Republika, Minggu, 30 Juli 2006 SELISIK
Naskah yang Memikat Editor -------------------------- >> Anwar Holid KAMI memang mencari permata, kata editor sebuah penerbitan tentang banyaknya naskah yang mereka tolak. Sebagai editor, dia harus betul-betul sabar menghadapi naskah yang ditawarkan ke penerbit tempatnya bekerja. Kondisi naskah macam-macam; ada yang masih mentah, tapi ternyata ditulis ratusan halaman; ada yang cara penyampaian ceritanya menarik, tapi di dalamnya mengandung banyak inkoherensi; ada yang cukup matang, tetapi berpotensi melahirkan kontroversi dan respons negatif karena menyerang banyak institusi agama; sebagian gagal memancing rasa ingin tahu bahkan ketika sudah dibaca hingga setengah naskah. Semua naskah yang jadi tanggung jawabnya dibaca, diberi catatan dan tanda---entah karena menarik perhatian atau justru kurang masuk akal dan merupakan kelemahan. Editor punya banyak alasan kenapa harus menolak naskah, dan harus diakui, pertimbangan itu memang wajar, masuk akal. Dalam industri penerbitan, naskah yang ditolak itu memiliki kesamaan kesalahan umum---dalam istilah Inggris dinamai common flaw. Kesalahan umum bisa terdiri banyak faktor, mulai dari keterampilan menulis, cara mengungkapkan tulisan (gaya bahasa), hingga masalah nonteknik yang menghambat kemajuan karir kepenulisan; yang paling kerap dilakukan ialah penulis tergesa-gesa mengirim naskah kasar, belum dipoles, belum dibaca ulang, dipikirkan masak-masak isi dan cara penulisannya. Biarkan tulisan Anda mengendap sebentar, kemudian poleslah pelan-pelan. Edit dan revisi sendiri dulu. Sebelum bermaksud dikirim atau ditawarkan, minta orang dekat atau orang lain baca sejenak, mintai komentar mereka, dengar yang mereka rasakan, begitu saran editor lain. FIKSI misalnya, memiliki sejumlah unsur pokok, antara lain tema, karakter (tokoh), plot (alur cerita), konflik, dialog, sudut pandang, setting (latar), peristiwa, struktur; tanpa kematangan unsur-unsur tersebut, sulit mengharapkan penulis bisa menghasilkan karya yang mampu memikat khalayak. Memang tidak semua karya mengandung seluruh syarat unsur, tapi setidaknya penulis tahu hendak mengedepankan unsur mana atau mengejar apa, misalnya apa mau bereksperimen, menekankan setting, atau mendahulukan penokohan. Ketika baca, idealnya editor tahu kekuatan dan kelemahan naskah, mana yang tercapai dengan baik, bagian apa yang justru bertele-tele atau bahkan inkoheren. Terlalu banyak penulis mengorbankan tokoh di hadapan plot, kata Mark McLaughlin mengomentari soal plot. Plot yang klise biasanya muncul dari karakter yang juga klise. Editor ternyata sering menemukan plot yang terlalu dibuat-buat, basi, lemah, mudah ditebak, bahkan terlalu banyak; sementara semua itu ditulis dengan dangkal, dengan bahasa kurang membangkitkan imajinatif, berdasar observasi klise. Kadang-kadang penulis kurang menghargai karakter mereka sendiri; campur tangan pengarang di dalam cerita justru menyelewengkan karakter dan situasi menjadi akhir yang terlalu jelas, simpul editor Northwest Review, Janice McRae. Ada banyak sebab kenapa karakter jadi klise, antara lain perkembangan emosi dan pikirannya kurang, lagian kekurangan aksi penting; sebagai tokoh, dia kurang terbangun, terlalu berlebihan, terlalu umum, stereotipe, dan datar, tak nyata, sulit dipercaya, tak punya perkembangan kuat dan orisinalitas sifat. Dalam mengungkapkan kisah atau menuangkan gagasan pun, kadang-kadang penulis terlalu cepat puas. Ternyata ketika dibaca orang lain, apalagi editor, tulisan tersebut masih statis, kekurangan pemecahan masalah dan imajinasi. Pembukaan yang kurang memancing, bertele-tele, lambat, melelahkan, berpanjang-panjang dengan kalimat berputar-putar dan mengumbar kata, terlalu menceramahi, sementara isi pemikiran kurang dipertimbangkan dengan matang, diperburuk akhiran yang dipaksakan, tulisan penuh tatabahasa berlepotan, salah menggunakan diksi, mengabaikan kaidah berbahasa, hanya akan membuat tulisan kehilangan fokus tema, bahkan bisa mementahkan, akhirnya melantur ke subjek lain yang lepas dari niat awal. Editor yang dari awal kehilangan kesabaran membaca naskah akan cepat menyerah, akhirnya memutuskan menolak naskah, karena setelah meraba-raba, gagal menemukan subjek yang ingin diketengahkan penulis. Ada kala penulis hanya menawarkan naskah, tanpa disertai book description (sinopsis), maksud penulisan, positioning, atau subjek yang ingin disampaikan. Padahal, dengan menyertakan keterangan selengkap mungkin, termasuk komentar jujur dari para pembaca awal, akan memudahkan editor mendapat gambaran utuh tentang naskah yang sedang dihadapi. FAKTA ini mengarah pada pandangan ternyata kerja editor, bahkan sebelum menyunting, sejak awal membutuhkan konsentrasi tinggi; dia dituntut baik oleh perusahaan dan calon pembaca agar menetaskan karya yang matang, memikat, disiapkan sebaik mungkin, membuat pembeli pantas membelanjakan sejumlah uang dan mendapat ganti setimpal. Karena ada banyak unsur penulisan yang harus terpenuhi, apa tampaknya merayu editor agar mudah meloloskan karya terasa sulit? Editor berpikir bagaimana agar buku laku dan terbit dengan baik, komentar Firman Venayaksa, seorang penulis. Sementara penulis berpikir bagaimana cara karya itu diterima penerbit. Editor punya masalah dan dilema sendiri, meski keinginannya sederhana, yaitu mendapatkan naskah yang cocok buat penerbitan tempat dia bekerja. Kata Elbert Hubbard (1856 - 1915), editor adalah orang yang dipekerjakan penerbit untuk memisahkan gandum dari dedak dan memastikan bahwa dedak itu tercetak. Satu hal patut diingat pula, editor tentu bukan segala-galanya, dia bisa juga luput (salah) membaca dan menilai naskah. Bukti dari ini ialah banyak juga naskah yang awalnya ditolak puluhan editor, gagal diterbitkan penerbit tertentu, ternyata setelah terbit akhirnya jadi karya abadi, bisa diterima publik dengan sangat baik, dihargai dengan reputasi tinggi. Editor yang pernah menolak naskah tersebut tentu harus gigit jari. Baik penulis dan editor sama-sama punya peran penting---dalam kasus industri penerbitan luar negeri juga melibatkan literary agent. Paham naskah seperti apa yang dikehendaki editor agar memudahkan pertimbangan sejak awal fase pertimbangan, mestinya penulis mau mengikuti ketentuan ini. Pastikan Anda menawarkan naskah pada penerbit yang tepat, dengan begitu Anda bisa menekan penolakan. Naskah yang disiapkan dengan sempurna, lengkap, dipertimbangkan masak-masak akan memudahkan editor mencerap, memahami upaya dan maksud penulis, membuka peluang diterima. Walhasil, penulis, editor, dan penerbit boleh berharap bisa menemukan permata.[] PENGAKUAN: Kolom ini dipicu setelah aku baca artikel '50 Best Short Story Markets' dari majalah 'Writer's Digest' yang kebetulan aku miliki. Karena keterbatasan ruang, ini tak aku ungkap di kolom; ditambah pengalaman pribadi sebagai editor. Kontak Anwar Holid: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B Bandung 40141 | HP: 08156140621 | R: (022) 2037348 | e-mail: [EMAIL PROTECTED] Never underestimate people. They do desire the cut of truth. Jangan meremehkan orang. Mereka sungguh ingin kebenaran sejati. © Natalie Goldberg ---------------------------------------------------------------------- Esai, resensi, artikel, dan lebih banyak tulisan. Kunjungi dan dukung blog sederhana ini: http://halamanganjil.blogspot.com __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/