No tepeonna tiasa dihubungi di Lembaga Administrasi Negara. Alamat, Jl. Veteran 
10, Jakarta. Telepon, (021)3455021. Pak Dedy termasuk pihak anu kontra, ieu 
salah satu pandapatna nu di tulis di koran:
   
  Kenapa Megapolitan? 
    Deddy S Bratakusumah
   
  Istilah megapolitan pertama kali diperkenalkan oleh Jean Gottmann, seorang 
ahli geografi Perancis kelahiran Ukraina. Dia mengambil kata tersebut dari 
bahasa Yunani, yakni megalopolis yang artinya kota besar.
  Istilah megapolitan ini dipakai oleh Gottmann pada tahun 1964, ketika dia 
mencermati betapa telah terjadi suatu perkembangan kota yang amat dahsyat di 
pantai timur bagian utara Amerika Serikat.
   
  Daerah pengamatannya membentang dari Boston di Negara Bagian Massachusetts 
sampai dengan Washington DC, karenanya dia menamakan hamparan kota tersebut 
sebagai megapolitan ”Boswash”.
   
  Bersatunya beberapa metropolitan dengan metropolitan lainnya yang 
disambungkan oleh kota-kota kecil yang berkembang sebenarnya adalah 
ketidaksengajaan atau ketelanjuran sebagai akibat tumbuhnya kota- kota kecil 
yang tidak terencana (urban-sprawl). Karena asumsi para perencana kota pada 
awal perencanaan adalah bahwa kota-kota kecil itu tidak akan tumbuh pesat. 
Karena itu, kaidah- kaidah yang dikemukakan oleh para ahli perencana kota 
seperti Christaller yang menganut hierarki kota tidak berlaku lagi.
   
  Dengan demikian, sebenarnya tidak ada yang namanya konsep megapolitan itu. 
Megapolitan adalah suatu fenomena spontan tumbuhnya kota tanpa kendali.
  Perkembangan bersatunya metropolitan dengan daerah penyangganya tanpa rencana 
telah terjadi di Jakarta. Rencana tata ruang yang telah dibuat sama sekali 
tidak pernah ditaati. Kota-kota penyangga yang ada di sekitar Jakarta 
berkembang manasuka.
   
  Jalur hijau yang direncanakan ketika konsep tata ruang Jabotabek dibuat sama 
sekali telah hilang. Bahkan kota Depok sekalipun tidak direncanakan menjadi 
kota dalam konsep Jabotabek. Kota Depok tumbuh karena para pengambil keputusan 
memutuskan untuk membangun perumnas dan kampus UI.
   
  Menyatunya Jakarta dengan daerah penyangga lainnya telah mengakibatkan beban 
yang berat terhadap ekosistem dan penyediaan prasarana. Banjir, sampah, air 
limbah, udara kotor, dan air bersih merupakan masalah lingkungan hidup yang 
sudah amat dirasakan penghuni kota.
   
  Beberapa tahun ke depan, apabila tidak segera ditangani dengan serius, akan 
terjadi kegarangan masyarakat kota akibat kegersangan kota. Keadaan seperti ini 
akan sangat merugikan semua pihak. Tidak akan ada investor yang datang pada 
suatu lokasi yang amburadul seperti itu.
   
  Untuk mengatasi keadaan ini sebenarnya tidak lagi diperlukan suatu 
undang-undang atau payung peraturan yang baru. Cukup kita mencermati ulang dan 
melaksanakan peraturan yang sudah ada sehingga kita tidak kehabisan waktu 
sia-sia karena ”konsep megapolitan”.
   
  Cermati lagi undang-undang tata ruang, kemudian evaluasi rencana tata ruang 
wilayah, baik nasional (RTRWN), provinsi (RTRWP), kabupaten ataupun kota 
(RTRWK), dan yang penting terapkanlah dengan konsisten. Selanjutnya, cermati 
pula kewenangan masing-masing pemerintahan, baik pusat, provinsi, kabupaten, 
ataupun kota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 
Pemerintahan Daerah. Sebenarnya, masalah kerja sama antardaerah adalah hakikat 
dari undang-undang tersebut, di samping pelayanan. Tinggallah kita lihat siapa 
sebenarnya yang memiliki kewenangan. 
   
  Dalam hal tata ruang, perencanaan dan pemanfaatan ruang yang menyangkut 
beberapa daerah ketentuannya telah terdapat pada UU No 24 Tahun 1992 tentang 
Penataan Ruang yang menganut aspek keterpaduan. Sementara itu, jika menyangkut 
pembangunan prasarana, kita lihat prasarana yang apa dan yang mana, apabila 
menyangkut dua provinsi, maka yang harus mengoordinasikannya adalah menteri 
yang bersangkutan.
   
  Jadi, kembalilah kepada peraturan perundangan yang ada. Semuanya sudah 
diatur. Yang melenceng adalah pelaksanaannya. Oleh sebab itu, tegakkan hukumnya 
dan kenakan sanksinya. Tidak perlu menteri baru kok. Megapolitan bukanlah 
konsep, tapi ketelanjuran.
   
  DEDDY S BRATAKUSUMAH
Ahli Perencana Kota dan Wilayah, Kepala Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah 
LAN-RI
  

Dudi Herlianto <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  hatur nuhun kang Ukay,

upami teu kaabotan, sareng upami aya, tiasa nyuhunkeun no talipunna
sakantenan?

sarengna deui ari bp Dedy teh nu kontra ka Megapolitan? (sanes ku nanaon
bade nandeskeun wungkul)

hatur nuhun


On 3/21/06, Ukay Karyadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Abdi ngusulkun Dosen abdi di S2 UI Pak Dedy S Bratakusuma (urang sunda
> asli), doktor ekonomi regional ti Cornel University. Sadidinten Pak Dedy
> ngantor di LAN (Lembaga Adm Negara).
>
>  ------------------------------
>



--
~:ngadék sacékna, nilas saplasna:~
deha.wordpress.com
borondongjagong.blogspot.com


[Non-text portions of this message have been removed]



Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




  SPONSORED LINKS 
        Corporate culture   Business culture of china   Organizational culture  
   Organizational culture change   Jewish culture 
    
---------------------------------
  YAHOO! GROUPS LINKS 

    
    Visit your group "urangsunda" on the web.
    
    To unsubscribe from this group, send an email to:
 [EMAIL PROTECTED]
    
    Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 

    
---------------------------------
  



                
---------------------------------
 Yahoo! Mail
 Use Photomail to share photos without annoying attachments.

[Non-text portions of this message have been removed]



Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to