daerah dan agar WH
direkrut dari mereka yang bisa dijadikan panutan masyarakat.
> 
> Jika salah rekrut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 
> Misalnya, di kampung saya, WH direkrut dari mantan penjudi dan
pemabuk, ujar perempuan itu, seperti dikutip dari catatan tahunan
Komnas Perempuan itu. Saat ini kasus tersebut masih dalam proses hukum.
> 
> Seperti dikemukakan aktivis Suraiya Kamaruzzaman, orang Aceh takut
mempertanyakan cara-cara penerapan Syariat Islam karena dihadang oleh
tuduhan Anti-Islam.
> 
> Padahal, ruh Islam sudah sangat kental di Aceh jauh sebelum Syariat
Islam dilembagakan. Jadi saya mempertanyakan Islam yang mana, tanya
Suraiya.
> 
> Pereduksian
> 
> Agama, menurut budayawan Dr Toeti Heraty Noerhadi, merupakan jawaban
yang mudah membuat orang bungkam dan dibungkam. Dengan itu masalah
ketidakadilan tak bisa dilontarkan dengan leluasa.
> 
> Ilmuwan dan pengajar pada Departemen Filsafat Universitas Indonesia,
Dr Haryatmoko, menambahkan, persoalan besar, seperti kemiskinan dan
utang, saat ini telah direduksi sebagai persoalan moral, direduksi
lagi ke dalam kelamin biologis, lalu direduksi lagi sebagai kelamin
(biologis) perempuan. Ini juga terjadi di Eropa, khususnya Inggris, 
> ketika diserang krisis ekonomi dan kemiskinan pada abad ke-19.
> 
> Myra Diarsi merekam pernyataan politik para pejabat dan politisi
yang secara eksplisit menyatakan bahwa sumber dari banyak masalah saat
ini adalah kebobrokan moral bangsa.
> 
> Ketidakmampuan menyelesaikan masalah ekonomi, sosial dan kebudayaan,
termasuk flu burung, busung lapar, dan polio, direduksi ke dalam
persoalan moral dan disempitkan sebagai moral perempuan. Mereka
melemparkan semua tanggung jawab kepada tubuh perempuan, tegas Myra.
> 
> ===============================================================
> 
> 
>               
> ---------------------------------
>  Yahoo! Mail
>  Use Photomail to share photos without annoying attachments.
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>







Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke