Sanggeus Mak Eroh, Mak Erot, jeung Mak Ecot, kiwari
aya deui Mak Enoy. Tetela aksara E pikeun urang Sunda
ngarupakeun aksara sakti.

Salam,
MH

======
Adalah Mak Enoy yang tinggal di Jln. Dago Pojok.
Kegiatan rutinnya setiap hari setelah sembahyang
subuh, dia membawa sapu lidinya dan menyapu jalan
lingkungan dan beberapa halaman rumah tetangganya
dengan kesadarannya sendiri, tanpa memikirkan upah
atau balas jasa lainnya. Dia juga melakukan pemilahan
sampah basah dan ranting-ranting daun dari kertas,
kaleng atau plastik, dan kaleng. Plastik, dan kertas
bekas itu ia siapkan di tempat yang tetap untuk pada
waktunya akan diambil pemulung. Kami, peserta
pertemuan, secara spontan memberikan aplaus kepada Mak
Enoy. Ternyata, di zaman masyarakat pedesaan yang
menolak di wilayahnya dijadikan TPS atau TPA kecuali
dengan "pembayaran", bahkan di kota Bandung masih ada
sosok Mak Enoy yang tanpa pamrih ingin hidup dalam
lingkungan yang bersih, nyaman dan aman. Hidup Mak
Enoy.
=========
Salengkepna:
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/21/0902.htm

Di Antara Sampah itu Ada Mak Enoy!
Oleh MEMET H. HAMDAN

    Bandung dan Bekasi (dua kota di Jawa Barat)
terkotor di Indonesia. Sementara Wakil Gubernur Jawa
Barat dengan ekspresif menyatakan kekecewaan, Pak Dada
Rosada yang Wali Kota Bandung mengaku tidak kecewa,
bahkan tampaknya sangat ”sumamprah” terhadap
penilaian yang merupakan hak sang penilai.

Sejalan dengan itu pula, pada hari Selasa tanggal 13
Juni 2006, sekelompok -- lebih kurang 60- orang (yang
merasa diri peduli kebersihan kota dan cinta kepada
kota bandung) -- yang diprakarsai The Bandung Heritage
Society dengan Frances Affandi-nya, berkumpul di Bale
Pasundan Hotel Panghegar untuk berbincang bagaimana
"kita" bisa ikut menyelesaikan masalah sampah yang
jumlahnya kurang lebih 650.000 m3 dan sudah melebihi
kemampuan pengolahan dari Dinas Kebersihan (baca :
Pemerintah!) Kota Bandung.

Prof. Otto Sumarwoto yang pakar lingkungan dalam
pertemuan tersebut sangat sugestif menilai sampah
adalah sebagai resources, dengan semangat yang
menggebu menyampaikan alternatif untuk mengubah sampah
organik (yang setelah dipilah dari sampah an-organik)
untuk dijadikan kompos yang bermanfaat untuk
pertanian. Pondok Karinda (Karang Tengah Indah) di
Jakarta Selatan yang pemiliknya adalah Pak Djamaludin
(mantan Menteri Kehutanan RI) diintroduksikan sebagai
upaya yang baik bagaimana mengubah sampah tersebut
menjadi kompos, dengan pengolahan yang sederhana dan
sebatas lingkungan rumah tangga dalam lingkungan rukun
tetangga.

Pak Otto sangat konsisten untuk konsep bahwa sampah
jangan dibakar, karena selain akan menghasilkan
dioksin yang tidak bagus dihirup manusia, juga akan
membuat sampah menjadi limbah buangan, bukan sumber
daya olahan. Konsekuen dengan pendapatnya, Prof. Otto
sangat mengkritisi pembakaran sampah di tempat sampah
Kantor Gubernur di Gedung Sate. Pak Otto
menggarisbawahi, bahwa untuk situasi Kota Bandung yang
berada pada sebuah cekungan, penanggulangan sampah
dengan cara dibakar adalah sangat tidak baik apalagi
menguntungkan.

Sejalan dengan Prof Otto, Prof. Sobirin yang juga
menggeluti ihwal lingkungan, menawarkan alternatif
solusi yang identik dengan apa yang dilakukan di
Karinda, dengan penerapan teknis yang lebih sederhana,
bahkan untuk pengolahan di tingkat rumah tangga bisa
dengan menggunakan alat bantu karung plastik dan ember
bekas. Pak Sobirin memberikan proses adaptifnya dengan
memperlihatkan tanaman padi yang ditanam pada pot dan
menggunakan kompos produksinya sendiri untuk
pemupukannya. Pada skala yang lebih besar, Pak Sobirin
mengintroduksi bahwa penggunaan kompos untuk areal
sawahnya yang 1 hektare, produksi pada saat panen bisa
mencapai 9,5 ton gabah.

Pada pertemuan ini juga hadir beberapa orang aktivis
LSM dan beberapa figur wanita, seperti Ibu Rukasih,
Ibu Aang Kunaefi, Ibu Popong, Ibu Suhud Warnaen, Ibu
Ana Anggraeni, dan Ibu Yani Aman, yang dengan tekun
mengikuti pertemuan ini sampai selesai pukul 22.30
WIB. Pertemuan ini, sekali lagi, dimaksudkan sebagai
ekspresi kepedulian warga -paling tidak peserta yang
hadir- terhadap kebersihan, kenyamanan dan keamanan
Kota Bandung, yang oleh Kang Herman Rukmanadi
disampaikan sebagai pra-syarat daya tarik untuk
kedatangan wisatawan ke suatu destinasi wisata. Ibu
Rukasih Dardjat yang kebetulan juga adalah dari LIPI,
kembali mengingatkan bahwa LIPI bekerja sama dengan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 1993 telah
menguji coba pembuatan insinerator untuk pengelolaan
sampah, bahkan pada saat itu menjadi percontohan untuk
21 provinsi lainnya di Indonesia.

Mendukung gagasan tanggung jawab individual dalam
pengelolaan dan pengolahan sampah, Ibu Yani yang
kebetulan pengusaha, menyampaikan agar gagasan cara
penanggulangan sampah yang diintroduksi oleh Pak Otto
dan Pak Sobirin bisa segera disebarluaskan kepada
masyarakat untuk replikasi di lapangan. Mendukung
demikian banyak pemikiran, Ibu Hj. Aang Kunaefi,
ketika diminta berbicara, tidak dapat menyembunyikan
kemarahannya kepada petugas (Dinas Pertamanan atau
Kebersihan?) Kota Bandung, ketika tanaman melati di
depan rumahnya di Jln. Karang Tinggal dicabuti petugas
tersebut, meskipun digantikan dengan tanaman pelindung
yang besar. Yang cukup penting pencerahan dari Ibu
Aang adalah, bahwa penanganan sampah harus dimulai
dari diri dan rumah sendiri.

Mendukung untuk pengelolaan sampah, Prof. Rachman Maas
mengintroduksi bahwa pembuatan kompos dari tinja
manusia pun, seperti yang dilakukan di RRC tidak
masalah, selama urine atau tinja yang jadi kompos itu
untuk digunakan sebagai pupuk. Lebih jauh Pak Rachman
Maas memberikan pencerahan spiritual, bahwa yang harus
dicari oleh manusia (terutama Muslim) adalah bukan
hanya kepuasan dan keamanan di dunia, tapi juga
keselamatan di akhirat. Dengan menempatkan kebersihan
sebagai pangkal keimanan, Pak Rachman Maas sangat
menggarisbawahi bahwa pengelolaan sampah harus dimulai
dari/secara individual, didukung dengan kadar keimanan
kepada sang Khalik. Ibu Ana Anggraeni, bahkan
mengingatkan peran seorang anak murid taman
kanak-kanak untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Bandung sudah divonis sebagai salah satu kota terkotor
di republik ini, bahkan Pak Yusuf Kalla yang Wakil
Presiden mengajak kita untuk tertawa. Ir. Achmad
Setjadipradja yang pakar teknik penyehatan
mengingatkan bahwa sampah yang pada "episode" ketiga
ini menumpuk sebanyak 650.000 m3, apabila dibariskan
di jalan raya akan menumpuk dari Cibeureum di batas
barat Kota Bandung sampai ke Ujungberung di batas
timur setinggi 7 meter. Luar biasa!!

Produksi sampah sampah di Kota bandung yang
diintroduksi pada pertemuan ini, adalah sebanyak 8.500
m3 per hari, dan 5.000 m3 di antaranya adalah produksi
dari rumah tangga, sisanya berasal dari pasar
tradisional, mal, perkantoran, jalanan, dan fasilitas
publik lainnya. Penulis melihat bahwa apabila 5.000 m3
atau paling tidak 50% sampah di Kota Bandung bisa
diselesaikan di tingkat rumah tangga dan rukun
tetangga, tugas Dinas Kebersihan Pemkot Bandung dengan
75 buah (yang jalan hanya 55 buah) armada truknya,
akan lebih ringan.

Mendukung kepada aplikasi tanggung jawab masyarakat
secara individual dalam pengelolaan dan pengolahan
sampah ini, proses teknis yang perlu ditempuh adalah
bagaimana sampah itu bisa dipilah antara sampah
organik dan anorganik. Bagaimana sampah yang basah
dipisahkan dari yang kering, makanan sisa dipisahkan
dari plastik dan kertas. Sementara sampah organik dan
sisa makanan bisa diolah menjadi kompos dengan proses
mikroorganisme yang sangat sederhana, kata Pak Sobirin
dan Pak Otto, plastik, kaleng dan kertas bisa didaur
ulang, bahkan bisa mendatangkan rezeki bagi pemulung.

Adalah Mak Enoy yang tinggal di Jln. Dago Pojok.
Kegiatan rutinnya setiap hari setelah sembahyang
subuh, dia membawa sapu lidinya dan menyapu jalan
lingkungan dan beberapa halaman rumah tetangganya
dengan kesadarannya sendiri, tanpa memikirkan upah
atau balas jasa lainnya. Dia juga melakukan pemilahan
sampah basah dan ranting-ranting daun dari kertas,
kaleng atau plastik, dan kaleng. Plastik, dan kertas
bekas itu ia siapkan di tempat yang tetap untuk pada
waktunya akan diambil pemulung. Kami, peserta
pertemuan, secara spontan memberikan aplaus kepada Mak
Enoy. Ternyata, di zaman masyarakat pedesaan yang
menolak di wilayahnya dijadikan TPS atau TPA kecuali
dengan "pembayaran", bahkan di kota Bandung masih ada
sosok Mak Enoy yang tanpa pamrih ingin hidup dalam
lingkungan yang bersih, nyaman dan aman. Hidup Mak
Enoy.

Mari kita cari 1.000 - 10.000, bahkan ratusan ribu Mak
Enoy lainnya. Mari kita hidup dalam kota yang bersih,
aman dan nyaman. Tidak mudah memang, tapi sebagaimana
tausiah dari Rachman Maas diatas, terutama kepada
muslimin, dalam hidup ini yang harus dicari bukan
hanya sekadar kepuasan dan keamanan di dunia, tapi
juga keselamatan di akhirat.

Itulah sekadar ungkapan kepedulian dari kami yang pada
tanggal 13 Juni 2006 yang lalu berkumpul di Bale
Pasundan Hotel Panghegar dari pukul 6.30 s.d. 22.30
WIB, dan menamakan pertemuan kami sebagai Gerakan Mak
Enoy! Terima kasih Pak Hilwan Saleh dengan Hotel
Panghegar-nya yang telah menyediakan santap malam
dengan enak. Sebelum lupa, satu tip buat Pak Wali Kota
bila gerakan Mak Enoy bisa dilaksanakan, tentunya
bertahap dan perlu waktu, tolong Pak Dada agar
retribusi sampah dihapuskan.*** 

Penulis, warga Kota Bandung.


=====
Situs: http://www.urang-sunda.or.id/
[Pupuh17, Wawacan, Roesdi Misnem, Al-Quran, Koropak]

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Check out the new improvements in Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/N6DZeC/fOaOAA/E2hLAA/0EHolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to