Judul : Epigram
Penulis : Jamal
Editor : Indah S. Pratidina
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 384 hlm ; 20 cm
Jamal penulis yang berbahaya!
M. Fadjroel Rachman, Kolumnis, presenter TV, mantan aktivis.
Endorsment dari Fadjroel Rachman di sampul novel ini pasti akan membuat
calon pembaca novel ini penasaran. Seberapa berbahayakah kandungan novel
Epigram ini sehingga Jamal dijuluki penulis yang berbahaya ?
Apakah novel keempatnya ini berbeda dengan ketiga novelnya terdahulu?
Dalam Epigram, Jamal berutur mengenai tokoh dua orang mahasiswa demonstran
Kris dan Nara yang dibebaskan teman-temannya dari tahanan militer. Kris ke
Eropa dan Nara ke Amerika. Cerita dimulai dari lokasi Kris bekerja pada
tahun 2003, di rig raksasa tempat pengeboran gas dan minyak Troll West
milik Norsk Hydro di Laut Norwegia. Secara tak terduga atasan Kris adalah
seorang eksil asal Indonesia yang pada 1965 sedang menyelesaikan kuliahnya
di Uni Soviet, gonjang-ganjing politik di tahun itu membuat dirinya tak
bisa pulang dan menjadi seorang eksil di Eropa.
Ketika Kris menerima email dari sahabatnya Adun yang akan pergi berlibur
ke Eropa dan meminta bertemu dengan Kris di Belanda. Ingatan Kris
terlempar ke masa lalu. Cerita lalu kilas balik ke tahun 1989 pada saat
menjelang demo menentang kehadiran seorang menteri mantan jenderal ke
kampusnya. Kris yang dikenal sebagai demonstran sebetulnya sudah tak
berminat terjun langsung ke lapangan karena ia merasa sudah
terlalu tua dan baru saja menyelesaikan sidang sarjananya dan tinggal
menunggu wisuda. Kehadiran Kris di lapangan hanya sebagai penggembira
saja.
Demonstrasi menentang kehadiran menteri itu semakin memanas, aparat
melesat masuk kedalam kampus. Kris tak bisa mengelak dari hajaran aparat.
Untunglah Kris tak sampai ditangkap. Esoknya timbul desas-desus bahwa
aparat akan melakukan penangkapan terhadap penggerak demo itu. Nama Kris
yang sudah dikenal sebagai demonstran termasuk dalam daftar mahasiswa yang
akan diciduk. Benar saja, Kris, Nara dan beberapa teman lainnya diculik
oleh aparat dan dimasukkan kedalam penjara militer.
Di dalam penjara Kris dan Nara diinterogasi secara kontiniu, walau Kris
mengelak bahwa dirinya bukan koordinator demo, aparat yang memeriksanya
tak mempercayainya. Siksaan fisik dan mental harus dihadapi Kris dan Nara
selama dalam tahanan. Hal ini nantinya akan mengakibatkan kepribadian Kris
menjadi terpecah walau belum dalam tingkat yang mengkhawatirkan.
Kawan-kawan Kris tak tinggal diam, berkat seorang kawan yang memiliki
hubungan langsung dengan petinggi militer Kris dan Nara berhasil
dibebaskan melalui sebuah
operasi rahasia. Agar Kris dan Nara tak tertangkap lagi mereka
diterbangkan ke luar negeri. Nara ke Amerika, Kris ke Eropa. Awalnya
mereka tak rela melarikan diri ke luar negeri sementara kawan-kawan
lainnya masih dalam penjara, namun mereka tak bisa mengelak dan keduanya
hidup sebagai pelarian di negara asing.
Keberuntungan berpihak pada Kris dan Nara. Karena perkenalannya dengan
seseorang di pesawat yang bersimpati padanya Nara melanjutkan kuliah di
Greensboro, Amerika serikat. Pada saat liburan di Boston Nara bertemu
dengan Mira, putri seorang jenderal, sepupu temannya yang nantinya akan
menguak misteri bagaimana mereka bisa dibebaskan dari penjara militer.
Sementara Kris yang mendarat di Amsterdam ditampung oleh mahasiswa
Indonesia di sana, lalu oleh dubes RI di Belanda yang bersimpati padanya.
Rencana kuliah di Belanda batal, seorang kawannya yang sedang kuliah di
Bremen-Jerman mengajaknya untuk melanjutkan pendidikan di Universitas
Bremen. Kris menerima ajakan kawannya itu hingga akhirnya Kris lulus
master dengan gemilang dan bekerja di perusahaan gas
Norsk Hydro di sebuah rig rakaksa di kawasan ladang gas dan minyak lepas
pantai kawasan Troll West di Laut Utara Norwegia. Walau Kris sukses dalam
kariernya namun ia terlunta diantara rasa bersalah dan prestasi
gemilangnya. Ia senantiasa dihadapkan pada pilihan pelik; terus mengusung
idealisme atau melupakan masa lalu dan kembali ke tanah air.
Di luar masalah idealisme Kris dan Nara juga sama-sama mengalami konflik
lain yang memusingkan keduanya, cinta. Nara bertemu dengan Maria, anak
seorang jenderal yang ternyata menunggunya sejak kedatangannya ke Amerika.
Di acara Expo di Sevilla - Spanyol disaat Kris bekerja sebagai staf
pengamanan stand Indonesia, Kris secara tak
terduga bertemu dengan Sasti temannya satu almamater di Indonesia. Ketika
cinta tumbuh diantara mereka Kris diperhadapkan pada dilema apakah ia
harus ikut pulang dengan Sasti setelah Expo selesai atau meneruskan
hidupnya di Eropa.
Dalam Epigram banyak hal-hal menarik yang akan pembaca temui dalam novel
ini. Novel ini sarat dengan kritik terhadap pemerintahan Orde Baru yang
secara de facto dikuasai oleh militer. Dialog-dialog antar tokohnya secara
jelas dan gamblang mengkritisi peran militer dimasa Orde Baru yang
menguasai hampir seluruh lini pemerintahan mulai dari Presiden, menteri
hingga gubernur hampir semua dijabat oleh pensiunan militer yang tentunya
masih memiliki hubungan dengan petinggi militer yang masih aktif. Pembaca
akan diajak berpikir secara kritis bahwa Indonesia, sebuah negara Republik
tak ubahnya sebuah negara diktator yang diperintah militer.
Pembaca yang mengalami masa-masa mahasiswa di akhir 80-an tentunya akan
segera mengetahui bahwa kisah demo mahasiswa yang menentang kehadiran
seorang menteri yang pensiunan jenderal ke kampus UTT (Universitas Tralala
Trilili) adalah kejadian yang pernah terjadi di sebuah Universitas Negeri
di Bandung. Peristiwa penculikan aktivis dan kehidupan pelarian politik ke
luar negeri adalah realita yang terjadi di negeri ini. Realita inilah yang
diangkat oleh Jamal kedalam novelnya ini. Pembaca diajak menerobos batas
fiksi dan non fiksi carut marutnya kehidupan politik dunia mahasiswa di
bawah rezim Orde Baru. Uniknya sisi kelam bangsa ini tidak dituturkan
dalam
nuansa yang gelap, di tangan Jamal dunia aktivis politik mahasiswa yang
kaku dan paranoid ini menjadi lentur, menghibur dan manusiawi lengkap
dengan kisah cinta romantis para tokoh-tokohnya yang selalu merasa sepi,
gundah, dan ragu.
Selain menyuguhkan kritik tajam terhadap militerisme di masa orde baru,
novel ini juga mengungkap kehidupan dan konflik batin para pelarian
politik yang dalam novel ini diwakili Kris dan Pak Agus, atasan Kris
seorang pelarian yang tak bisa pulang dan harus menjadi warga negara
Jerman, melalui novel ini juga pembaca diajak melintasi bola dunia mulai
dari Bandung, Boston, Amsterdam, Expo di Sevilla Spanyol, Bremen hingga
Laut Utara Norwegia. Tak ketinggalan, seperti di novel-novelnya terdahulu
secara cerdas Jamal menyusupkan hal-hal seni, desain, museum, suasana Expo
di Seville hingga filosofi kehidupan yang dituturkan secara ringan
sehingga mencerahkan pembacanya dalam hal politik, seni, desain, dll.
Sayangnya kehidupan sosial Kris dan para pekerja rig hanya mendapat porsi
yang kecil dibanding setting lainnya di novel ini. Jika saja hal ini
digali lebih dalam oleh Jamal pastilah novel ini akan semakin menarik
karena kehidupan para pekerja di rig Troll yang terasing pastilah bukan
hal yang mudah. Padalah cover novel ini secara jelas menyajikan
pemandangan di sebuah rig di laut lepas. Tentunya pembaca yang melihat
novelnya akan berasumsi bahwa novel ini akan menyajikan kehidupan para
tokohnya di sebuah rig lengkap dengan landskap sebuah rig dan tantangan
yang dialami para pekerjanya
Selain itu kisah Kris ketika dalam penjara militer tampaknya kurang
didramatisir oleh penulisnya, padahal ketika dalam penjara inilah Kris
mengalami terpecahnya kerpibadiannya menjadi dua. Beberapa interogasi yang
dilakukan oleh aparat terhadap Kris terkesan biasa-biasa saja dan siksaan
fisik yang dialaminyapun tak terungkap dengan dramatis, padahal jika kita
mendengar pengakuan dari para mantan aktivis yang pernah diculik aparat,
pengalaman mereka sangat dramatis dan memilukan.
Namun dibalik kelebihan dan kekurangannya, novel ini tampaknya akan
mengajak pembacanya melihat realita secara gamblang politik yang pernah
terjadi di negeri ini, bahkan beberapa hal mungkin masih terjadi. Itulah
mengapa Fadjroel Rachman mengatakan bahwa Jamal adalah penulis yang
berbahaya. Batas antara fakta dan fiksi menjadi kabur. Kritikan-kritikan
terhadap militerisme dan kehidupan politik Indonesia disajikan secara
tajam, suatu hal yang rasanya tak mungkin diungkapkan selama masa orde
baru. Walau rezim sudah berganti dan era kebebasan diusung tinggi. Mungkin
saja masih ada beberapa pihak yang akan merasa tersinggung dengan kritik
sosial dan politik yang muncul di novel ini.
Jamal memang penulis yang berbahaya!
h_tanzil
http://bukuygkubaca.blogspot.com/
-------
kanu parantos maca Epigram mangga serat pamendak masing2...
tapi moal dihadiahan. hehe
------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
You can search right from your browser? It's easy and it's free. See how.
http://us.click.yahoo.com/_7bhrC/NGxNAA/yQLSAA/0EHolB/TM
--------------------------------------------------------------------~->
Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/